Gwaenchanha?

163 72 0
                                    

Masih di bawah langit siang di musim dingin desa Gamcheon, di depan gerbang kayu mungil bercat putih, tampaklah sebuah rumah khas Gamcheon dengan warna-warninya, kombinasi kuning, pink, biru, bahkan hijau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih di bawah langit siang di musim dingin desa Gamcheon, di depan gerbang kayu mungil bercat putih, tampaklah sebuah rumah khas Gamcheon dengan warna-warninya, kombinasi kuning, pink, biru, bahkan hijau.

Diana menyempatkan menggigit bibir bawahnya yang kenyal sebelum melangkah mendekat ke arah gerbang kayu bercat putih di hadapannya itu untuk lantas memencet tombol bel interkom di sisi gerbang.

Berjalan pelan mendekat tanpa menderapkan sebatu boots-nya, Diana menyempatkan membaca basmalah, sebelah telunjuk tangannya ia mainkan memencet tombol bel interkom, tetapi tertahan, ponselnya berderit.

Gerak telunjuknya tertahan berganti kepal, merutuki ponselnya yang berdering tanpa sopan santun itu dalam senyap, mengambilnya cepat dalam sling bag-nya.

"Kembali ke Seoul!"

Tanpa sapaan yang lebih ramah, penelepon itu langsung bicara dengan nada tinggi memekakkan rungu Diana.

"Kembali ke Seoul? Tidak bisa. Aku sudah mengeluarkan banyak won untuk naik KTX hari ini," tegas Diana.

Terdengar decakan si penelepon yang tak lain adalah Juna, paman Diana yang bekerja menjadi konsultan keuangan di salah satu perusahaan di Seoul. Sebelumnya Diana tinggal bersama pamannya yang masih berumur 31 tahun ini bersama istrinya di salah satu apartemen di Seoul. Awalnya, mereka berdua menentang keras atas laku Diana memilih opsi kedua Chanyeon itu, tetapi gegara Diana yang sudah gegabah memilih opsi ke dua tanpa menelepon mereka berdua untuk meminta jalan keluar di pagi itu, mereka mengalah.

"Hanya 56.000 won, pulang-pergi 112.000 won, aku bisa menggantinya. Cepat pulang!"

"Tidak. Aku tidak bisa pulang sebelum menemuinya," sangkal Diana.

"Jangan bengal, kau mau aku beri tahu ibumu? Beri tahu kelakuanmu ini agar dia menangis lagi, Di?" ancam Juna.

Diana meneguk ludahnya. "Kak ...," sebutnya. Paman Juna-nya lebih suka dipanggil kakak daripada paman.

"Cepat kembali ke Seoul!"

"Kak ...." Suara Diana tambah memelas.

"Cepat kembali ke Seoul, aku hanya tak ingin kau kecewa lagi. Aku tak ingin kau menangis untuk ke sekian kalinya, Di." Oktaf bicara Juna menurun, ia melas.

"Kak ...." Diana terus menyebut begitu.

"Ini untuk kebaikanmu. Anggap saja dia tidak pernah hadir dalam hidupmu, Di."

Go Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang