Father

153 72 5
                                    

Di halaman rumah Chanyeon dengan butiran salju yang baru turun, menjatuhi tubuh mereka berdua, nada bass Chanyeon memonoton himpunan kata sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di halaman rumah Chanyeon dengan butiran salju yang baru turun, menjatuhi tubuh mereka berdua, nada bass Chanyeon memonoton himpunan kata sebelumnya.

"Tidak apa-apa. Aku percaya padamu, Anna." Chanyeon mengulas senyum hingga memamerkan lesung pipitnya.

Diana masih membisu. Seperti tidak percaya akan laku Chanyeon yang mendadak ramah kepadanya. Menjadikannya teringat akan bagaimana Chanyeon menolongnya dari para preman yang menakalinya dulu. Setelah berhasil membaku hantam, lelaki jangkung ini mendesis kesakitan sebab sebelah kakinya cedera, mendekat ke arahnya yang duduk meringkuk ketakutan dalam kelam malam di pinggiran jalan setapak sempit yang ada, menayainya "Gwaenchanha-yo."

Diana mengurvakan bibir kenyalnya perlahan. "Gomawo. Kau berhasil menenangkanku lagi."

Mendengar ungkapan Diana barusan, Chanyeon justru mengernyit tak paham. Bertanya-tanya perihal apa maksudnya berhasil menenangkannya lagi. Ada kata "lagi" itu berarti ia pernah melakukan hal serupa sebelumnya. Ah, kapan? Anna pasti sedang ngelindur!

"Kau benar-benar Happy Virus, Oppa. Gomawo. Akhirnya aku sudah dapat tersenyum lebar lagi." Mimik wajah Diana langsung bertransfomasi cepat, semringah nian menyusutkan lara yang singgah. Bibirnya mengulang lengkung sempurna yang sempat usai sesaat lalu.

Itu berhasil membuat Chanyeon merasa aneh dengan gadis di hadapannya. Ngomong apaan, sih. Ngelindurnya makin parah.

"Menjauh dariku, Anna!" Kalimat tak acuh itu yang akhirnya lepas dari mulut Chanyeon, padahal sebelumnya ia berpikir ingin bersikap lebih baik lagi, menjawab "Iya, jangan menangis lagi". Raut mukanya yang hendak ia ulaskan untuk tersenyum pun akhirnya malah berubah cemberut.

Atas sentakan Chanyeon itu, Diana menggeser kakinya untuk memberi ruang Chanyeon lewat. Kemudian menyilakan dengan sebelah tangan layaknya penyambut tamu agung. "Silakan, Tuan Ji Chanyeon yang terhormat." Mengulas senyum manis.

Chanyeon membisu dengan netra mengamat apatis terbalut geli yang jelasnya dirinya sembunyikan, sikap Diana menurutnya sungguh gokil. Memilih berkilah dengan melirik ke sebelah tangan Diana yang memegang coat dan syal rajut yang malah dianggurkannya di suasana musim dingin, bahkan kini langitpun mulai membubuhkan salju, hanya menyisakan tutrlenek.

Apakah dia sudah gila? Dasar perempuan aneh! Chanyeon berdecak dalam senyap.

"Ya! Pakai coat-mu. Syalnya juga. Apakah kau sudah mulai tak waras? Barang penting di musim dingin ini malah kau anggurkan begitu saja. Kau mau sakit? Jangan harap aku hendak mengurusimu jika sampai itu terjadi!" decak Chanyeon. Entah mengapa ia bisa mengomel panjang begitu.

Diana meneguk saliva-nya. ulasan senyumnya pudar. Gerakan sebelah tangan kosongnya ala penyambut tamu agung ia usaikan. Sepasang manik mata cokelatnya menyorot ke arah sebelah tangan dengan coat dan syal rajut yang disinggung Chanyeon.

Go Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang