Bab 10

49 4 3
                                    

Seungwoo mengerutkan kening ketika ia melihat sang ayah pergi dengan terburu padahal mereka hendak makan malam bersama. Ia juga menatap sang kakak yang tengah sibuk dengan ponselnya, berbicara begitu lama dan lebih banyak mengenai hal-hal prosedural yang tidak dimengerti oleh Seungwoo.

Kemudian, Seungwoo menoleh pada sang ibu yang kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Well, sepertinya mereka hanya makan berdua.

"Bu, apa sedang terjadi sesuatu?" tanya Seungwoo yang berdiri di seberang meja dapur, memperhatikan Ibu.

Ibu menatap Seungwoo. "Ibu juga tidak tahu, Seungwoo. Sepertinya ada masalah dengan sistem komunikasi."

"Tapi kakak masih bisa menelepon."

"Ah, maksudnya dengan sistem komunikasi di kantor Perdana Menteri yang juga terhubung ke gedung kantor kementerian lainnya."

Seungwoo semakin bingung, sejak kapan HanTech mengurusi sistem komunikasi di gedung pemerintahan? Well, mungkin karena Seungwoo memang tidak pernah tertarik perusahaan keluarganya, jadinya dia tidak tahu soal itu. Dan lagipula, ada kakaknya yang sudah terjun ke dalam bisnis keluarga.

Seungwoo kembali menoleh dan memandangi kakaknya yang masih sibuk menelepon di ruang tengah.

"Masalah besar, ya?" tanya Seungwoo.

Ibu melewati Seungwoo dengan membawa tray berisi beberapa piring side-dish. Beliau melirik putra bungsunya lalu mendesah. "Sangat besar, Seungwoo. Jika kamu merasa sedikit tertarik dengan perusahaan keluarga kita, kamu pasti akan mengerti."

Seungwoo menghela nafas. Ibunya selalu bicara begitu. Tapi Seungwoo tetap tidak merasa tertarik dengan apa yang dilakukan sang ayah. Sejak perusahaan keluarga mereka berkembang pesat berkat inovasi dan kerja keras sang kakak, Seungwoo bisa saja masuk ke dalam management perusahaan tapi ia menolak.

Dibanding bekerja di perusahaan, Seungwoo ingin mendirikan firma hukumnya sendiri dan memberikan bantuan hukum pada orang-orang yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan perlakuan hukum yang layak.

Keluarganya jelas tahu ambisi Seungwoo ini, tapi mereka tidak pernah lelah untuk membujuknya untuk ikut terlibat di perusahaan.

"Seungwoo, bawa sisa makanannya ke meja, nak."

*****

Jinhyuk mengerutkan kening ketika ada beberapa orang memasuki rumah dan memasuki sebuah ruangan di mana pamannya tengah menghabiskan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia lalu menatap pada Bibi yang juga terlihat khawatir.

Mungkin ada sesuatu telah terjadi.

"Ada apa Bibi?" tanya Jinhyuk.

Bibi berusaha untuk tetap terlihat tenang, walaupun Jinhyuk tidak bisa dibohongi. Ia mengusap bahu Jinhyuk perlahan. "Tidak ada apa-apa. Habiskan makan malammu, oke."

Kemudian Bibi pergi meninggalkan Jinhyuk dan ikut masuk ke dalam ruangan yang sama. Jinhyuk mendengus pelan. Ia kemudian melirik pada ponselnya yang tergelatak di dekat mangkuk nasi. Sembari menyandarkan punggung di kursi, Jinhyuk meraih ponselnya dan mengecek media sosial.

Tidak ada sesuatu yang menarik, kebanyakan hanya membicarakan tentang gossip artis, politik atau bahkan hanya hal-hal kasual lainnya. Hingga, Jinhyuk menemukan sebuah akun yang terlihat aneh.

"Jinhyuk..."

Jinhyuk menoleh dan mendapati pamannya dan beberapa orang yang memakai pakaian formal jas hitam. Oh, Jinhyuk kini menyadari orang-orang itu memakai pin emblem PSS (Presidential Security Service). Mungkinkah..?

"Ya, Paman?"

"Kamu harus pergi ke suatu tempat dengan mereka."

Jinhyuk mengerutkan kening bingung. Ia berdiri dari kursinya lalu dari ujung matanya, Jinhyuk bisa melihat sikap Bibi yang semakin membuatnya bingung dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Terlebih dengan keterlibatan PSS.

The Great Deity - PART 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang