Happy Reading
Dilarang menyamakan Gebra sama Davier. Beda weh wkwk______________
Tubuh Aira terbanting ke lantai. Diseret ke sana dan ke sini layaknya karung beras. Dicekik sampai nafas Aira tersisa setengah baru dilepas oleh Gebra. Dalam keadaan hancur Aira masih bisa berdiri meski seluruh tubuhnya remuk. Tidak sampai di sana, Gebra dengan kemarahannya menarik Aira kuat-kuat dan—
Plak!
Sekali lagi, tamparan Gebra mendarat di pipi Aira. Wajah Aira terhuyung ke samping, darah segar mengucur di sudut bibir Aira. Rambut berantakan dan pakaian kusut berbau alkohol. Selain menangis Aira tidak bisa berbuat apapun lagi. Mulutnya dibungkam menggunakan sehelai kain. Tangisannya mungkin membuat Gebra muak, jadilah Gebra menutup mulutnya.“Di mana?! Di mana para bajingan itu menyentuhmu? Di sini ‘kan?!” Pria dewasa itu menunjuk telinga. “Atau di sini? Atau di seluruh tubuhmu?!”
Aira menggelengkan kepalanya. Menatap kakak tertuanya penuh harap. Lebih menyeramkan ketimbang singa yang sedang mengamuk atau monster di tengah-tengah hutan. Kuku sedikit runcing menekan bahu Aira hingga kuku-kuku itu menancap ke kulit Aira.
Sudah Anggita ....
Lalu sekarang Gebra?
Anggita melukai batinnya dan Gebra melukai fisiknya. Seorang pria penyayang seperti Gebra mampu menyiksa fisiknya. Ini bukan Gebra yang Aira kenal. Sosok Gebra yang Aira kenal sudah menghilang, menyisakan sosok Gebra baru yang teramat menyeramkan.
“Kamu dengar Aira?! Kakak malu punya adik kayak kamu, dan mama papa juga malu punya anak kamu. Gimana kalau mereka tahu Aira? Mereka kecewa berat! Dan lebih parahnya lagi kamu paksa-paksa temen kamu buat ikutin keburukan kamu?!” Gebra mendorong keras tubuh Aira. Suara ‘brak’ terdengar setelah tubuh Aira menubruk meja.
Memaksa Anggita?
Ingin Aira tertawa sekencang-kencangnya. Merasa dipermainkan oleh orang yang sangat dia percayai. Luka yang Anggita torehkan lebih besar daripada luka yang diberikan oleh Gebra. Mengapa Aira begitu lemah? Mengapa dia tidak berusaha lagi menjelaskan semuanya.
Percuma, Gebra hanya mempercayai Anggita.
“Di club malam, minum alkohol bersama para lelaki asing? Tangan-tangan sialan itu! Aira! Kamu senang kan mereka melakukan itu?! Jawab!” teriak Gebra menarik Aira agar kembali berdiri dan menatapnya. Dia membuka penutup mulutnya, membiarkan Aira berbicara. Namun Aira tidak berkata apapun selain menangis dalam diam. “Jawab Kakak, brengsek! Jawab!” desak Gebra, mengguncangkan bahu Aira.
Tetap saja Aira diam.
“Kamu terlihat menjijikkan Ai, sangat. Mirip seperti j*lang!” Dalam sekali tarikan Aira dimasukkan ke dalam kamar mandi. Menyalakan shower lalu mengunci gadis itu di kamar mandi. “Renungkan semua kesalahan kamu! Lima belas menit Kakak akan kembali, dan mendengar permintaan maaf kamu. Dengar?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Friend?
Roman pour Adolescents"Lo seriusan mau temenan sama gue? Gue miskin loh, gak jijik emang?" tanya Anggita yang langsung dibalas gelengan oleh Aira. "Mau. Gue anggap semua orang itu sama. Miskin kaya, pinter dan gak pinter, gue gak peduli. Di mata gue, semua orang itu sam...