|Part 19| Pemilihan Anggota

803 165 37
                                    

Jangan menilai orang dari covernya
Yang cantik belum tentu sempurna
Jangan jadi populer karena kamu cantik, orang biasa juga punya keahlian yang lebih bagus darinya.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu. Semua murid yang berada di kelas sudah meninggalkan kelas dan pergi menuju rumah masing-masing. Waktu pulang sekolah SMA KARTIKA adalah ketika jam menunjukkan pukul 15.00 di mana semua aktivitas belajar dan mengajar akan berhenti saat itu juga, tergantikan oleh jam pulang sekolah.

Prima yang mendengar itu memasukan beberapa buku yang ia keluarkan ke dalam tasnya. Pulpen dan alat perlengkapan lainnya ia masukan ke dalam kotak pensil miliknya kemudian setelah di rasa beres ia menggendong tangannya dan menuju keluar kelas bersama teman barunya Siska.

"Eh, ke mall, yuk!" ajak Siska pada Prima yang sibuk membenarkan letak roknya yang terlihat rendah.

"Kenapa? Gak nyaman?" tanya Siska yang memperhatikan rok Prima yang menurutnya sudah sangat wajar dan tidak pendek untuk ukuran anak sekolah yang baik seperti Prima.

"Aku ngerasa ini pendek banget," balas Prima yang merasa tak nyaman.

"Cielah. Segitu lo bilang pendek? Apa kabar rok gue. Itu udah normal jadi santai aja. Lagian setiap orang pandangannya tertuju sama gue yang cantik jelita, jadi santai aja. Lo pasti aman," ucap Siska yang percaya diri sembari mengibaskan rambutnya yang tampak indah.

Diberitahukan kepada calon member basket yang sudah mendaftarkan diri di harapkan untuk berkumpul sekarang juga di aula sekolah. Terimakasih.

Tiba-tiba suara speaker yang menyala membuat mereka berdua menghentikan langkahnya. Telinga mereka seolah memanjang dan mendengarkan apa yang sedang di siarkan. Ternyata adalah perkumpulan calon anggota basket yang sudah mendaftar. Siapa lagi kalau bukan mereka? Mendengar itu Siska tampak kesal dan tak karuan.

"Seharusnya jam istirahat, jadi gue bisa make up dulu buat ketemu ayang beb. Ais, kebiasaan, deh," keluh Siska kemudian meraih ponselnya dan memperhatikan wajahnya yang tampak lelah dan tak berbentuk lagi.

"Udah, Ayuk. Aku yakin di sana udah ramai," ajak Prima yang kemudian menggandeng tangan Siska yang hanya bisa pasrah saja.

Letak aula sekolah ada di lantai paling atas. Itu tandanya mereka harus menaiki beberapa anak tangga untuk sampai di lantai tiga sekolah, tepat di mana aula berada. Berat badan tak jadi masalah bagi mereka. Walau sudah lelah dan tak berdaya mereka rela menaiki puluhan anak tangga untuk tiba di lantai tiga sekolah. Puluhan anak tangga membuat napas mereka terengah-engah kala pintu minimalis kaca sudah ada di hadapan mereka. Keduanya tampak menarik napasnya menetralkan rasa gugup dan takut telat dibuatnya. Di tambah lagi harus menaiki puluhan anak tangga untuk mencapai tujuan mereka.

"Muka gue cantik gak? Make up gue luntur, ya? Gue gak bisa ketemu Farel dalam wajah yang abnormal kaya gini," ucap Siska sembari memperhatikan wajahnya yang lesu di hadapan kamera ponselnya.

"Kamu selalu cantik. Ayo keburu telat," ajak Prima membuat Siska menghela napas dan pasrah.

Pintu minimalis terbuka sempurna kala mereka dengan semangat yang membara membuka pintu dengan tergesa-gesa. Semua mata yang ada di sana menatap ke arah mereka dengan tatapan yang bertanya-tanya. Bukan hanya mereka yang mendaftar, tapi puluhan orang ada di sini untuk mengikuti pemilihan anggota. Mereka seolah nasi campur yang duduk tanpa di pisah laki-laki dan wanita. Ini terlihat menjadi satu kesatuan yang tak dapat di pisah.

Milenial VS Old Style (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang