Matahari telah berarak turun dan malam telah naik saat motor Yunseong berhenti di depan pekarangan rumah Minhee yang kecil. Setelah melewati jalanan yang cukup sulit dengan udara yang tak mendukung, mereka akhirnya sampai juga. Yunseong memang sengaja menggunakan motor, karena ia tahu jika menggunkan mobil akan kesulitan. Mereka nanti harus berhenti di desa seberang dan berjalan kaki ke desa tempat tinggal Minhee.
Minhee melepaskan pelukannya pada pinggang Yunseong-karena sepanjang perjalanan ia terlelap dengan keadaan memeluk lelaki itu-lalu mengerjap dan menatap ke sekelilingnya. Sekitarnya sudah gelap, hanya ada penerangan dari lampu motor Yunseong yang menerangi jalanan. Bocah itu menegakan tubuh, lalu turun dari motor dan menatap Yunseong yang juga sedang melihatnya.
"Itu benar rumahmu 'kan?"
Satu pertanyaan dari Yunseong membuat Minhee mengerjap. Bocah itu mengedarkan padangannya lagi. Walau sudah gelap, ia masih bisa mengenali keadaaan di sekitar rumahnya. Bocah itu lantas menoleh lagi, menatap Yunseong lalu mengangguk kecil.
Yunseong turut mengangguk, lantas mematikan lampu motornya lalu turun dari sana. Lelaki itu merogoh sakunya, meraih ponsel dan menyalahkannya, membuat penerangan seadannya.
"Ayo."
Yunseong bergumam pelan, tangan kirinya beralih memegang ponsel, sementara tangan kanannya beralih menggenggam tangan Minhee. Membuat si manis mengerjap kaget namun terlalu sibuk berpikir hingga pasrah saja saat Yunseong sudah menariknya memasuki halaman rumahnya yang kecil.
Lampu di depan pintu rumah sebelah tiba-tiba menyala, membuat kedua orang itu kompak menoleh ke sana. Namun, mereka tak melihat siapapun di depan rumah itu. Membuat Minhee yang sudah tahu jika itu ulah bibi gilanya, memilih mengambil langkah kembali dan berjalan ke rumahnya. Yunseong tetap mengekor dengan tangan mereka yang masih saling bertautan.
Minhee berhenti di depan pintu. Tangannya yang bebas merogoh saku celana seragamnya, mengambil sebuah kunci dari sana. Setelah ia menemukan kuncinya, tangannya terulur hendak memasukan kunci ke lubang kunci dan membuka pintu. Namun, kening bocah itu mengerut saat ia memasukan kunci, kunci itu tidak pas pada lubangnya namun longgar.
"Kenapa?"
Suara Yunseong terdengar, bertanya dengan heran karena ia melihat Minhee tak kunjung memutar kunci untuk membuka pintu.
Namun, Minhee sama sekali tak menjawab. Bocah itu malah menggerakan kaki kanannya dan menendang pelan pintu di depannya.
Brak...
Pintu itu jatuh begitu saja di depannya. Seperti papan yang hanya disandarkan ke tembok dan jatuh saat ada yang menyenggolnya. Engselnya sudah terlepas dan kini pintu tak berdaya itu sukses membuat Minhee sama tak berdaya.
Yunseong sendiri masih kaget. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Namun, melihat Minhee yang membatu dan merasakan genggaman tangannya yang dibalas, Yunseong dapat menebak jika ada hal yang terjadi yang telah menyentil perasaan bocah manis di sampingnya.
Minhee tiba-tiba melangkah kasar memasuki rumah, membuat Yunseong yang tak siap hanya tertarik pasrah. Bocah itu membawanya menuju dinding di mana saklar lampu menyala, lalu menekan saklar dan membuat lampu menyala.
Saat lampu menyala, mata Minhee melebar dengan wajah yang memerah padam. Emosinya sudah ditumpuk di atas kepala dan siap untuk dikeluarkan dalam waktu kurang dari satu menit.
Bersiap matilah, wahai orang sialan yang telah menghancurkan rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
s o g r a •• jujae ft. hwangmini
FanfictionLee Hyunjae tidak tahu bagaimana nasib pernikahannya dan apa yang terjadi pada anaknya setelah ia melahirkan. Ia tak tahu apapun karena saat ia terbangun, dirinya telah berada di sebuah klinik di desa terpencil bersama Kang Minhee, anak yatim piatu...