|Part 60| Atma dan Anala

660 127 17
                                    

Apa kau percaya? Bahwa pertemuan kita yang tak di sengaja adalah konspirasi dari semesta?

"Maaf, untuk semua makian yang kamu terima karena aku," ucap Prima yang duduk di bibir ranjang sembari menatap mata Panji yang begitu meneduhkan.

Panji pun hanya bisa menggeleng. Panji mengelus lembut rambut Prima yang terurai dengan wajah yang pucat pasi. Senyum terukir jelas di sana membuat hati Prima menghangat seketika. Panji tak pernah mempersalahkan apa pun yang telah ia lakukan, karena sejatinya ia berjuang untuk orang yang ia sayang.

"Kalau bukan aku, siapa lagi yang melindungi kamu?" Panji kemudian menatap mata Prima dalam. "Percaya gak? Kalau pertemuan kita adalah konspirasi dari alam semesta?"

Prima menyatukan kedua alis tebalnya mencoba untuk berpikir. "Enggak. Emang kenapa?"

"Dulu kamu orang yang gak aku kenal, sering aku sakiti, gak pernah aku anggap, bahkan dengan bodohnya aku permainkan kamu, tapi sekarang kamu jadi orang yang paling aku sayang. Semesta mengizinkan kita untuk merasakan betapa sakitnya berjuang untuk sebuah kebahagiaan yang ada sekarang," balas Panji dengan kata-kata yang serius membuat Prima menatapnya dengan tatapan sendu.

"Sampai kapan pun aku akan berjuang untuk kamu. Di sini kamu gak sendirian. Masih ada aku yang selalu ada untuk kamu. Terkadang kita harus bertahan untuk orang yang kita sayang. Harus menahan derita demi kebahagiaan orang yang kita cinta. Itu adalah sebuah perjuangan dari cinta yang sesungguhnya," ucap Panji lagi.

Setetes air mata jatuh membasahi pipi milik Prima. Tak kuasa untuk mengutarakan kata-kata, hanya bisa di rasakan dan di lampiaskan begitu saja. Genggaman tangan itu lembut seolah menyalurkan sebuah rasa kebahagiaan. Bahkan ketika air mata itu terjatuh, Prima masih sempat tertawa dan bahagia di saat bersamaan. Ini bukanlah air mata kesedihan, tapi sebuah air mata kebahagiaan karena ia menemukan seorang pria yang pantas untuk di perjuangankan.

Panji yang melihat pacarnya menangis pun hanya bisa tersenyum dan menghapus air mata itu dengan santai. Ia tak mau air mata itu jatuh karena dirinya. Sudah cukup baginya. Di saat mereka sedang menyalurkan rasa, tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan sangat kuatnya membuat mereka berdua menatap ke arahnya.

"Udah berduaan nya? Kamu di cari sama keluarga kamu di bawah. Jangan pernah bawa-bawa anak saya! Urus keluarga kamu sendiri dan jangan libatkan anak saya," ucap Rita sembari menarik tangan Prima membuat Prima mau tak mau berdiri.

"Ma," ucap Panji mencoba untuk menahan sang mama.

"Buruan sana! Saya tak mau lihat wajah kamu lagi. Sudah merepotkan sok baik pula," ucap Rita yang tak suka pada Prima.

Prima pun mencoba untuk tersenyum pada Panji yang menatap penuh khawatir pada dirinya. Prima mencoba untuk menguatkan dirinya. Ia berjalan mendekati Rita dan menjulurkan untuk berpamitan, tapi bukannya membalas wanita paruh baya itu justru mengacuhkannya membuat Prima harus menarik tangannya kembali. Ia kemudian berusaha untuk tersenyum lagi pada Panji yang sudah emosi melihat itu.

"Aku pamit, ya. Kamu sehat-sehat di sini. Permisi Tante." Prima kemudian melambaikan tangan dan mencoba untuk tersenyum saat meninggalkan kamar itu.

"Mama seharusnya gak melakukan itu sama dia," ucap Panji pada sang mama.

"Melakukan apa? Bukankah cinta kalian tak akan pernah bersatu? Ingat ini Panji. Kamu adalah harta berharga bagi mama. Kamu harapan kami. Seminggu lagi setelah ulangan selesai, kamu akan berangkat ke Amerika, untuk apa kamu menjalani cinta dengannya?" tanya Rita dengan suara meninggi membuat Panji menatapnya.

"Ma, aku juga pantas bahagia! Selama ini aku selalu sabar. Hanya ada Lisa di hati mama dan papa. Sementara Panji? Hidup dengan harta namun tak pernah di berikan kasih sayang dan cinta. Cuman Prima yang mengerti Panji. Di saat Panji jatuh, Prima mengulurkan tangannya. Bahkan Prima sendiri yang mengatakan bahwa keluarga lebih penting dari segalanya, tapi Panji gak pernah merasakan bahwa Panji penting bagi kalian. Apa salah Panji ma?" tanya Panji dengan suara yang bergetar hebat.

Tak bisa di tahan lagi itu lah yang ia rasakan. Sudah belasan tahun ia mencoba untuk menahan semuanya. Menjerit dalam hati dan tak bisa meluapkan itu semua. Hatinya sakit bersamaan dengan sesak yang tak terkira kala ia melihat kedua orang tuanya lebih memperhatikan adiknya dari pada dirinya. Apakah sebagai seorang anak ia tak pantas untuk merasakan apa yang adiknya rasakan? Jujur ia lelah dengan semuanya. Ia tak mau hidup kaya, namun tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia tak mau itu. Yang ia butuhkan bukanlah harta, tapi kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

"Kamu harus melupakan dia. Bagaimana pun dia adalah sebuah penghalang untuk kamu menuruti apa kata mama," ujar Rita mengalihkan pandangannya.

"Apa Panji harus mencoba untuk mengerti kalian berdua? Sementara kalian tak pernah tahu apa yang Panji rasakan selama ini?" tanya Panji menatap sang mama yang berdiri di tempatnya dan hanya diam tak bersuara.

Rita seolah tak bisa berkata-kata di tempatnya. Ia membuang muka berusaha untuk menahan semuanya. Pertama kalinya anaknya mau terbuka atas rasanya. Tak pernah satu pun ia dapatkan Panji akan terbuka seperti ini pada dirinya. Namun kala ia melihat anaknya yang meneteskan air mata, pertahanan Rita tak sanggup lagi menahan semuanya. Ia terduduk lesu di bibir ranjang dan tak kuasa untuk menahan air matanya. Ia tak kuasa menahan segala keluhan yang diberikan oleh anaknya.

"Maafin mama," pinta Rita dengan air mata yang menetes di pipinya.

Panji diam. Lelaki itu seolah melampiaskan rasa sakitnya selama ini pada sang mama yang tak pernah mau mengerti pada dirinya.

"Meminta maaf adalah dengan cara kita merubah perilaku kita. Ada satu hati yang terus mama sakiti selama ini. Di asingkan dan tak pernah di anggap ada. Seolah di buang namun di berikan banyak harta. Selalu di nomor duakan padahal aku ini anak mama. Kalau mama anggap aku gak punya hati, mama salah. Aku adalah orang yang menutupi luka dengan perilaku menghindari dan tak mau melihat wajah kalian semua," jawab Panji mencoba untuk meneguhkan hatinya.

"Mama gak bermaksud untuk melakukan ini. Mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Hanya itu," balas Rita dengan air mata.

"Biarkan Panji bahagia bersama Prima."

"Mama gak bisa mengabulkan keinginan kamu itu," sahut Rita.

"Keluar ma!" teriak Panji.

"Dengarkan ma ----"

"Panji mohon keluar." Panji begitu marah dan tak suka saat mamanya tak merestui mereka tanpa alasan yang pasti.

"Keluar!"

Teriakan Panji yang begitu kuat membuat Rita keluar dari kamar anaknya dengan air mata yang menetes deras. Panji hanya bisa mengusap wajahnya kasar kala lagi dan lagi ia tak pernah di berikan kesempatan untuk melakukan apa yang ia suka. Ia selalu di tekan dan di paksa untuk melakukan apa pun yang tak ia suka. Sama seperti Prima yang merasakan hal yang sama.

#TBC

Gimana part kali ini guys?

Give me VOTMENT please 😍

Jangan lupa untuk follow akun Wattpad Shtysetyongrm ya. Dan follow juga akun Instagram Shtysetyongrm. Tak kenal maka tak sayang guys. Cus lah 🦄

Milenial VS Old Style (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang