Sore telah menyapa. Langit telah menjadi jingga. Keindahannya membuat hati menjadi tenang. Seperti dapat melupakan berbagai masalah dan melapas semua beban yang menumpuk.
Ya, itulah yang pria manis itu rasakan.
Pria itu terlihat begitu tenang, menikmati senja yang seperti obat penenang terbaik baginya. Menikmati senja mampu membuatnya lupa betapa berat beban hati yang entah sampai kapan akan membelenggunya. Menikmati senja mampu membuatnya lupa betapa luka di hatinya sangat sulit disembuhkan.
Dan pria itu ingin senja selalu menjadi temannya. Melupakan apapun masalahnya.
Tapi, kesayangannya tak akan membiarkan senja menguasainya. Kesayangannya itu tak akan membiarkan senja terlalu lama bersama yang terindah yang menjadi kecintaannya. Walau senja akan meninggalkan sang cinta, pria itu akan datang sebelum senja berlalu karena ia tak akan membiarkan kesayangannya itu sendiri.
Kini, pria itu telah tiba. Berdiri gagah di belakang yang terindah dan mulai menyusupkan kedua tanganya di antara lengan dan pinggang kesayangannya itu. Membuat gerakan merapat hingga ia dapat mendekap seluruh tubuh pria manis itu sebelum ia meletakan dagunya pada pundak si manis.
Si pria diam. Cintanya juga diam. Mereka sama-sama diam. Memejamkan mata dan menikmati kenyamanan senja yang selalu menyapa setiap harinya. Menikmati waktu yang ada, hingga si manis membuka mulut, menanyakan sesuatu yang membuat kesayangannya mendengus malas.
"Juyoung di mana?"
Juyeon membuka matanya, melirik Hyunjae yang juga sudah membuka mata namun sama sekali tak menatapnya. Pria manis itu tetap terpaku pada indahnya langit jingga yang dilihat dari taman di halaman belakang rumah besar itu.
"Tidak bisakah kau melupakannya jika sedang bersama denganku?"
Pertanyaan balik yang kesayangannya itu ajukan membuat Hyunjae mendelik. Detik berikutnya, tangannya yang sejak tadi ia letakan di atas tangan kesayangannya yang memeluknya, bergerak dan memukul tangan pria itu dengan cukup keras.
"Aku hampir mati karena tidak melihatnya selama dua tahun lebih. Jadi, bagaimana bisa aku tidak mengingatnya?"
"Kalau aku?"
"Apanya?"
"Apa kau juga memikirkanku seperti kau memikirkan Juyoung?"
Hyunjae memaksa melepas pelukannya lalu berbalik dan menatap Juyeon. Pria manis itu diam, menatap dalam manik kelam kesayangannya selama beberapa saat sebelum menghela nafas pelan.
"Apa aku punya alasan untuk tidak memikirkanmu?" tanya balik pemilik marga Lee itu. "Hanya kau yang kumiliki, bahkan sebelum Juyoung ada."
"Lalu, setelah dia ada kau melupakanku?"
Hyunjae kini tak tahan lagi untuk memukul kepala Juyeon. Kenapa pria itu selalu bisa merusak segala suasana indah yang sudah mereka bangun?
"Berhenti bersikap seakan kau cemburu dengan anakmu sendiri, Lee Juyeon!"
Hyunjae mundur selangkah, membalikan tubuhnya. Ia mulai lelah sendiri dengan jalan pikiran Juyeon yang memang terkadang aneh.
"Aku memang cemburu padanya, Je," jawab pria Lee itu santai.
Sukses saja membuat Hyunjae mendengus lalu memutar bola matanya dengan malas. "Kau gila!"
"Kau lebih perhatian padanya," Juyeon tidak peduli dengan hinaan yang baru saja dilontarkan sang cinta. Ia kini lebih memilih untuk mengatakan isi kepalanya yang tak masuk akal sambil menampilkan ekspresi merajuk yang menggelikan bagi siapa saja yang melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
s o g r a •• jujae ft. hwangmini
FanfictionLee Hyunjae tidak tahu bagaimana nasib pernikahannya dan apa yang terjadi pada anaknya setelah ia melahirkan. Ia tak tahu apapun karena saat ia terbangun, dirinya telah berada di sebuah klinik di desa terpencil bersama Kang Minhee, anak yatim piatu...