Rabu...
Setelah kejadian kemarin, Ana bertekad untuk tidak akan bertemu dengan Lingga dan ketiga teman Lingga. Ana merasa tidak enak dengan keempat cowo itu yang selalu ia repoti.
Ia kini tengah berjalan ditengah lapangan, tujuannya mempercepat perjalanannya menuju tangga. Tanpa sadar seseorang menyiram Ana menggunakan seember air dingin, membuat Ana berhenti berjalan.
"Kamu kenapa siram aku air Stevi?!"
"Karena gue muak liat muka lo," sahut Stevi santai membuat semua murid tertawa. Gedung sekolah Ana terdiri dari 5 lantai, dan semuanya menggerumung di pinggir pembatas dan melihat kebawah. Dan yang berada di bawah tak kalah banyak dengan yang diatas. Tawa mereka menggema, membuat kepala Ana rasanya pening.
"DIAM!!!!" pekik Ana membuat mereka semua terdiam.
"Ingat, kalian boleh ketawa hari ini. Tapi, jangan harap kalian besok bisa ketawa lagi! Asal kalian tahu aku bukan yang ngelukain Ina! Kalian salah!" ucap Ana yang membuat mereka terdiam.
"Emang ya, sifat manusia kayak gitu. Hanya mau lihat apa yang mereka lihat, dan gak mau mendengar apa yang diucapkan. Kalian hanya ingin mencampuri, tapi kalian gak tau apa yang terjadi!"
"Dan kamu Stevi, selamat! Kamu berhasil buat aku kecewa sama kamu! Dengan begini, jangan harap kamu Stevi, Lala, Kila dan kalian semua! Kalo kalian tau semua yang terjadi, jangan kalian minta maaf sama aku! Karena apa? Karena aku gak akan maafin kalian, jadi gak usah capek-capek karena itu GAK BERGUNA!" ucap Ana, ia berjalan melewati Stevi, Lala, Kila.
Saat melewati Stevi, Lala, Kila, Ana hanya melirik ketiganya. Mantan sahabat, itu akan cocok dengan sebutan mereka bertiga, Tunjung, Kasa dan juga Dion.
Semuanya terdiam, mendengar ucapan Ana. Begitu juga dengan Tunjung, Kasa, Dion dan Langit. Mereka yang menyaksikan itu juga ikut terdiam, jangan sampai mereka menyesal nantinya saat mengetahui fakta yang sebenarnya.
"BOHONG!" pekik Mentari yang mendengarkan sedari tadi Ana bicarakan.
"JANGAN PERCAYA SAMA ANA!!! AKU LIAT SENDIRI PAKAI MATA AKU!!! DIA NAU NGEBUNUH INA!" ucap Mentari, semuanya mengangguk percaya.
"IYA LAH, MANA ADA MALING NGAKU!!! YANG ADA PENJARA PENUH KALO MALING NGAKU!!!" teriak salah satu gadis di lantai 2.
"HUUUU!!! DASAR PEMBUNUH!!!!" ucap mereka. Namun Ana hanya diam, begitu juga dengan Stevi, Lala, Kila, Tunjung, Dion, Kasa dan Langit. Mereka berusaha mencerna ucapan Ana.
***
BRAK!!!
Mentari menggebrak meja Ana, sedangkan Ana mendongak. Menatap malas Mentari dan juga Cahya, ia kembali fokus ke buku pelajarannya.
"Dasar pembunuh, asal kamu tau. Ginjal Ina rusak," ucapan Mentari dapat didengar oleh penghuni kelas 11 IPA'2. Semuanya menatap Ana tak percaya, begitu juga dengan Tunjung, Dion, Kasa dan Langit.
Ana berdiri, lalu sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan. "Asal kamu tau juga, seseorang udah donorin ginjal nya ke dia!"
Ucapan Ana menimbulkan tanda tanya penghuni IPA'2. "Siapa yang donorin?" tanya Langit membuka suara, membuat semua menganggukan kepalanya.
"Seseorang yang mungkin, kamu benci?" ucap Ana, lalu ia pergi meninggalkan kelas. Membuat semuanya bingung, akan maksud ucapan Ana.
Kini Ana tengah berada di taman belakang sekolah, lima orang kini tengah mengerubungi nya. Mereka mem-bully Ana tiada henti, sedangkan Ana diam. Tak berniat sedikit pun membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART (REMAKE) || END
Teen Fiction(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!!) -------------------------------- #Heart series 1 Gadis cantik yang dibully karena dituduh ingin membunuh adik yang sekaligus adik kembarannya sendiri. Tidak ada satupun yang peduli. Semuanya malah semakin menyiksan...