Dahulu

5 1 0
                                    

     Kala adalah temanku sejak kecil. Kami bertemu saat masih berusia lima tahun. masih kuingat saat kami pertama kali bertemu. Sebuah rombongan mobil pindahan lewat di depan rumahku. Seorang anak laki laki melompat dengan semangat sambil memegang boneka dinosaurus berwarna hijau. Entah kenapa hatiku merasa senang. Sangat senang.
    Aku segera menuruni tangga dan mengatakan pada ibu bahwa kami akan segera punya tetangga baru, Dan mengajaknya pergi menyapa. Ibu yang sedang memasak mematikan sejenak kompornya dan mengabulkan permintaanku. Kamipun pergi ke rumah Kala, meski aku malu malu dan bersembunyi dibalik ibuku.
    Saat itulah, kami bertemu. Kala yang tampak keren dengan jaket merahnya tersenyum dan menyapa ibuku. Lalu menjulurkan tangan padaku sambil mengenalkan namanya. Nama yang sungguh akan kuingat selamanya. Akupun menjabat tangannya sambil gugup, dan mengatakan namaku “fati”
    Sejak saat itu, kami sering bermain. Kala yang ceria dan pemberani selalu mengajakku bertualang di semestanya. Dia yang selalu bilang bahwa ia ingin membuat roket suatu saat nanti. Dia akan belajar dan meraih cita citanya. Kadang ia bercerita saat kami pulang sekolah sambil menikmati eskrim kesukaannya, es krim cokelat. Atau saat kami sibuk bermain ayunan di taman dekat rumah, sambil menunggu orang tua kami menjemput.
    Karena rumah kami berhadapan dan jaraknya dekat. kami sering berkomunikasi dengan cara yang kami sukai. Dulu saat kecil kami iseng membuat telepon benang. Lalu setiap malam, kami berbicara satu sama lain. Kami bercerita tentang hal hal yang kami sukai. Aku yang menyukai bintang, atau Kala yang suatu hari nanti ingin menginjakan kaki di bulan. Mengingat hal ini aku hanya tersenyum. Berharap waktu bisa diulang.
    Tahun demi tahun kami jalani bersama. aku ingat saat kami telah duduk di bangku SMA. Banyak hal yang berubah. Mulai dari cara kami berkomunikasi. Kami berhenti menggunakan telepon benang. Sekarang kami menggunakan senter! Kami menggunakan senter untuk berkirim sandi morse. Bukankah keren? Saat itu kami menggunakan morse jika malam sedang cerah. Agar aku bisa sambil menikmati bintang. Dan Kala yang sejak kecil juga masih menyukai bulan. Dan berharap bisa kesana.
    Bagiku kala bukan sekedar teman. Kami juga saling mencintai. Ia selalu ada saat aku butuh bantuan. Seperti saat ibuku meninggal. Dia yang menghiburku hingga aku kembali seperti sedia kala. Mengusir jauh jauh rasa sepi. Senyumnya adalah senyuman yang selalu berhasil meneduhkan hatiku. Tawanya yang aneh juga selalu membuatku ikut tertawa. Cara kami bercanda setiap hari. Kehadirannya tak tergantikan untukku.
    ***
    Fati adalah temanku sejak kecil. Aku ingat saat pertama kali bertemu dengannya. Mobil kami tiba di rumah tempat kami pindah. Aku yang kelewat semangat langsung melompat sambil membawa bono, boneka dinosaurusku yang berwarna hijau. Aku berlari kedalam rumah baruku dan mengelilingi isinya.
    Namun tak lama ibu memanggilku. Seorang ibu ibu datang menyapa. Namun aku terkejut. Ada seorang anak perempuan bersembunyi dibali ibu itu. Kepalanya menyembul dengan rambut di kepang dua. Dia cantik sekali. wajahnya yang bulat dan malu malu melihatku membuatku tertarik. Aku menjulurkan tangan dan memperkenalkan namaku. Dan dia balas menjabat tanganku sambil malu malu mengatakan namanya. “fati”
    Kami menikmati masa kecil kami bersama. aku selalu bercerita padanya tentang cita citaku yang ingin pergi ke luar angkasa. Dan dia yang selalu bercerita tentang betapa ia menyukai bintang. Sambil menikmati es krim kesukaannya. Es krim stroberi. Atau saat senja tiba sambil bermain ayunan di taman dekat rumah kami. Menunggu orang tua kami datang menjemput.
    Aku ingat saat kami membuat telepon benang agar bisa bercerita meski saat malam. Aku senang sekali bisa mendengarkan suaranya saat itu. Suara yang membuat hidupku selalu baik baik saja meski di rumah. Ibu dan ayahku selalu sibuk bertengkar. Teriakan mereka seakan sirna saat aku berbicara dengan fati lewat telepon benang kami.
    Hingga setelah lama waktu berlalu. kami telah besar. Kami berhasil masuk ke SMA yang sama. Karena sekolah kami sama hingga SMA. Suasana saat berangkat dan pulang bersama fati adalah kenangan yang paling kuingat. Bagaimana wajah kusutnya ketika aku membangunkannya saat pagi. Atau wajah muramnya sepulang sekolah adalah momen yang paling aku rindukan. Aku akan lakukan apapun jika bisa kembali ke masa itu.
    Suatu hari ibu fati meninggal. Sakit yang sudah lama diderita ibunya telah merenggut separuh semangat hidup fati. Melihatnya yang terluka seperti itu membuatku ikut terluka. Aku selalu mencoba menghiburnya. Melakukan hal hal yang selalu membuat fati tersenyum. Karena saat ia berhenti tersenyum. Hatiku merasakan sakit yang tak bisa dijelaskan. Aku akan lakukan apapun demi fati kembali tersenyum. Saat itulah aku menyadari. Bahwa perasaanku pada fati lebih dari sekedar sahabat. Lebih dari sekedar teman masa kecil. Perasaan itu tumbuh lebih hebat lagi seiring dengan waktu.
***

HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang