*Happy Reading*
Semoga mental kalian baik-baik aja setelah baca cerita ini. Soalnya takut, sakit mental liat kelakuan Anggita yang buat gedek!
.
.“Hati-hati.” Aira melambaikan tangannya sambil tersenyum.
“Kamu juga. Belajar yang benar Aira, hari ini adalah ujian pergeseran dan beberapa Minggu lagi ujian semester. Apapun yang kamu capai nanti, Kakak akan sangat bangga. Lebih bangga lagi kamu dapat yang teratas. Kalahkan Novalen, apapun yang kamu minta Kakak akan mengabulkannya,” ujar Dave, berbicara di dalam mobil. Sementara Aira sudah berada di luar mobil, berdiri di pintu mobil.
Senyuman di wajah Aira tidak terhapus, gadis itu masih memamerkan senyuman manisnya. Dave sering menjanjikan ini. Janji yang pasti akan dikabulkan oleh pria si pemilik wajah tegas rupawan itu. Ucapan Dave tidak main-main, meski menurutnya terlalu main-main. Tempo hari, saat ujian pemeringkatan Dave menjanjikannya sesuatu dan langsung ditepati.
“Kakak janjiin ini juga sama Shana ‘kan?” tanya Aira. Sudah bisa menebak. Pria itu akan membuat kesepakatan dengannya atau Shana. Entah itu ujian atau ujian pergeseran kelas. Dave berharap Shana masuk ke dalam kelas utama, sama sepertinya.
Sebelah sudut bibir Dave tertarik ke atas. Telunjuknya mengetuk singkat setir, lalu tatapannya teralih ke Aira. “Kamu selalu tahu itu Aira. Shana sudah nyaman dengan kelas itu, mangkanya dia sengaja menerka standar agar tetap ada di kelas itu. Kakak tahu itu, pasti kamu belum tahu ‘kan?” Refleks Aira menggeleng. “Otak Shana itu sebenarnya mampu bersaing di kelas utama.”
Ah, ini penipuan. Mengapa Aira baru mengetahuinya sekarang? Andai Aira dan Shana sekelas, mungkin seru.
“Pokoknya kamu semangat. Jangan terlalu terlibat dengan kasus. Itu buruk untuk kesehatan mentalmu. Sampai Kakak dengar kabar kasus kamu lagi, Kakak langsung usut sendiri. Ngerti kamu Aira?”
Aira mengangguk. “Iya.”
“Kakak ke kantor dulu.”
“Hati-hati.”
Mobil Dave melesat jauh membelah jalanan. Aira berdiri, menatap mobil itu sampai benar-benar menghilang. Kala mobil itu tak lagi terlihat di matanya, garis senyum itu ikut pudar. Menyisakan lempengan ingatan kemarahan Gebra, serta kemarahan kedua orang tuanya yang enggan memberikannya nasihat. Lebih baik dia dimarahi habis-habisan daripada tidak sama sekali. Lebih baik beberapa saat marah, dan beberapa saat kemudian semua masalah mereda. Kedua orang tuanya seakan muak dan kabur begitu saja.
Tubuh Aira berbalik, tidak sengaja melihat sepasang kekasih sedang berboncengan mesra. Pasangan itu adalah Anggita dan Novalen. Betapa mesranya mereka berdua. Novalen yang mengendarai motor berbeda, lebih mewah dari biasa yang sering digunakan Novalen dan Anggita yang memeluk Novalen erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Friend?
Teen Fiction"Lo seriusan mau temenan sama gue? Gue miskin loh, gak jijik emang?" tanya Anggita yang langsung dibalas gelengan oleh Aira. "Mau. Gue anggap semua orang itu sama. Miskin kaya, pinter dan gak pinter, gue gak peduli. Di mata gue, semua orang itu sam...