Bagi sapei hidup sudah sangat sederhana. Bagaimana tidak? dia terbaring sudah cukup lama di ranjang rumah sakit karena penyakit yang ia derita. Ia mulai berpikir realistis dan menerima takdirnya. Tinggal satu hal saja yang ia masih pikirkan untuk terwujud. Bertemu seseorang yang pernah ia cintai.
Tiga tahun lalu saat ia masih bisa berlari kemanapun ia ingin. Ia mencintai seorang perempuan di kelasnya. Seseorang yang berhasil mengubahnya menjadi sapei yang kuat dan mampu bertahan hingga sekarang. Namanya Melati.
Melati adalah poros dari semua usahanya hingga kini. Keinginannya untuk sembuh hanya untuk bisa kembali merajut kisah dengannya. Ia ingin terus berada disamping kekasihnya itu. Namun karena tidak ingin melati melihatnya dalam keadaan sakit yang pasti akan menyiksa perasaan kekasihnya itu. Sapei memutuskan untuk berhenti menunjukan kasih sayangnya. Ia memutuskan kekasihnya itu dan mencampakannya.
Dari keputusan itu tentu melati patah hati. Namun melati berkata pada sapei.
"Aku akan terus disini hingga episode terakhir. Dan aku yakin bukan ini episode terakhirnya"
"Bagaimana kamu bisa seyakin itu?"
"Aku aku melihatnya di matamu itu pei. Kamu bukan orang yang bisa berbohong. Mulutmu mingkin bisa tapi matamu mengatakan segalanya"
Sapei hanya tersenyum. Senyuman yang mengiyakan segala yang melati ucap.
Kini tiga tahun berlalu sejak adegan itu. Dan rasa dihatinya tidak berubah. Malah semakin hebat dengan semua rasa sakit di tubuh dan hatinya. Setiap malam sambil membayangkan wajah Tuhan. Wajah melati selalu timbul diantaranya. Sapei sadar bahwa ia sekarat. Sadar bahwa kemungkinan hidupnya hanya tidak ada. Butuh keajaiban untuk sembuh seperti sedia kala. Karena itu ia menerima segalanya dan mengembalikan segala urusannya pada Tuhan.
Ia mengutarakan keinginannya untuk bertemu melalti pada ibunya. Ibu yang tegar dan kuat mendampinginya selama ini. Ibu yang tidak pernah menangis melihatnya. Hanya mungkin di lorong sepi kamar rawatnya saja ibunya menumpahkan segalanya. Dihadapan sapei ia tak pernah sekalipun menangis. Maka ibunya mengabulkan permintaan itu. Mencari kekasih anaknya yang entah dimana sekarang.
Keesokan harinya keadaan sapei memburuk. Ia masuk ruang perawatan khusus. Sakit dikepalanya menggerogoti lebih ganas. Hingga seminggu kemudian ia baru membuka mata. Cahaya lampu membuat matanya perih. Perlahan ia membuka matanya. Sekarang ia melihat dengan jelas.
Ibunya berada disampingnya sambil memegang tangannya. Dan terkejut bukan main melihat anaknya terbangun. Kali ini ibunya menangis. Ia tak kuasa menahan tangis melihat anak malangnya baru bangun dari tidur yang amat panjang.
Kemudian ibunya bangun dan meminta sapei menunggu. Keluar kamar sebentar lalu perlahan pintu kamar bergeser. Ada seseorang selain ibunya disana. Seseorang yang ia amat ingin temui. Seseorang yang ingin ia pandangi wajahnya sebelum mati. Seseorang yang tak pernah berhenti ia rindukan. Melati.
Melati menghampirinya sambil tersenyum. Melambaikan tangan dengan manis. Sama seperti dahulu. Tidak berubah sama sekali. Namun kemudian ia terisak. Ia menangis.
"Kenapa? Kenapa kamu tidak bilang pe.. "
Sapei tersenyum "Mana mau aku bilang nanti kamu mengomel sambil cemberut."
Melati memeluk sapei. Sambil menangis dengan keras. Membuat siapapun yang melihatnya terharu.
"Padahal kamu bisa ajak aku. Kamu bisa ajak aku menghadapi penyakit ini. Tapi kenapa kamu tidak melakukannya. Dan justru menghadapinya sendiri."
"Karena aku percaya. Kalau kamu akan bertahan hingga akhir. Tapi jika kamu terus bertahan dengan keadaanku sekarang kamu akan terus tersakiti melihatku sakit. Aku pikir hewan nakal dikepalaku ini akan segera pergi. Dan membiarkanku kembali bersamamu lagi."
"Justru melihatmu yang seperti ini tanpaku lebih menyakitkan pe.. aku ingin disini bersamamu. Aku ingin berada disampingmu saat kamu merintih kesakitan. Dan membuatmu lebih kuat. Aku ingin itu."
"Terima kasih melati. Kali ini kamu boleh bersamaku. Hingga akhir. Hingga semua ini usai. Hingga rasa sakit ini berhenti. Aku ingin menghadapinya bersamamu."
Melati tersenyum. Sapei juga tersenyum. Mereka menumpahkan segalanya hari ini. Namun bukan berarti semua usai. Takdir lebih jahil lagi dari dugaan mereka.
Tiba - tiba sapei kehilangan kesadaran. Tangannya yang sibuk memegang tangan melati mulai terkulai lemas. Bunyi dari EKG melengking. Menandakan jantung sapei berhenti. Melati dan ibunya panik dan segera memanggil dokter. Semuanya berlalu dengan cepat. Tim dokter datang dan langsung memberikan penanganan. Melati dan ibunya menangis sambil berdoa di depan kamarnya.
Dokter keluar dengan wajah sendu. Mengatakan semuanya dengan cepat. Tak ada yang tahu bahwa hari itu. Jam itu. Episode terakhir seorang sapei tiba. Melati terkulai lemas. Ibunya tertunduk lesu. Mereka seakan kalah dihadapan takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam
Short StoryTentang luka, hilang, remuk, hancur, dan segala kegelapan hati manusia