Orang akan menyesal ketika orang yang kita sayang akan pergi dan meninggalkan kita sendirian.
Farel yang mengetahui kabar bahwa Prima sudah kembali dari rumah sakit pun tampak antusias untuk menjemput adiknya di rumah sahabatnya. Tak perlu di beri tahu oleh siapa pun, ia sudah tahu bahwa Prima akan mengantarkan Panji ke rumahnya. Mobil mewah itu tampak memasuki halaman rumah megah milik sahabatnya. Senyuman terpancar karena ia mengetuk pintu rumah sahabatnya.
"Permisi," ucap Farel sembari memencet tombol bel yang ada di rumah itu.
Butuh waktu untuk melihat pintu itu terbuka. Hanya butuh waktu beberapa menit sampai pada akhirnya pintu pun terbuka dan menampilkan seorang wanita yang ia taksir masih remaja umurnya. Senyuman Farel pun pudar tergantikan dengan wajah dingin dan tak bersahabat.
"Cari siapa, ya?" tanya remaja itu yang di ketahui bernama Lisa adik Panji.
"Panji ada?"
"Ada. Langsung aja masuk ke kamarnya." Lisa pun membuka pintu dengan lebar sembari memperhatikan sosok pria yang baru saja memasuki rumahnya dengan tatapan yang memuji ketampanan milik Farel.
"Fiks. Gue harus dapetin dia," lirih Lisa sembari terus memperhatikan pria itu yang sudah menaiki tangga untuk sampai di kamar kakaknya.
Farel yang begitu antusias ingin menemui Prima pun tak mengetuk pintu dan langsung membuka pintu kamar sahabatnya. Saat pintu terbuka yang ia temukan hanya ruangan gelap dan sosok pria yang tengah berbaring lemah di ranjangnya. Farel pun menghidupkan lampu kamar dan melihat Panji tengah membuka mata dan menatap dirinya. Farel pun mendekat dan menatap ke seluruh ruangan yang tak ia temui keberadaan adiknya.
"Prima mana?" tanya Farel pada Panji yang kemudian menatapnya.
"Tadi emang di sini, tapi dia udah pulang. Emang dia belum sampai rumah?" tanya Panji khawatir.
Farel pun menggeleng. Memang kenyataannya ketika ia berangkat pun tak ada sosok Prima di rumahnya.
"Btw, thanks lo udah bayarin rumah sakit Prima. Biar gue ganti uangnya," ujar Farel sembari memberikan tepukan di bahu sahabatnya.
"Enggak usah. Gue ikhlas bayarin calon istri gue," sahut Panji dengan nada percaya diri.
"Emang lo yakin gue bakal merestui lo?"
"Sangat yakin!"
Farel pun kemudian hanya mengangguk. "Gue coba hubungi dia dulu."
Farel kemudian meraih ponselnya membuka aplikasi WhatsApp yang sudah beberapa menit tak ia buka. Matanya menatap ke salah satu pesan teratas yang belum ia baca. Di sana Prima tampak menuliskan kata-kata terimakasih. Ia kemudian membuka pesan dari Prima yang ternyata terdapat dua pesan suara yang belum ia baca. Farel kemudian menatap wajah Panji yang juga menatapnya. Farel pun mengecilkan suara saat ia mendengarkan pesan suara dari Prima. Ia tampak terkejut saat mendengarkan pesan suara yang tak pernah ia duga sebelumnya. Kata-kata yang begitu menyakitkan ia yakin di keluarkan oleh sang mama yang selama ini ia anggap sebagai ibu yang baik untuknya. Tangan Farel pun mengepal kuat saat mendengarkan Prima yang berteriak dan sang papa yang tak mengerti dan lebih membela sang mama tiri. Benar yang dikatakan oleh Prima, dan selama ini ia tak menyangka sang mama akan melakukan ini pada adiknya.
Sebuah fakta juga harus ia telan secara mentah-mentah. Fakta yang tak pernah ia ketahui bahkan ketika umurnya sudah menginjak delapan belas tahun saat ini. Apa benar yang ia dengar baru saja? Bahkan untuk menyanggah tubuhnya pun ia tak bisa. Ia terduduk lemas tak berdaya dengan mata yang memerah mengetahui fakta yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Ia meremas ponselnya kala pesan suara itu sudah ia dengar. Hanya satu pesan suara yang baru saja ia dengarkan. Namun ketika pesan suara kedua ia dengarkan tampak jelas suara Prima yang menyayat hatinya membuat ia tak bisa berkata-kata. Bahkan ia meneteskan air mata. Ia yakin bahwa saat ini kondisi Prima tak baik-baik saja.
Panji yang melihat sahabatnya menangis pun segera bangun dan menatap Farel dengan tatapan penuh serius. "Kenapa? Bilang ke gue. Ada apa? Apa Prima baik-baik aja?"
Farel yang mendengar pertanyaan itu pun tampak mengangguk. "Dia baik-baik aja, kok."
"Bohong anjir. Gue yakin ada sesuatu yang lo tutupin dari gue. Mana sini ponsel lo, gue mau denger pesan dari Prima," pinta Panji dengan tatapan penuh khawatir kala ia melihat Farel menggeleng namun air matanya terus keluar. Baru kali ini ia melihat sahabatnya menangis.
Farel pun terbangun. Ia menghapus air matanya berusaha untuk tegar di hadapan Panji yang kondisinya juga tak baik-baik saja. Ia tak mau Panji tahu tentang kondisi Prima yang sebenarnya.
"Eh, gue balik dulu. Prima ternyata udah ada di rumah. Sialan emang tuh orang gue ke sini malah dia udah ada di rumah," ujar Farel tampak tersenyum seolah mengatakan bahwa Prima baik-baik saja.
"Beneran gak ada apa-apa?"
"Iya anjir. Gue nangis karena terharu liat dia udah mau pulang," balas Farel terpaksa berbohong.
"Oke. Lo hati-hati bro. Bilang sama dia gue sayang sama Prima," ucap Panji menitipkan pesan pada Farel yang hanya melambaikan tangan dan dengan gerakan cepat keluar kamar Panji dan menuju mobilnya yang terparkir di luar.
Farel tak memedulikan apa pun saat ini. Ia tampak memasuki mobil dan melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah Panji. Hingga di rasa jauh dari kediaman sahabatnya, Farel tampak menepi sejenak. Ia memukul setir tampak kuat dengan emosi yang ada di dasar hatinya.
"Argh! Kenapa gue gak pernah percaya sama lo!" teriak Farel sembari menyalahkan dirinya sendiri.
Farel selama ini memang tak pernah percaya pada Prima yang selalu mengatakan bahwa sang mama berperilaku tak pantas dan kasar pada adiknya. Karena selama ini yang ia rasakan adalah sebuah kasih sayang dan ketegasan dari sang mama. Di tambah lagi sebuah fakta yang tak pernah ia duga sebelumnya.
"Bukan ibu yang memilih pergi, tapi kehadiran mama yang buat keluarga gue hancur," ujar Farel sembari merasakan sesak di hati karena mengetahui fakta yang tak pernah ia duga selama ini.
Selama ini ia membenci orang yang salah. Ia pikir sang ibu tak pernah menyayangi dirinya dan pergi meninggalkan dirinya bersama adiknya, namun salah. Keputusan ibunya adalah keputusan terbaik untuk seorang wanita yang merasa dikhianati oleh orang yang ia cinta. Farel pun mencoba untuk menelepon Prima namun berulang kali tak ada hasilnya. Saat ia ingin menutup ponselnya, panggilan masuk datang secara tiba-tiba membuat ia segera mengangkatnya.
"Datang ke rumah sakit Permata sekarang. Prima kecelakaan dan saat ini kondisinya memburuk."
Ketika panggilan terputus satu pihak yang ia rasakan hanyalah kehancuran dan rasa sesak yang tak berujung. Apa ini? Apa yang ia dengar baru saja benar? Jika ia kenapa adiknya tak pantas untuk bahagia? Ia sungguh menyesal atas apa yang telah ia lakukan. Tanpa basa-basi Farel segera mengendarai mobilnya dengan perasaan yang tak karuan untuk di rasakan.
#TBC
Pada setuju gak? Kalau Prima gak ada?
Cus lah komen biar aku makin semangat 😍
Jangan lupa follow Instagram aku guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milenial VS Old Style (Completed)
Fanfiction#Rank 2 Gaul (3 Maret 2021) #Rank 3 Milenial (3 Maret 2021) #Rank 2 Gaul (25 Maret 2021) #Rank 2 Milenial (26 Maret 2021) #Rank 3 Literasi (14 Mei 2021) #Rank 1 Gaul ( 19 Mei 2021) #Rank 2 School (20 Mei 2021) "Lo hidup di generasi muda sekara...