19. Tamparan Untuk Aira🌱

277 39 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading



“Airaeva!”

Aira langsung terkesiap mendengar bentakan seseorang. Cepat-cepat dia bangun dari tidurnya. Kakaknya, Gebra sedang berdiri di samping tempat tidur. Kemarahan tercetak jelas di wajah tampan dan rupawan milik kakaknya. Handphone Aira berada di genggaman tangan Gebra, begitu eratnya sampai casing polos yang menjadi pelindung handphone terlepas.

Ada apa? Aira bingung sekali. Mengapa kakaknya ada di sini, berteriak dan mengagetkannya. Beberapa detik lalu dia masih berada di alam mimpi. Setelah kejadian menyesakkan di sekolah, dia masih diberikan kesempatan untuk bermimpi indah. Namun mimpi itu berhenti saat suara menggelegar milik kakaknya hampir memecah gendang telinga Aira.

Ditunjukkannya aplikasi membaca itu. Tampak perpustakaan online di sana. Di bawahnya terdapat setengah garis berwarna oranye, menandakan bahwa dia sudah membaca setengah dari novel-novel online itu. Nafas Aira tercekat, keringat dingin bercucuran membasahi pelipisnya. Anggita ... Anggita yang membaca itu, bukan dirinya.

“Kamu baca ini?” tanya Gebra dingin. Aira bergeming, kepalanya tertunduk ketakutan. Cengkeraman pada handphone itu semakin erat dan—

Brak!

Gebra membanting handphone Aira ke dinding. Layar handphone yang semula mulus, kini retak menjadi beberapa garis. Tubuh Aira semakin gemetar. Kepalanya masih tertuju ke selimut yang menutupi kakinya. Bagaimana? Apa yang harus dia katakan? Tidak mungkin dia mengatakan bahwa Anggita yang membaca itu.

“Kakak tanya sekali lagi, kamu baca itu?” ulang Gebra, bertanya untuk yang kedua kalinya. Giginya menggertak, kedua tangannya mengepal kuat. Emosinya sedang diujung tanduk.

“Ma-maaf—“

Plak!

Untuk pertama kalinya Gebra menampar Aira. Wajah Aira terhuyung ke samping. Tamparan yang diberikan Gebra begitu keras sampai sudut bibirnya robek dan berakhir mengeluarkan darah. Kulit Aira yang putih bersih memperlihatkan jelas bekas tamparan itu. Sakit akibat tamparan ini tidak seberapa dibanding rasa sakit di hatinya.

Kakak yang sangat Aira sayangi, tega menamparnya. Bisa dikatakan wajar Gebra melakukan ini. Gebra tidak ingin Aira terbawa arus negatif. Namun, dia tidak bisa membohongi rasa sakit ini. Sangat menyakitkan, panas di area pipi kanan dan juga hatinya. Air mata Aira bercucuran, tak mampu lagi menahannya. Sementara Gebra, pria itu membelakangi adiknya. Ditatapnya telapak tangan kanan, ini kali pertama Gebra menampar Aira.

“Kakak marah Aira. Kamu sudah banyak mengecewakan Kakak. Sampai lagi Kakak lihat kamu berulah, Kakak sendiri yang akan turun tangan ngurus kamu,” kata Gebra, tanpa membalikkan tubuhnya. Dia takut jika dia menatap wajah memelas adiknya, dia akan lemah. Benar apa kata kakak sepupunya, dia harus sedikit tegas. “Kamu jangan mengajarkan pada temanmu untuk ikut hal-hal kotor seperti ini. Itu sama saja kamu mengotori nama baik keluarga ini. Kakak gak tahu, sebenernya Kakak ini salah apa sama kamu Ai, Kakak kurang apa?”

Hello, Friend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang