Fati masih menangis.. ia tidak tahu harus apa. Setiap kali ia hendak pergi kenangan bersama Mada terus berputar di kepalanya. Bagaimana ia dengan mudah tertawa dihadapan Mada. Dan tidak ada lagi yang mampu melakukannya.
Langit memang sudah gelap. Awan juga menutupi seluruh cakrawala. Hujan gerimis mulai menderas. Fati masih terduduk di taman favoritnya. Taman yang menjadi tempat istimewa bagi fati dan Mada.
Sebenarnya hanya satu pertanyaan dalam benak fati. Apakah Mada tau bahwa ia mencintainya?
Sungguh, jika ia sudah tau jawabannya maka itu lebih dari cukup. Tapi selama ini. Setelah sekian kali matahari terbit tenggelam. Setelah purnama berulang kali hadir di malam antara mereka. Fati tidak bisa melihat itu. Fati tak bisa yakin bahwa Mada juga tahu. Dan ia tidak punya cukup keberanian untuk mengungkapkan. Dan tak punya sedikitpun keinginan untuk menanyakan.
Akhirnya hujan deras mengungkung kota. Fati membiarkan tubuhnya habis kuyup oleh hujan. Agar air matanya menyatu dengan derasnya air yang jatuh dari langit. Agar tidak ada yang tahu bahwa fati sedang menangis. Tidak boleh ada yang tahu.apalagi mada. Akan kacau jadinya jika Mada tahu. Besok ia menikah.. ia akan bahagia. Pertanyaan dan perasaan bodohnya ini tidak boleh ada yang tau. Biar hatinya saja dan Tuhannya yang menyimpannya.
Namun mada tiba - tiba datang. Di tengah hujan deras itu mereka saling bertatapan. Fati menatap tak percaya sosok yang ada dihadapannya.
"Kenapa kamu disini?" Mada berteriak berusaha mengalahkan suara hujan.
"Tidak apa - apa, aku hanya sedang ingin hujam hujanan." Balas fati sambil tersenyum pahit.
"Jangan berbohong padaku fat, aku satu satunya orang yang tak bisa kamu bohongi."
"Memang kamu siapa? Malaikat?"
"Iya, aku kan malikat pelindungmu"
Tidak, ucap fati dalam hati. Jika kamu malaikat pelindungku, kenapa kamu tak tahu apa yang ada dihatiku. Jika kamu memang malaikat yang diciptakan untukku. Kenapa kamu menikah dengan orang lain. Kenapa?! Teriak fati dalam hati. Entah kenapa ia kembali menangis.
Tiba - tiba mada memeluknya. "Jangan menangis hanya karena aku akan menikah besok. Aku akan tetap ada kok. Kalau kamu butuh bantuan atau teman. Aku akan selalu ada sebagai sahabat. Sejak kecil kita sudah bersama. Tak mungkin aku meninggalkanmu begitu saja"
Tidak! Mada, jangan berikan pelukan ini. Ini akan menyiksaku untuk waktu yang lama. Jangan berikan senyuman itu. Itu akan membuatku sengsara. Tuhan.. jika memang dia bukan untukku biarkan rasa ini hilang. Bersama hujan deras ini. Bersama detik waktu yang selalu berlalu. Sungguh, jangan hukum aku dengan perasaan ini.
Fati terus berteriak dalam hatinya. Meluapkan semua rasanya. Tanpa mampu mengatakannya pada mada.
Hari itu, saat hujan deras. Hati seorang perempuan telah hancur tak bersisa. Kelak ia akan sembuh dari lukanya. Ia sadar, bahwa rasa sakit ini perlu ia rasakan.
Karena setiap rasa sakit baik untuk dirasakan. Lebih baik melihat hujan yang menyedihkan, daripada langit tak berbintang penuh kehampaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam
Short StoryTentang luka, hilang, remuk, hancur, dan segala kegelapan hati manusia