|Part 33| Satu Untuk Cinta

800 159 99
                                    

Mau dianggap teman, tapi terlalu dekat
Mau di anggap pacaran, tapi gak pernah ada kata jadian. Rasanya tuh seperti ambang-ambang.

Dua remaja pria itu tampak saling menatap satu sama lainnya. Ada rasa tak suka dari setiap tatapan mereka. Tak suka jika harus di dudukan berdua dengan jarak begitu dekat, dan anggota tubuh saling mendekat. Panji berusaha untuk menahan segala emosinya kala pria yang paling ia benci di sekolah kini tengah duduk di sampingnya. Tatapan mata itu membuat ia ingin menghajarnya, senyuman miring itu membuat ia ingin mengumpatnya, namun yang ia lakukan sekarang hanyalah mengepalkan tangannya di bawah sembari berusaha menahan emosinya.

Sekali lagi, bukan sekali namun terus berulang-ulang kali mereka melakukan kesalahan yang sama. Bahkan buku poin seolah melambaikan tangan ketika harus mencatat kesekian kalinya nama kedua pria yang selalu saja membuat keributan di sekolah. Entah karena hal sepele, atau hal lainnya yang sebenarnya tak perlu di masalahkan begitu terlalu hingga membuat mereka saling bertengkar.

"Saya bosan lihat wajah kalian," tutur sang kepala sekolah, Gilang. Pria lajang ini seolah muak dengan tingkah dua muridnya yang tak ada efek jera. Ada saja hal yang diributkan, dan sekarang perihal seorang wanita. Sudah berulang kali juga ia memberikan poin, namun tetap saja hukuman yang ia keluarkan di anggap angin lalu oleh mereka.

"Kalau gitu ngapain panggil gue?" Ramdan bertanya dengan nada tak ada rasa takut sama sekali pada sang kepala sekolah.

"Saya suka, nih, sama gaya kamu yang cool, tapi gak ada sopan santun."

Ramdan hanya diam dan menatap datar. Tanpa diketahui oleh sang kepala sekolah, saat ini kaki mereka berusaha untuk saling menginjak satu dengan yang lainnya membuat meja sang kepala sekolah bergetar hebat. Dua pria itu menundukkan kepalanya berusaha sekuat mungkin untuk saling menjatuhkan di bawah sana.

"Kenapa ada gempa tiba-tiba? Meja saya bergetar hebat." Gilang kemudian menatap kedua muridnya yang terus menundukkan kepalanya. "Saya boleh ikutan gak?"

Dua orang itu mengalihkan pandangannya. Mereka menatap sang kepala sekolah yang sedang menatap ke arah kaki mereka. Mereka segera memisahkan kakinya. Panji kemudian menggeserkan kursi menjauhi Ramdan yang juga melakukan hal yang sama. Ia benar-benar gila jika harus di hadapkan dengan dua pria yang selalu bertingkah. Baginya ini tak ada habisnya. Selalu saja melakukan hal yang sama.

"Kalian tahu siapa wanita yang kalian tonjok itu?" tanya Gilang.

"Prima," sahut mereka sama. Mereka kemudian saling menjatuhkan aksi saling tatapannya.

"Kalian berdua kaya Tom and Jerry. Banyak remaja wanita yang cantik-cantik di sini, tapi selera sama aja. Dari pada berantem, mending kalian bagi dua aja badannya. Panji bagian atas, Ramdan bagian bawah. Gimana?" Gilang mengajukan hal yang membuat mereka menatapnya tajam.

"Kalian tahu? Prima itu anak orang ----" Tiba-tiba Gilang menggantung ucapannya membuat dua remaja itu menatapnya penuh tanda tanya. Gilang kemudian menyandarkan kepalanya di kursi kebesarannya sebagai kepala sekolah. Ia lupa jika kala itu ia sudah berjanji bahwa tak ada satu pun rahasia Prima yang akan ia bongkar di sekolah. Ia tak tahu apa alasannya, namun janji tetaplah janji tak bisa di dustakan begitu saja.

"Anak manusia?" Panji melanjutkan dengan nada dinginnya. "Kalau itu saya juga tahu pak."

"Kalian berdua keluar! Bisa hilang ketampanan kalau lama-lama berhubungan sama kalian!" teriak Gilang marah membuat dua remaja itu berdiri dan keluar dari ruangannya tanpa hukuman kembali.

Milenial VS Old Style (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang