Katanya ada yang mau kirimin santet ke Anggita? Mana nih, masih nyebelin wkwk. Happy reading, siapin mental buat maki-maki si Angigit🥰
***
“Saya, Pak!”
Deg!
Nafas Aira tercekat. Menatap Anggita tidak percaya. Untuk pertama kalinya dia diam saja saat Anggita dihadapkan masalah. Betapa dia merasa bersalah telah membiarkan sahabatnya jatuh ke dalam lumpur. Andai dia tanggap dan tidak egois mungkin Anggita akan selamat. Namun dia takut. Membayangkan kemarahan Gebra membuat nyalinya menciut. Seluruh tatapan tertuju pada Anggita seorang.
Pak Ilham menunjuk Anggita, mengisyaratkan agar segera keluar mengikutinya. Pria bertubuh gempal itu keluar, diikuti oleh Bu Tantri di belakangnya. Tanpa menoleh dan mengatakan apa pun, Anggita pergi keluar.
Bahu Aira merosot ke bawah. Menelungkupkan wajahnya di balik lipatan tangan. Menangis tanpa suara di sana. Rasa bersalah ini telah menggerogoti rongga dalam tubuhnya. Bagaimana jika beasiswa Anggita ditarik? Atau, dihukum berat karena ini. Bisa juga Anggita diusir dari kelas utama. Tidak, dia tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi pada Anggita.
***
Masuk ke dalam asrama lawan jenis adalah pelanggaran yang cukup mengerikan. Aira pernah mendengar alumni sekolah ini sampai di keluarkan dan lebih parah lagi di blacklist. Sudah bertahun-tahun silam. Kisah ini langsung diceritakan oleh pemilik sekolah yaitu Devano Bhatia Cowdree, kakeknya. Meski dia tidak akan membiarkan kejadian seperti itu terjadi pada Anggita, tetap saja dia takut.
Untunglah, keberuntungan sedang ada di pihak Anggita. Hukuman Anggita terbilang ringan. Selama tujuh hari, terhitung hari ini, Anggita akan berdiri di tengah lapangan selama 15 menit saat bel istirahat dibunyikan. Memakai papan persegi panjang bertuliskan ‘Saya berjanji tidak akan masuk ke dalam asrama putra lagi’. Begitulah isi tulisan yang ada di papan tersebut. Tulisan bertinta hitam di tulis tebal.
Novalen setia menunggu Anggita. Berdiri di samping gadis itu, ikut terpapar teriknya sinar matahari. Aira merasa lega sekaligus cemburu. Lega, berkat bantuan Novalen, Anggita tidak merasa malu dan cemburu, karena orang yang dicintainya rela panas-panasan demi membuat kekasihnya tidak merasa malu.
“Udah selesai ‘kan? Ini minum.” Aira menyodorkan dua air mineral ke arah Anggita dan Novalen. Dengan senang hati Novalen mengambilnya, begitu juga Anggita.
“Thanks,” ucap Novalen, dibalas anggukan oleh Aira. “Oh iya, Git. Gue ke kelas dulu ya. Ada beberapa tugas yang mesti gue kerjain. Besok, lusa dan sampai tujuh hari ke depan gue akan temenin lo.” Sebelum pergi, Novalen mengusap pipi Anggita lalu berlari pergi meninggalkan Anggita dan Aira.
“Lain kali jangan buat janji palsu, Ai. Buat gue berharap lo bakal nolongin gue lagi,” ujar Anggita, meneguk air mineral sampai tersisa setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Friend?
Teen Fiction"Lo seriusan mau temenan sama gue? Gue miskin loh, gak jijik emang?" tanya Anggita yang langsung dibalas gelengan oleh Aira. "Mau. Gue anggap semua orang itu sama. Miskin kaya, pinter dan gak pinter, gue gak peduli. Di mata gue, semua orang itu sam...