"Aku tidak ingin melawanmu, bu, tapi kau sendiri yang membuatku melakukannya!"
Juyeon menatap Soyoung dengan tatapan terluka yang semakin lama tatapan itu berubah menjadi tatapan marah yang berkilat-kilat.
"AKU SALAH APA PADAMU, BU, SAMPAI KAU MELAKUKAN INI PADAKU? KENAPA KAU MELAKUKAN INI PADA KAMI? KENAPA KAU SANGAT MEMBENCI HYUNJAE PADAHAL DIA SANGAT MENYAYANGI, BU? KENAPA?"
Soyoung mundur selangkah saat suara penuh kemarahan Juyeon terdengar memecah kesunyian rumah besar itu. Wanita tua itu cukup kaget. Ia sudah lama tak mendengar bentakan putranya seperti itu. Terakhir, itu terjadi dua tahun yang lalu. Dan kini, kejadian itu terulang dengan penyebab yang sama. Ya, penyebabnya sama seperti dua tahun yang lalu. Lee Hyunjae. Orang yang masih berstatus pasangan putranya itulah adalah penyebabnya. Dan menyadari kenyataan itu, rasa benci Soyoung pada sang menantu terasa semakin besar.
"Jadi, semua itu karena orang itu, Lee Juyeon?" tanya Soyoung serak.
Juyeon menggeleng pelan dengan wajah terlukanya. "Ini bukan tentang Hyunjae, bu. Ini tentang kau."
"Jadi, kau tanya kenapa aku melakukannya?"
Soyoung mendongak, menatap sang putra dengan tatapan berkaca-kaca. Hatinya sakit, tapi ia tak ingin menangis di hadapan anaknya. Tidak akan, selama itu semua karena Lee Hyunjae.
"KARENA KAU SANGAT MENCINTAINYA! KARENA AYAHMU SANGAT MENYAYANGINYA! AKU INI JUGA MILIK KALIAN, TAPI KENAPA DIA YANG SELALU KALIAN UTAMAKAN? PADAHAL DIA HANYA ORANG MISKIN YANG TAK TAHU DIRI."
Jika tadi Soyoung yang mundur selangkah karena bentakan putranya, maka kini putanya itu yang mundur selangkah karena luapan emosinya. Sementara itu, Yunseong yang juga ada di suasana tak mengenakan itu tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya mampu menatap sepasang ibu dan anak yang sama-sama emosi itu dengan tatapan tak terbaca. Jika saja sang ayah masih ada, Yunseong rasa semua tak akan sesulit ini.
Juyeon menggeleng lagi. Sorot matanya masih sama seperti tadi. Bahkan kini tatapan terlukanya semakin menjadi, mampu merobek rasa orang-orang yang melihatnya.
"Kau serakah, bu," ucapnya lirih nyaris tak terdengar. "Kau tidak bisa menyamakan dirimu dan Hyunjae. Kalian punya tempat yang berbeda dalam hidupku dan hidup ayah. Dan seharusnya kau mengerti itu, bu."
"Tidak!" Soyoung menggeleng keras. "Seharusnya aku mengerti bahwa semua orang miskin itu sama saja. TERMASUK PASANGAN SIALANMU ITU!"
"JAGA UCAPANMU, BU!" raut marah Juyeon kembali terlihat. "WALAU KAU IBUKU, KAU TIDAK BISA MENYEBUT HYUNJAEKU SEPERTI ITU!"
"LIHAT! BAHKAN SEKARANG KAU MEMBELANYA LAGI, LEE JUYEON!"
Juyeon menggeleng lebih keras. Rasanya ia sudah tak sanggup lagi menghadapi kekerasan hati ibunya. Ia merasa jika Soyoung yang ia hadapi sekarang, bukanlah Soyoung yang melahirkannya dulu, bukan Soyoung yang menyayanginya lagi, bukan Soyoung yang selalu ada saat ia sedih, bukan Soyoung yang selalu membacakan dongeng tidur saat ia kecil, bukan Soyoung yang akan mengangkatnya dengan lembut saat ia jatuh, bukan Soyoung yang mengusap air matanya saat ia menangis, dan bukan Soyoung yang ia kenal dulu. Wanita itu bukan seperti ibunya.
"Kau tidak mengerti, bu," lirihnya penuh luka sebelum ia berbalik dan berjalan keluar rumah begitu saja.
Yunseong menatap ibu dan kakaknya secara bergantian. Ia sedang bingung saat ini. Siapa yang seharusnya ia ikuti? Juyeon kah? Atau tetap tinggal bersama Soyoung? Di satu sisi, ia ingin ikut Juyeon dan bertemu dengan Hyunjae hyung baik hatinya yang selama ini menghilang. Tapi di sisi lain, Soyoung terlihat membutuhkan seseorang. Oh, astaga! Seandainya ia bisa jadi bakteri, Yunseong ingin membelah diri agar bisa ikut dua-duanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
s o g r a •• jujae ft. hwangmini
Fiksi PenggemarLee Hyunjae tidak tahu bagaimana nasib pernikahannya dan apa yang terjadi pada anaknya setelah ia melahirkan. Ia tak tahu apapun karena saat ia terbangun, dirinya telah berada di sebuah klinik di desa terpencil bersama Kang Minhee, anak yatim piatu...