Ana memasuki rumah dengan langkah gontai, ia menundukkan kepalanya saat sampai diruang keluarga. Disana terdapat Sigit, Rina, Ina dan Rey, yang tengah berbincang-bincang diselingi tawa. Namun suasana hangat itu berubah menjadi mencekam, kala Sigit membuka suara.
"Baru pulang kamu? Cepat, belikan kami makanan," Ana yang baru ingin protes tak jadi, karena melihat Sigit menatap tajam dirinya.
"Uang?" ucap Ana, namun balasan menyakitkan dari Sigit membuat Ana mengepalkan tangannya dibawah sana.
"Kamu kan punya banyak banget uang, hasil dari nge—jalang bukan?"
"AKU GAK SEPERTI ITU!!!!" teriak Ana membuat keempatnya terkejut, Ana langsung berlari menuju kamarnya. Dengan kasar ia membuka pintu kamarnya, ia mengambil koper besar miliknya yang disana sudah ada baju-baju, rok, celana dan seragam yang sudah ia siapkan dari seminggu yang lalu. Cukup sudah, penderitaan yang kini ia alami. Ana lelah. Ia mengambil barang-barang nya yang berada di meja belajar, mulai dari buku pelajaran, buku diary dan alat tulisnya. Ia menjatuhkan koper dan tas besar itu kebawah, melalui jendela kamar. Ia juga ikut turun kebawah melalui jendela kamarnya, tujuannya saat ini ialah apartemen. Apartemen yang ia beli menggunakan kerja kerasnya selama bekerja dibeberapa kafe, uang yang dari Rina ia simpan dengan baik di dalam ATM.
Ia memasuki taksi yang baru saja mengantar seseorang dikomplex ini, supir taksi itu terkejut dengan kedatangan Ana. "Pak, tolong taro barang saya," ucap Ana yang dituruti oleh supir taksi tersebut.
"EH NON, MAU KEMANA?!" teriak mang Udin, satpam rumahnya panik. Ia baru saja bangun dari tidurnya, dan mendapati Ana yang memasuki taksi. "Jalan pak, ke Apartemen xxxx," ucap Ana tenang.
"Tapi mbak itu—" Ana dengan cepat memotong ucapan supir taksi tersebut. "Biarin, jalan cepetan pak!"
Sedangkan didalam rumah suasana sangat mencekam. Rina menangis sangat kencang, Sigit tak memperbolehkannya untuk mengejar Ana. Semua akses didalam rumah ini ditutup, para ART dan beberapa bodyguard yang berada dirumah mau tak mau, tega tak tega menutup semua pintu dirumah dan akses untk keluar rumah.
"ANA, ANAK KAMU MAS! KENAPA KAMU TEGA BERUCAP SEPERTI ITU!!! Aku mau samper Ana,"
"Udahlah Mah, biarin aja Ana. Mau dia pergi, mati ntar juga dia balik lagi," ucap Ina santai sembari memainkan kuku-kukunya.
PLAK!!!
"Jaga ucapan kamu Ina!!!"
PLAK!!!
"Jangan pukul anak saya Rina!!!" Rina memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan kencang dari suaminya. Rey mengelus pundak Rina, ia lalu membawa mamahnya ke kamar dirinya. Suasana sudah sangat mencekam, kini ditambah dengan Ina yang menangis sembari memegang pipinya yang ditampar Rina.
"Sayang, kamu gapapa?" tanya Sigit kepada Ina, ia memeluk Ina dengan lembut. Mengelus rambut pendek Ina, sedangkan Ina mengangguk kecil. Didalam dekapan Sigit, Ina menyeringai tak lama tersenyum miring.
***
Ana memasuki apartemennya yang lumayan luas, ia memasukan koper-koper dan tasnya kedalam. Hfffttt, seharusnya dari kemarin ia menaruh barang-barang miliknya ke apartemen. Mau tak mau ia harus kembali ke rumah, untung saja ia pandai memanjat.
Jadi, rencana nya nanti malam ia akan memanjat ke jendela kamarnya. Ana merebahkan dirinya ke kasurnya, memandang langit-langit apartemen dengan pandangan kosong.
Kini ia akan belajar terbiasa sendiri, ia akan menjauh dari lingkup rumahnya. Disatu sisi ia tak tega meninggalkan Rina, ditambah tadi ia mendengar Rina yang menangis akan kepergiaannya. Disatu sisi ia kecewa, kecewa karena Rina yang sama sekali tidak menolongnya saat dihajar habis-habisan oleh Sigit. Ya, mungkin Rina dan Rey diancam? Entahlah, Ana tak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART (REMAKE) || END
Teen Fiction(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!!) -------------------------------- #Heart series 1 Gadis cantik yang dibully karena dituduh ingin membunuh adik yang sekaligus adik kembarannya sendiri. Tidak ada satupun yang peduli. Semuanya malah semakin menyiksan...