melayang

3 2 0
                                    

    Hari ini adalah hari yang cerah. Karena itu aku bersemangat untuk pendakian kali ini. aku bersama tiga temanku akan mendaki puncak tertinggi di kota kami. Kami ingin menikmati trek yang lebih menantang. Karena itu pendakian ini direncanakan dengan baik. 

    Budi, bono , dan dika. Merekalah yang hari ini menemaniku mendaki. Budi yang seorang kutu buku nampak kelelahan membawa tas besarnya. Bono sudah sering mendaki, jadi dia nampak santai santai saja. Dan dika entah kenapa ia tidak banyak bicara. Padahal biasanya dia yang paling berisik.

    Mungkin karena tepat sebulan yang lalu, ibunya meninggal. Ia memang hanya dibesarkan oleh ibunya. Sejak kecil ayahnya telah lebih dahulu meninggal. Jadi saat ini ia tak memiliki siapa siapa lagi. aku juga terkejut ketika dika memutuskan ikut dalam pendakian ini. padahal kukira ia masih butuh waktu untuk menyembuhkan diri. ketika kutanya kenapa dia ingin ikut dia bilang , dia ingin mengobati lukanya dengan mendaki.

    Kamipun sampai di puncak. Pemandangan yang menakjubkan terhampar dihadapan kami. Karena kami mendaki pagi. Jadi kami sampai ketika sore. Dan senja sedang indah indahnya. Gumpalan awan juga membentuk samudera yang begitu indah untuk dilihat. Benar benar menakjubkan. 

    Kamipun sibuk mengabadikan momen. Entah berapa foto yang telah kami ambil. Kami merasa ini adalah momen langka yang tidak boleh  dilewatkan. Karena itu kami sibuk seperti anak kecil di taman bermain. Namun ada satu orang yang tidak terlihat bahagia. Dika. Dia terlihat semakin muram. Karena khawatir, kami mencoba menghiburnya dengan beberapa lelucon. Diapun ikut tertawa dan kembali seperti biasa. Meski entahlah, bagiku dika terlihat berpura pura.

    Langit telah kehabisan cahaya. Malam segera tiba. Bintang mulai berhamburan. Dan bulan terlihat tersenyum di sudut langit lainnya. kamipun mulai memasak karena perut mulai meraung minta diisi. Kami memasak mie, nasi, sosis sapi, dan bakso. Makanan yang simpel saja. Karena laki laki seperti umumnya. Tidak mau ribet!

    Ketika malam mulai larut. Satu persatu dari kami mulai masuk ke tenda dan mengeratkan sleeping bag. Malam ini dingin sekali. dika terlihat yang paling duluan tidur. Kamipun satu persatu mulai memejamkan mata. 

    Subuh sekali aku terbangun. Karena tidak bisa tidur lagi akupun keluar tenda. Namun saat bangkit dari tidurku. Aku melihat dika sudah tak ada. Akupun bergegas keluar dan mencarinya. Namun ternyata diluarpun tak ada. Aku berkeliling mencarinya. Hingga mataharipun mulai terbit. Aku membangunkan yang lain. Untuk membantu mencari dika. 

    Matahari sudah berada di atas kepala. Kami sudah sangat khawatir. Hingga kini dika masih belum ditemukan. Kami menghubungi pengelola gunung. Dan tim SAR akan segera tiba. Ditengah rasa frustasiku aku mulai berjalan tanpa arah. Aku masuk ke hutan dan berharap menemukan dika. Setelah masuk lebih dalam.  diujung jalan setapak. Aku menghentikan langkahku.

    Sebuah tubuh menggantung di dahan sebuah pohon. Matanya terbelalak. Tubuh itu tergoyang goyang oleh angin. Pemandangan yang sangat mengerikan. Aku dekati tubuh itu. Dan aku mulai kehabisan nafas. Jantungku berderu keras. Tubuh yang melayang itu. Adalah Dika!

    Kamipun turun bersama jasad Dika yang dibawa tim SAR. Kami tak henti menangis sambil menuruni gunung. Kami tidak menyadari bahwa luka yang dirasakan dika lebih dari sekedar kehilangan atas kematian. Dika kehilangan semangat hidup. Dan kami tidak sadar sama sekali. bahwa mengobati luka yang tak bisa terobati, adalah dengan mati. Dan itu yang Dika rasakan.

HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang