17. Resmi Sakit Hati🌱

159 35 18
                                    

Semoga kalian dijauhkan dari manusia biadab macam Anggita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semoga kalian dijauhkan dari manusia biadab macam Anggita. Selamat membaca.
.
.

A

nggita bersembunyi di balik dinding, mengintip Aira yang sedang membasuh wajahnya. Berkali-kali gadis itu membasuh wajahnya, menahan air mata yang hendak terjatuh. Sambil bersembunyi, Anggita berpura-pura bermain handphone. Agar tidak dicurigai oleh orang lain.

“Udah Aira, lo gak boleh nangis. Seharusnya lo seneng akhirnya mereka bersatu. Iya! Lo harus bahagia! Ayo dong, bahagia. Ini sahabat lo sendiri!” omel Aira, menepuk-nepuk wajahnya menggunakan air. Sisi-sisi rambutnya sudah basah kuyup.

Sebelah sudut bibir Anggita terangkat, membentuk smirk. Betapa senangnya dia melihat Aira menangis. Di satu sisi gadis itu merasa sedih karena orang yang dicintai mencintai orang lain dan di sisi lain, Aira harus bahagia di depan orang yang dicintai dan juga sahabatnya. Bukankah sangat menyenangkan? Lebih baik dia menonton pertunjukan ini daripada melihat menonton film dengan rate mentok.

“Gue bisa. Oke gue bisa! Gue bilang berhenti! Jangan nangis lagi! Udah!” Aira berteriak, mengacak rambutnya frustrasi. Menarik dan mengembuskan nafasnya, dilakukan secara berulang.

“Gila, asik banget. Lebih seru lagi gue videoin,” batin Anggita, tidak henti-hentinya tersenyum. 

Aira berjongkok, menangis di lipatan tangannya. Tubuhnya bergetar hebat, menahan isak tangis. Sementara Anggita malah kesenangan, semakin Aira menangis dan menahan isak tangisnya itu, semakin Anggita menyukainya. Anggita menyukai penderitaan Aira.

Namun, penderitaan saat ini belum cukup. Ada banyak hal yang belum Anggita lakukan untuk membuat sahabatnya itu menderita. Dia menjadi sandaran sekaligus menjadi duri yang menyakitkan.

Perlahan Anggita keluar dari persembunyiannya, dia mendekati Aira. Mendengar suara langkah kaki, Aira langsung berdiri. Sontak Aira terkejut melihat Anggita dari kaca. Secepatnya Aira membasuh wajahnya menggunakan air. Menggosok-gosok matanya, berpura-pura kelilipan.

“Lo, lo kenapa Ai? Lo nangis? Ada masalah ya?” Rentetan pertanyaan terlontar dari mulut Anggita, “jangan bilang lo nangis karena kakak lo? Apa kakak lo marahin lo lagi?” Belum dijawab oleh Aira, Anggita bertanya lagi.

Aira menggeleng kemudian berbalik badan. Senyumnya mengembang sempurna, tangannya terentang bersiap memeluk Anggita. Gadis itu memeluk Anggita erat. Mengusap air mata yang tersisa di sudut matanya. Anggita tidak boleh tahu soal ini. Mungkin Anggita akan sangat kecewa ketika tahu kalau sebenarnya dia mencintai Novalen.

“Selamat! Cie udah gak jomblo lagi, gue seneng banget. Lo tahu gak? Gue yang udah usulin ngungkapin perasaan Novalen di depan umum. Gimana suka gak? Deg-degan?!” seru Aira nadanya ceria.

“Huh? Jadi, dia udah tahu Novalen suka sama gue? Ah, astaga, luar biasa. Pantes aja sampe kayak gini,” batin Anggita senang.

Pelukan Aira dilepas oleh Anggita. “Please, jangan alahin pembicaraan. Lo nangis kenapa? Ayok, cerita!” desak Anggita berpura-pura khawatir. Nyatanya memang dia sudah tahu penyebab Aira menangis.

Hello, Friend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang