kunang - kunang

16 4 0
                                    

    Kami terlambat! Hari sudah menjelang sore tapi kami sampai ke basecamp pun belum. Memang masalah yang klise untuk kebanyakan pendaki. Sudah sepakat berangkat pukul segitu, berangkat pukul segini. Menyebalkan memang, namun karena memang sudah sering terjadi. Jadi ya.. yasudahlah. 

    Pendakian kali ini sebenarnya tidak terlalu istimewa. Kami mendaki salah satu gunung kota kami yang masih termasuk rendah. Dan kamipun sudah sering mendaki gunung ini. treknya yang pendek dan berbatu sudah kami kenali dengan baik. Namun tetap saja, mendaki malam itu sedikit membuat malas. Selain harus lebih waspada, suhu yang dingin juga cukup membuat kaki malas melangkah. 

    Kali ini aku mendaki dengan dua orang kawan. Yadi dan ahsan. Mereka kawan dekatku yang juga hobi mendaki. Beberapa kali aku mendaki dengan mereka. Jadi pendakian sedikit lewat dari jadwal bukan masalah sebenarnya. 

    Pada akhirnya. Tepat jam lima sore kami baru berangkat menjajal trek. Ternyata di perjalanan kami tersasar dahulu. Karena beberapa jalur ternyata berubah. Cukup lama memang kami tidak mendaki gunung ini. beberapa perubahan benar benar membuat kami pangling dan bingung. Namun tidak lama kemudian kami kembali ke jalur yang kami kenali. Sehingga tidak membuat perjalanan semakin lambat lagi.

    Pendakian saat hujan memang memiliki resiko lebih tinggi. Dan sialnya di pendakian ini hujan jahil sekali turun. Sudah terlambat, terkena hujan lagi. perjalanan yang benar benar tidak sesuai dengan ekspektasi. Tapi tidak apa, dihadapan alam memang tidak ada kepastian sama sekali. kita harus siap dengan segala kemungkinan.

    Saat hujan semakin deras. Dan setengah perjalanan sudah kami tempuh, kami berteduh di sebuah gubuk yang setelah kuingat ternyata bekas warung dahulunya. Banyak warung yang tutup dan menyisakan sisa sisa yang cukup menyeramkan jika dilihat sepintas. 

    Di gubuk itu bukan hanya kami bertiga. Seorang lelaki berusia dua puluhan juga sedang ikut berteduh. Kami menyapanya. Dan seperti biasa seorang pendaki selalu ramah dan menyenangkan untuk diajak bicara. Ternyata ia sedang ber – solo hiking.  yaitu mendaki seorang diri. pendaki seperti ini agak jarang ditemukan. Butuh pengalaman dan keberanian untuk melakukannya. setelah beberapa percakapan kami akhirnya berkenalan, namanya rahdi. 

    Rahdi berusia 25 tahun. Ia sedang berlibur dan sengaja melakukan solo hiking karena sedang ingin menambah pengalaman dan mengenal orang orang baru. Katanya ia sedang lelah dengan manusia manusia disekitarnya. Pendakian ini juga bentuk meditasi baginya. Agar lebih banyak merenung dan mengobati stress karena bekerja. Di usianya yang cukup muda, caranya berbicara membuat kami takjub. Bukan hanya menyenangkan untuk diajak bicara. Topik topik yang dia pilih juga hal hal yang menarik. 

    Ia bercerita bahwa alam kita sedang dalam bahaya. Banyak pencemaran lingkungan yang sudah sampai ke tahap berbahaya. Mulai dari emisi gas dari pabrik dan kendaraan bermotor. Yang membuat kualitas udara menurun setiap tahunnya. Dan menyebabkan pemanasan global. Belum lagi sampah plastik yang kian hari kian menyeramkan. Darinya kami tahu bahwa coca – cola dan pepsi adalah salah satu penyumbang sampah botol sekali pakai terbesar di dunia. dan sayang sekali kita terlalu abai untuk memperhatikan. Belum lagi krisis iklim yang kian hari kian parah. Ia menegaskan pada kami, bahwa sebagai manusia yang bergantung pada alam. Kita harus menghargai alam dahulu. Setelah itu, alam akan memberikan segala yang kita butuhkan. 

    Dia juga bercerita bahwa banyak satwa liar yang masih terjaga di gunung yang kami daki. Meski memang jarang terlihat karena di tempat kami biasa berkemah di pos tiga selalu ramai. Jadi mereka menjauhi areal perkemahan. 

    Hujan mulai reda. Kami melanjutkan perjalanan sambil berbincang tentang banyak hal. Kami yang masih duduk di bangku SMA belajar banyak dari sosok kang rahdi. Dia seperti pengganti dari kacaunya pendakian kami hari ini. dengan banyaknya ilmu yang kami dapatkan darinya. Sambil menjejakan kaki di permukaan tanah basah di malam hari. Dan menaiki batuan terjal dengan sinar dari senter kepala kami. Pendakian ini menjadi menyenangkan.

HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang