Aku bermimpi lagi. Genangan darah memenuhi rumahku.
***
Seluruh tubuh Tera terasa sakit. Beruntung ia masih memakai tas punggung, sehingga punggungnya aman dilindungi tas. Namun, bagian lain mulai dari paha belakang sampai kaki bawah tergores aspal hingga berdarah. Bahkan, sepatunya yang seharusnya melindungi kakinya pun lepas entah ke mana. Siapa pun yang melakukan ini, pasti psikopat.
Sebenarnya, ia bisa saja berdiri dan menendang si pelaku, tetapi ia diseret lumayan cepat sehingga tidak ada waktu dan tenaga untuknya. Tera hanya bisa pasrah sambil menangis.
Lalu, kini, tubuhnya yang masih sepenuhnya sadar digeletakkan di rerumputan dingin. Orang itu berhenti menyeret setelah sekitar 300 meter dari jalanan aspal. Seluruh bagian bawah tubuhnya terasa sakit dan gatal. Sekali pun, ia belum pernah duduk langsung di tanah atau rumput. Apalagi kulitnya cukup sensitif.
Kain yang menutupi mata Tera kini dibuka oleh orang itu. Kini, hanya tangannya yang ditali.
Wajah Tera memancarkan cahaya redup. Ia merasa kehilangan banyak darah sehingga wajahnya memucat. Bahkan, tenaganya pun sudah tidak ada, sebentar lagi pasti ia akan pingsan. Namun, ia berusaha bangkit dari baringannya, lalu duduk.
"Rain?" gumamnya ketika melihat Rain-lah yang telah menyeretnya. Gadis itu tidak terlihat kelelahan sama sekali setelah menyeret segitu jauhnya.
"Oh, belum mati?" Rain berwajah datar. Kantung matanya yang menghitam membuatnya terlihat seperti psikopat sungguhan. "Kalau gitu, aku mau tanya sesuatu dan harus kamu jawab jujur. Kalau tidak, bisa saja kamu mati dan arwahmu tidak bisa menemukan jalan kembali."
Gadis berambut sebahu yang dikepang dua itu menatap tajam Tera. Ia membawa bambu panjang yang ujungnya dikasih pisau.
"Kamu tahu itu?" Rain menunjuk ke tepat di atas Tera yang terdapat sebuah benda bundar agak lonjong berwarna cokelat. Di sekelilingnya terdapat hewan-hewan kecil yang mengerubung. Benda itu tergantung di cabang pohon. "Itu namanya sarang lebah. Sekali aku jatuhkan ke kamu, bukan hanya terasa sakit, tapi isinya bisa membunuhmu."
Tera menggeleng pelan. "Apa maumu? Kamu selalu menggangguku."
"Masih belum sadar juga? Kamu sudah membunuh orang tuaku dan tidak pernah menunjukkan di mana kamu sembunyikan tubuh mereka!" seru Rain dengan suara menggema.
Suasana gelap di sana bertambah sunyi setelah Rain menyerukan kekesalannya itu. Burung-burung di atas pepohonan pun langsung kabur setelah mendengarnya.
Tera sangat yakin bahwa Rain salah orang. Bagaimana ia yang baru datang ke dunia ini dikatakan telah membunuh orang? Atau bisa saja dirinya yang ada di dunia ini dulu pernah melakukannya.
Lalu, ke mana jiwa Lentera Amaya di dunia ini pergi? Kenapa ia mengambil jiwa Lentera Amaya dari dunia lain?
Memikirkan itu, Tera tidak pernah mendapat jawaban. Ia hanya akan mengulur waktu dan membuat Rain mempercepat hukumannya. Ia tidak ingin mati. Ia telah memikirkan jika dirinya di dunia ini mati, belum tentu ia akan hidup lagi di dunia nyata.
"Ayo, jawab! Kamu ini dungu, ya?!"
"Aku tidak tahu," jawab Tera dengan lemah. Perlahan, ia berusaha melepas tali di tangannya dengan diam-diam.
"Oke, satu. Aku hitung tiga kali, kalau kamu belum juga menjawab dengan jujur, aku tidak peduli lagi. Kamu harus mati dan tidak akan ada orang yang tahu."
Deg!
Tubuh Tera menegang. Tidak! Kalau ia mati di sini dan di dunia nyata, orang tua Tera di dunia ini akan sedih dan ia tidak akan pernah bisa lagi bertemu dengan orang tuanya di dunia nyata. Kemungkinan juga benar bahwa jiwanya tidak bisa menemukan jalan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
REFLECTION [END]
Mystère / ThrillerPada beberapa kejadian, terkadang mimpi adalah sebuah dunia lain yang sebenarnya berdampingan dengan dunia nyata. Setiap pingsan, Tera akan menjalani hari-hari seperti biasanya. Lalu, ketika ia terbangun, seolah semua itu hanyalah mimpi dan ia ling...