Mianhae

147 59 0
                                    

"Anna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anna ...." Bibir kenyal Chanyeon meliuk menyuara dengan lirih. Sepasang netra sipitnya terus mengilat ke arah ruang tengah rumah hanok.

Ada perasaan terkejut, tapi pula bangga yang meraup hati Chanyeon kini. Terkejut karena sosok gadis yang dirinya tahu hanya sebatas sebutan nama ternyata Diana. Bangga kerena sosok itu pula adalah Diana yang banyak membahagiakan wanita berwajah teduh pemilik rumah yang sangat disayangi dan dihormatinya, bukan orang lain.

Bukan orang lain? Kening Chanyeon mengerut mendapati asumsi dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya justru bangga mendapati Diana adalah gadis yang hanya dirinya tahu sebatas sebutan nama itu; Nana. Lalu ia tergelak dalam benak. Membodohkan dirinya jika benar-benar sudah tidak lagi waras.

Chanyeon meneguk salivanya. Ia sungguh malas dengan perasaan menjadi baik di mata Diana. Toh, Diana justru tak begitu suka kepadanya. Pertama; jelaslah karena dua opsi yang diberikannya dulu sebagai wujud balas budi dan asuransi kakinya yang keseleo. Kedua; Diana kerap apatis jika sedang bersamanya. Ketiga; perempuan itu kurang sopan santun dan selalu berbuat seenaknya kepadanya tanpa ada rasa rikuh. Benar, tanpa rasa rikuh, bahkan kemarin pagi dirinya hampir diguyur satu teko air dingin karena sulit dibangunkan.

Sorotan mata sipit Chanyeon berubah sinis ke arah Diana yang masih saja bercerita riang dengan lawan bicaranya. Ia mengerucutkan bibirnya, tapi perlahan malah memudar mengurva. Dan itu berhasil membuat dirinya merutuki diri sendiri dalam benak, bodoh dan tidak waras.

Jangan sampai tersenyum! Chanyeon mengomandokan bibirnya dengan mengerucutkannya lewat sebelah tangan. Mendadak merasa kacau dengan perilakunya sendiri yang ambyar. Ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama, harus segera pulang agar tidak menambah dosis ketidakwarasan.

Chanyeon menitah dirinya untuk bersegera pulang, melangkahkan kakinya pelan-pelan nian di lantai kayu untuk keluar rumah hanok.

Setelah pulang dan sampai di rumah, nyatanya Chanyeon masih saja kepikiran. Hatinya sungguh rancu antara riang dan pula masygul dengan sikap riangnya. Lagi-lagi, ini sungguh mengesalkan, sampai-sampai dirinya melakukan menonton acara televisi sebagai bentuk pengalihan, tapi tetap saja gagal.

Chanyeon mendesah. Ia memukul kepalanya sendiri dengan sebelah tangan. Ini pula sungguh melelahkan. Benar. Melelahkan karena dirinya menjadi membohongi dirinya sendiri, tak mau jujur jika dirinya memang tengah senang mendapati sosok yang selama ini dipenasarankan adalah Diana. Sungguh meresahkan!

Hingga akhirnya keresahannya teralihkan sesaat kemudian. Saat melirik ke lain arah, Chanyeon mendapati Diana yang tengah berjalan mengendap-endap seraya sebelah tangannya menenteng wedges yang dilepasnya agar tak melangkah derap, agar tidak membuat perhatian dirinya, tapi nyatanya sungguh atensi yang salah.

Langkah Diana tertahan, lalu senyum dipaksakan, alih-alih aksinya tak melangkah derap supaya tak ketahuan akan polah pulang di atas jam 11 malam, sungguh gagal total. Kini sosok lelaki bongsor berwajah oriental yang duduk di sofa sudah menatapnya jeli, memeluk kedua tangannya di depan dada, menyilangkan sebelah kaki dengan angkuh, penuh tuntutan penjelasan.

Go Away Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang