Part 36

231 41 8
                                    

"Kau terima bukti-bukti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Kau terima bukti-bukti ini. Tapi Jieun___serahkan ia untuk ku."

.
.
.

"Jadi bagaimana?" Tanya Sehun lagi.

"Lupakan." Jungkook bangkit dari duduk. Berbalik secepat kilat bahkan enggan menatap mata Sehun untuk sekedar pamit.

"Tapi hanya ini yang bisa membantu mu untuk menang." Goda Sehun lagi.

"Bahkan jika harus kalahpun aku tak akan sudi menyerahkan Jieun."

Sehun merunduk. Nafasnya berhembus lega setelah mendengar penuturan Jungkook barusan.

"Duduklah. Ambil ini tanpa syarat apapun."Ucap Sehun kemudian.

Jungkook kembali berbalik. Kali ini ia sedikit ragu. Namu Sehun terus mendorong map coklat itu kearahnya.

"Aku hanya bercanda soal Jieun. Aku penasaran kau melakukan ini semua untuk dirimu sendiri atau tidak." Beritahu Sehun.

"Pergilah dan urus ini dengan cepat." Sehun berdiri dan menepuk pundak Jungkook sebagai dukungan.

"Terimakasih..." Jungkook menggenggam erat map berisikan bukti penting tsb. Setelah berterimakasih setulus mungkin, Ia segera beranjak pergi dari tempat.

"Jika begini, aku tak akan pernah menyesal memberikan mu pada orang sepertinya Jieun-ah." Gumam Sehun.

*****

Kamar tanpa jendela. Hanya ada suara pendingin ruangan. Sebuah kulkas di pojok ruangan berisikan  makanan segar juga ada. Namun tak ada TV, Ponsel, dan fasilitas lain untuk mengetahui dunia luar.

Kiret__' Seorang pria tua yang sepenuhnya tak asing masuk ke dalam ruangan tempat ia terkurung.

"Appa!!!" Pekik Jieun. Raut wajah gembira? Tidak. Justru malah kebalikannya.

"Aku tahu ini semua ulah Appa dan Eomma." Gerutu Jieun.

"Jika kau itu jadi anak penurut. Aku juga tak sudi menggunakan cara ini." Tuan Lee menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Kau tidak boleh keluar sampai keadaan membaik." Ujar tuan Lee.

"Maksud appa? Pasti terjadi masalah di luar sana?" Tanya Jieun penuh selidik.

Tanpa menjawab Tuan Lee kembali keluar ruangan. Suara pintu terkunci dari luar terdengar. Jieun kembali menarik udara sesak di tempat ia duduk sekarang.

"Jangan bilang aku akan di kurung sampai hari pernikahan?" Pikir Jieun.

Takada yang dapat ia lakukan sekarang. Tidak punya ponsel untuk menghubungi siapapun. Terkurung dalam tindakan egoisme orang dewasa. Yang katanya harus di taati apa lagi sebagai seorang anak. Tapi ini tidak adil. Padahal keadilan merupakan hal yang sederhana.

My ideal type? can i reach out[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang