- 021

23.8K 2.2K 416
                                    

"Kamu yang hadirin rapat?" tanya Devan ketika sampai dirumah.

Padahal baru masuk rumah tapi sudah mengintrogasi saja. Untung saja Kiara gadis yang penyabar.

"Iya, bubu kemarin kemana kok gak dikantor, semalem juga kok gak pulang?" tanya Kiara sambil menyiapkan sarapan pagi.

"Saya keluar kota," ucap Devan yang membuat Kiara perlahan mengetahui sifat asli seorang Devan.

"Fy!" sambung Devan yang membuat Kiara menolehkan kepalanya ke arahnya.

"Iya?" tanya Kiara dengan raut wajah polosnya.

"Beberapa hari kedepan saya akan keluar kota, kamu gapapa kan saya tinggal sendirian?" tanya Devan yang membuat Kiara ingin bermain main sebentar.

Terlalu banyak memaafkan seseorang terkadang timbal baliknya adalah kehilangan kepercayaan.

Mungkin ini yang dirasakan Kiara sekarang, tidak percaya lagi dengan Devan.

"Kia gak boleh ikut?" tanya Kiara dengan wajah memohon sembari menampilkan puppy eyesnya.

"Kerjaan saya banyak, kalo ada kamu saya gak bisa fokus," ucap Devan yang berjalan mendekati Kiara.

"Kia gak ganggu kok," ucap Kiara yang menatap ke arah Devan dengan wajah sedihnya.

"Pokoknya kamu dirumah, jangan kemana mana!" ucap Devan yang membuat Kiara akhirnya mengiyakan perintahnya.

Setelah mendengar itu Kiara berhenti berdebat dengan Devan.

Bagi Kiara, Devan yang dulu selalu ia maafkan, ia sanjung agungkan, kini telah berubah. Hal yang paling Kiara benci adalah ketika ia dibohongi, dan Devan melakukan itu sekarang.

Alasan apa pun tetap saja tidak bisa ditoleransi, harusnya Devan sadar akan itu semua.

***

Setelah sarapan pagi, Devan benar benar meninggalkan rumah. Kiara pikir mungkin ini saat terakhirnya untuk melihat Devan.

Karna, sudah Kiara putuskan setelah ia mengetahui kebohongan Devan kali ini. Kiara sudah bertekat untuk mengurus surat perceraian.

Persetan jika kemarin Devan sakit dan bersikap sangat manis, pada akhirnya laki laki itu tetap saja belum selesai dengan masa lalunya.

Kiara sadar, menyukai seorang Devan telah banyak mengubah dirinya. Kiara tidak mau di budakan oleh rasa sukanya pada Devan.

Ternyata benar, menyukai orang yang hanya pura pura menyukai kita itu, rasanya sakit.

***

Malam ini Kiara menghubungi Alvin untuk dimintai pertolongan. Walaupun Kiara tau Alvin tengah menjaga jarak darinya.

"Halo," ucap Kiara saat sambungan telfon itu diangkat oleh Alvin

"Hm,"

"Bapak bisa bantuin Kia gak?"

"Urusan Devan lagi? Terus setelah semuanya clear kamu balik lagi ke dia dan tinggalin saya?" ucap Alvin yang membuat Kiara tertegun

"Kok bapak ngomongnya gitu sih,"

"Gitu gimana? Nyatanya emang gitu,"

"Bapak suka ya sama Kia?"

"Kalo saya bilang iya, kamu mau jawab apa?"

"......" beberapa saat setelah Alvin melontarkan ucapannya tidak ada yang memulai pembicaraan.

Kiara yang terdiam dan Alvin yang menunggu jawaban.

"Mau minta tolong apa?" tanya Alvin karna tak kunjung mendapatkan jawaban.

"Cari lokasi Devan sekarang ada di mana,"

"Untuk?"

"Untuk tau semuanya," ucap Kiara yang berusaha tetap biasa biasa saja, Kiara yakin Alvin pasti bisa menemukan Devan lewat bantuan temannya yang kala itu melacak Devan dengan menggunakan nomor telponnya.

"Ya,"

Setelah sambungan telfon itu berakhir, Kiara duduk terdiam diatas ranjang tempat tidurnya.

Ia masih tidak mengira bahwa Alvin bisa sefrontal itu padanya.

Jantung Kiara berdegup sangat kencang, ia tidak tau harus memperlakukan Alvin bagaimana jika benar Alvin menaruh rasa padanya.

Jangankan mencoba membalas perasaannya, untuk sekedar melupakan perasaannya dengan Devan saja Kiara belum yakin ia bisa.

***

Kiara bangun dengan leptop yang semalaman menyala, terlihat bahwa Alvin sudah mengirimkan lokasi keberadaan Devan.

Kiara yang menerima pesan itu langsung pergi ke kamar mandi dan memainkan peran yang seharusnya ia mainkan.

Jika ada yang bertanya kenapa menyuruh Alvin saat melacak keberadaan Devan, karna teman Alvin bisa melakukannya.

Kiara pergi dengan menggunakan mobilnya. Bahkan, Devan tidak menyadari bahwa digarasinya terdapat dua mobil bukan satu lagi.

Ia memberhentikan mobilnya di panti asuhan dekat dengan tempat pemakaman kemarin. Tapi saat Kiara berjalan masuk kedalam, rasanya semua perasaan tentang Devan lenyap saat itu juga.

"Ini yang di maksud keluar kota?" ucap Kiara dengan suara lemah lembutnya.

Jika biasanya Kiara akan berteriak kali ini tidak. Ia lebih suka memainkan drama malaikat ini.

Kali ini Kiara memergoki Devan yang tengah duduk di kursi panjang di sebuah ruangan yang sepertinya ruang tamu dengan posisi Devan yang tengah di pijat pungungnya oleh Mila, sesekali Devan tertawa bersama Mila.

Sungguh akting yang baik untuk seorang Devan juga Mila.

"Fy, bukan gitu maksud saya," ucap Devan yang membuat Kiara bosan mendengarnya.

Devan memang sengaja tidak bilang sebenarnya bukan karna tidak ingin. Hanya saja ia tidak mau membuat Kiara menjadi overthinking kembali terhadapnya.

Apalagi saat ini pikirannya masih terbayang oleh gadis bernama Ara.

"Apalagi?" ucap Kiara sambil melirik ke arah Mila.

"Mau alasan apa lagi?" ucap Kiara lagi tapi kali ini tatapannya beralih ke arah Devan.

"Mau berapa kali lagi bohongnya?" tanya Kiara yang membuat Devan tidak tau harus menjawab apa.

"Kamu salah paham!" ucap Devan yang menarik tangan Kiara keluar dari ruangan.

"Cukup. Gak perlu banyak alasan," ucap Kiara yang membuat Devan memberhentikan langkahnya.

"Mau apa? Pisah? Boleh, bawa aja surat pengadilannya," ucapnya kembali.

Kali ini Devan merasa gadis itu seperti bukan gadisnya. Kiara yang ia kenal tidak akan berani seperti ini.

"Gue capek, dari dulu lo gak pernah berubah! Maaf terus ngulangin kesalahan yang sama. Dev sekarang terserah deh lo mau ngapain, gue udah gak peduli, nikah sama Mila juga boleh," Ucap Kiara yang kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.

"Maaf-" ucap Devan sebelum menyusul Kiara.

"Gak masalah Dev, kamu urus istri kamu dulu aja," ucap Mila yang tersenyum lembut pada Devan.

BUBUFYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang