Happy Reading
Awalnya mau update besok aja, tapi ternyata tenaga full kembali setelah diberikan asupan wkwk. Jadi, selamat membaca^^
.
.Suara pintu kamar diketuk beberapa kali. Mendengar itu Aira langsung bersembunyi di balik selimut, berpura-pura tertidur. Melihat Gebra membuat nafasnya tercekat. Dia tidak sanggup mengobrol dengan Gebra. Bayang-bayang kemarahan Gebra selalu saja terputar di otaknya, menyebabkan ketakutan mendadak.
Pintu kamar terbuka. Langkah pelan semakin keras, mendekati kasur. Selimut yang Aira kenakan disibak. Matanya masih terpejam. Berakting menjadi putri tidur. Dia tidak mau keluar bersama Gebra, meski ada Gabriel bersamanya. Bukan benci, lebih ke arah takut. Belum siap menerima kemarahan Gebra lagi.
Tadi sore Gebra memberikannya buku diary dan handphone baru. Dikarenakan handphone-nya sudah rusak parah, mau tidak mau dia menggunakan handphone pemberian Gebra. Handphone kali ini lebih unggul dari handphone sebelumnya hanya saja berbeda merk.
“Ai, ayo kita berangkat. Kak Gebra udah nungguin kamu di bawah. Kita makan malam bersama di luar.”
Ah, Gabriel.
“Kamu pura-pura tidur ‘kan?” Gabriel bertanya sambil menepuk-nepuk pipi Aira.
Aira mendengkus kesal. Bangkit di posisi tidurnya, menatap sang kakak kesal. Jari telunjuknya tertempel di hidung, meminta Gabriel untuk tidak berisik. Dia ingin pura-pura tertidur agar dia tidak ikut pergi makan malam bersama kedua kakaknya. Alasannya karena dia takut dekat dengan Gebra. Dulu dan sekarang berbeda. Dulu dia sangat ingin bersama Gebra setiap saat, tapi sekarang bahkan semenit saja dia sudah ketakutan.
“Aku enggak mau makan malam di luar, Kak. Bilang sama Kak Gebra aku tidur,” rengek Aira. Ingin menjatuhkan punggungnya kembali ke kasur, tapi Gabriel menahannya.
“Kamu nyuruh Kakak bohong, Ai?” Aira bergeming. “Sebenci itu sama Kak Gebra, Ai?”
Aira menggeleng cepat, menepis tuduhan itu. “Aku enggak pernah benci siapa pun apalagi Kak Gebra! Aku ... aku cuma takut Kak. Aku takut, aku mohon Kakak jangan paksa aku. Aku takut buat salah dan lihat Kak Gebra marah lagi. Aku enggak siap.”
“Tapi Ai, Kak Gebra enggak semenakutkan itu. Dia marah karena kamu buat salah, setelah kamu dihukum Kak Gebra akan menjadi Kak Gebra yang dulu kita kenal.”
“Enggak! Kak Gebra udah berubah jadi monster.”
“Ai,” tegur Gabriel.
“Gabriel, biarkan Aira di kamarnya. Kita makan berdua saja.” Tiba-tiba suara berat seorang pria dewasa membuat Aira tersentak kaget. Keduanya, Aira dan Gabriel mendongkak menatap pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Friend?
Fiksi Remaja"Lo seriusan mau temenan sama gue? Gue miskin loh, gak jijik emang?" tanya Anggita yang langsung dibalas gelengan oleh Aira. "Mau. Gue anggap semua orang itu sama. Miskin kaya, pinter dan gak pinter, gue gak peduli. Di mata gue, semua orang itu sam...