Ada yang kangen sama Vana?
Happy reading!
.
.
.“Airaeva! Kenapa kamu bawa pewarna rambut ke sekolah!”
Suara teriakan menggema di ruangan kelasnya. Aira berdiri, menundukkan kepalanya malu. Semua tatapan sedang tertuju padanya. Ini bukan kali pertama dia terkena masalah. Sudah berkali-kali dia terkena masalah, sampai semua barang penting miliknya disita oleh Gebra—kakak pertamanya.
Sekilas Aira menatap sahabatnya, Anggita. Melalui tatapannya, dia bertanya apa yang harus dia lakukan saat ini. Anggita mengangkat bahunya pertanda tidak tahu. Kemarahan Bu Rida sudah di ujung tanduk. Alasan apa pun pasti ditolak mentah-mentah.
Apa yang harus dia lakukan?
Apa?
Apa?
Tunggu, di dalam tasnya ada berbagai macam make up milik Anggita. Ya, semua ini adalah milik Anggita. Sudah dijelaskan berulang kali tapi Anggita tidak pernah mendengarkannya. Alhasil dia yang terkena imbas, ralat, dia sendiri yang menyerahkan diri demi melindungi Anggita. Pasalnya, Anggita adalah murid beasiswa di sini. Sedikit saja Anggita berbuat ulah, maka beasiswanya akan terancam.
Sialnya, Bu Rida mengeluarkan semua isi tasnya. Buku, alat-alat make up seperti; bedak, lipstik, lipbalm, liptin, bulu mata palsu, eyeliner, dan lainnya. Jantung Aira memberontak, berdegup kencang serasa habis berlari marathon. Aira kembali menatap Anggita, meminta gadis itu menolongnya. Namun sia-sia, Anggita hanya meminta maaf dengan isyarat bibirnya.
Suara teriakan dari seseorang membuat Aira menatap ke sumber suara. Seorang gadis dengan rambut dikepang dua menjerit histeris saat melihat barang yang Bu Rida keluarkan. Perlahan Aira menatap ke arah gadis itu tatap. Ternyata—
“Airaeva, ini sudah keterlaluan.”
Sebuah testpack masih baru.
Gila, Anggita gila! Habis ini, habislah gadis itu dicabik olehnya. Sebelum itu, terlebih dahulu dia terkena cabik kedua kakaknya berserta kedua orang tuanya.
“Bu! Itu bukan punya saya, Bu! Itu pun—“ Ucapan Aira terhenti saat melihat Anggita yang menggelengkan kepalanya. Kelopak mata Aira dipejamkan sejenak, lalu dia buka kembali setelah hatinya benar-benar damai. “Itu punya bunda saya, Bu. Gabriel pasti sengaja masukin itu, iya, iya Bu!”
“Sekarang kamu ikut Ibu ke ruang, BK!” perintah Bu Rida tegas, “ketua kelas! Beresin semuanya dan bawa ke ruang BK!” Setelah itu, Bu Rida menarik tangan Aira menuju BK. Tarikannya begitu keras. Bukan sakit yang Aira rasa, tapi rasa malu. Semua orang menatapnya dengan pandangan miris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Friend?
Teen Fiction"Lo seriusan mau temenan sama gue? Gue miskin loh, gak jijik emang?" tanya Anggita yang langsung dibalas gelengan oleh Aira. "Mau. Gue anggap semua orang itu sama. Miskin kaya, pinter dan gak pinter, gue gak peduli. Di mata gue, semua orang itu sam...