chapter 2 - rancu

61 11 0
                                    

Kata mereka, aku ini genius dan rajin. Namun, itu bukan pujian, melainkan tuntutan mereka.

***

Setelah hari itu, Tera bersekolah dengan normal. Ia mempunyai banyak teman di kelasnya meskipun hanya sebatas kenalan. Gadis berbola mata biru laut itu sangat menikmati waktunya bersekolah seperti anak-anak yang lain.

Ia juga pernah menanyakan kepada kedua orang tuanya mengenai mimpi itu. Sebelumnya, ia bercerita kepada Valisa, bodyguard yang bertugas mengawasinya di sekolah, tetapi hanya beberapa bagian. Tentu saja ia menutupi bagian yang tidak bagus. Ia juga tidak menceritakan kepada kedua orang tuanya maupun Valisa mengenai dirinya pingsan. Kalau sampai mereka tahu, kemungkinan ia tidak akan diizinkan berada di sekolah umum lagi.

Jawaban Valisa dan kedua orang tuanya sama. Mereka berkata bahwa itu hanyalah mimpi, tidak usah dipikirkan. Tera hanya mengangguk setuju. Ia berusaha melupakan mimpi itu meskipun masih teringat jelas.

"Oi, jangan melamun saja! Tuh, dipanggil Kak Rin!" Seseorang menepuk pundak Tera.

Gadis itu berjengit kaget, menatap horor si pemanggil. Namun, entah kenapa di pandangannya justru terdapat seorang gadis bernama Rain yang pernah memukulnya di dalam mimpi itu.

Seiring gadis bernama Rin itu berjalan ke arah Tera, bayangan Rain seakan mengikutinya. Berkali-kali pula Tera menggosok-gosok matanya, bayangan itu terlihat semakin jelas. Apalagi warna rambut mereka yang sama-sama hitam, semakin lama semakin terlihat kepangannya dan bola mata hitam yang menatapnya tajam.

Kriek ....

Tubuh Tera mundur dan menabrak kursi yang didudukinya tadi. Ia ketakutan melihat wajah Rain bersatu dengan wajah Rin.

"Lentera! Tera!"

"Hah! Maaf!" pekik Tera dengan tangan menutup telinga. Ia langsung berlari sembarang arah hingga keluar kelas. Beberapa kali menabrak siswa yang dilewatinya.

Hingga setelah dirasa sudah cukup tenang, ia berhenti di depan sebuah kelas yang sedang melakukan pembelajaran. Gadis bertinggi tubuh 143 sentimeter itu mengatur napas, tangannya menumpu pada lutut dan sesekali memegangi dada.

Terasa sangat jelas. Wajah Rain siang itu di mimpinya juga sama seperti barusan.

Suara sorakan siswa di dalam kelas menyita perhatian gadis itu. Ia berhenti mengatur napas, lalu melongok ke dalam ruang kelas di sampingnya melalui jendela.

"Kepada semua para peserta yang akan menjadi pemeran di drama kali ini, silakan maju. Haiva, boleh sebutkan siapa saja?" ujar seorang guru wanita di depan kelas. Beliau mempersilakan seorang gadis berambut lurus sebahu dengan poni menyamping itu.

Gadis itu mulai mempresentasikan tulisannya di depan kelas. Entah kenapa hal itu malah menyita perhatian Tera sangat lama. Sampai si gadis memanggil beberapa teman-temannya untuk maju ke depan kelas.

Seperti tidak teralih sama sekali, Tera justru malah melamun di balik jendela kelas itu.

"Aku?" gumamnya secara tiba-tiba. Matanya membelalak kaget saat melihat bayangan dirinya berada di dalam kelas itu. Ia mengucek-kucek mata, tetapi masih tetap terlihat itu dirinya. "Apa ini mimpi lagi?"

Semuanya seakan terjadi dengan nyata. Ia berdiri di kelas itu bersama yang lain dengan tatapan datar. Sorak-sorai teman-teman di kelas seakan terdengar jauh karena ia terlalu fokus pada dirinya yang palsu itu.

Tidak mau semakin penasaran, Tera berjalan cepat ke arah pintu. Ia berniat menemui orang itu. Orang itu pasti sedang mempunyai niat buruk dengan berpenampilan seperti dirinya begitu.

REFLECTION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang