45. Hilang Akal🌱

779 71 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading Pren. Maafin pacarnya Dave ya, telat update. Dan ini mungkin terakhir🥺

.



Anggita menatap cermin dalam diam. Otak dan telinganya seperti tak merespons apapun. Di dalam otaknya hanya ada Aira, Aira dan Aira. Sehari setelah dia bisa melihat dunia lagi, masalah bertubi-tubi menimpanya. Penyesalan telah mencabik-cabik seluruh jiwa dan raganya. Sampai detik ini dia belum mampu melihat papan nisan bertulis nama sahabatnya.

Bertahun-tahun dia berusaha membuat Aira menderita sampai keluarganya juga ikut membenci Aira. Sudah dilempari batu bara menyala yang membuat tubuh Aira melepuh tapi tetap saja gadis itu bertahan di tempat yang sama. Menolong orang tak tahu diri ini tanpa meminta imbalan. Dari dulu Aira tidak pernah melihat latar belakangnya, tidak melihat kondisi ekonomi dan masa lalunya, gadis itu menolongnya secara sukarela. Gadis itu bersyukur bisa berteman dengannya, bukankah terbalik? Seharusnya dia yang bersyukur bisa berteman dengan Aira.

Mata ini ....

Sekali lagi, Aira menolongnya.

Namun, bukannya berterima kasih dia malah memfitnah Aira. Menuduh Aira yang telah mendorongnya sampai buta, nyatanya jika Aira tidak mendorongnya dia akan tertabrak minibus. Memberikan mata gadis itu untuknya. Aira berhati malaikat, mengapa Tuhan memberikan teman iblis sepertinya?

Tes!

Air mata Anggita mengalir menetesi kertas hitam di meja. Kertas itu tertulis penyesalannya terhadap Aira. Semuanya sudah terlambat. Semuanya sudah hancur, tak bersisa.

Keluarga Aira amat sangat marah. Ini akibatnya jika dia bermain-main dengan keluarga Aira. Setiap detik yang dia lalui penuh perasaan waswas dan gelisah. Handphone, laptop dan barang elektronik lain sudah dia jual untuk kebutuhan sehari-hari terutama kebutuhan Melodi. Dia menjadi bahan Bullyan tetangganya, teman, bahkan orang asing yang mungkin mengetahui kabar ini. Kabar ini menyebar luas bak api yang membakar bensin.

Tubuhnya merosot, menangis sekencang-kencangnya di sana. Memeluk lututnya sendiri, erat. Dia ingin menyerah. Sudah dipenuhi penyesalan ditambah tragedi-tragedi baru yang menimpanya beberapa hari ke belakangan ini. Perbuatannya buruknya berdampak pada Melodi. Adik kecil yang tak tahu apapun juga ikut merasakan sakitnya.

Detik berganti detik, jam berganti jam, hari berganti hari Anggita sudah kehilangan kewarasannya. Tubuhnya kurus kering, rambutnya berantakan, kulitnya memucat. Dia tak lagi bisa mengurusi dirinya sendiri apalagi mengurusi adiknya. Pagi-pagi dengan penampilan seperti orang gila, Anggita datang ke makam Aira. Sepi, tak ada satu pun orang di sana. Angin bersilir-silir mengembuskan rambutnya. Dedaunan dari pohon beringin berjatuhan menimpa tubuhnya dan juga makam Aira.

Dia menjatuhkan tubuhnya ke tanah, memandang gundukan tanah dengan pandangan datar. Beralih ke papan nisan bertulis nama Aira.

Airaeva, sahabat yang dulunya tak pernah dia anggap telah pergi. Begitu lelahnya Aira sampai-sampai tak mengizinkannya meminta maaf? Kenapa harus pergi dahulu baru dia bisa sadar?

Hello, Friend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang