Soyoung melangkah tenang menuju ruang tamu. Di usianya yang sudah tak muda lagi, wanita itu masih terlihat anggun dalam melangkah. Benar-benar sosok yang akan langsung dinilai sombong oleh siapa saja yang baru melihatnya.
Wanita tua itu lalu duduk di kursi kebesarannya, mengabaikan seorang pria berpakaian hitam dan memakai topi yang berdiri tak jauh dari kursinya. Wanita itu lalu mengulurkan tangannya, membuat pria itu mengulurkan sebuah kertas putih dan meletakannya di atas tangan wanita tua itu.
"Ini alamatnya?" Soyoung membuka suara, mengajukan pertanyaan sambil melihat apa yang tertulis pada kertas tadi.
"Ya, nyonya. Sesuai yang anda minta, itu adalah alamat tuan Juyeon saat ini," pria yang adalah salah satu orang suruhannya itu mengangguk.
Setelah membaca apa yang tertulis itu, Soyoung lantas mendongak, menatap pria itu dengan tatapan datarnya.
"Jadi, kapan putraku akan sibuk dan tak pulang ke apartemen ini secara tiba-tiba?" tanyanya lagi.
"Hari ini, nyonya," jawab pria itu. "Tuan Juyeon pergi tadi pagi-pagi sekali. Dan setelah kami ikuti, ia seperti akan pergi ke desa itu lagi."
Soyoung lalu mengulurkan tangan, mengembalikan kertas yang ada di tangannya pada pria itu.
"Baiklah. Segera siapkan segala sesuatunya. Aku akan menemui menantuku tersayang."
Minhee melangkah malas memasuki rumahnya. Sekarang baru pukul dua siang. Itu artinya, ia belum pergi ke klinik atau rumah dokter Kim untuk bekerja. Bocah itu masih memakai seragamnya, menandakan jika ia baru saja pulang sekolah.
Dengan malas, bocah itu menoleh, menatap dapurnya yang kosong tanpa ada aktivitas di sana. Sebenarnya, sudah satu bulan berlalu tanpa aktivitas di dapur saat ia pulang sekolah, tapi Minhee masih sering merasa aneh. Ia seperti belum terbiasa. Padahal, sebelumnya juga selalu seperti ini.
"Kau pergi sendiri, hyung. Tidak menungguku dan tidak mengatakan selamat tinggal."
Pemilik marga Kang itu bergumam lirih, lalu menjatuhkan dirinya di kursi kayu yang ada di ruangan itu. Ia lalu menyandarkan tubuhnya di sana lalu menghembuskan nafas kasar.
"Aah. Bahkan aku masih menunggumu datang untuk mengatakan selamat tinggal, hyung."
"Aku harus makan apa sekarang? Aku bosan makan mie instan terus."
Seperti kembali pada masa lalu, kehidupan Minhee setelah ditinggal Hyunjae selama sebulan ini, kembali lagi seperti dua tahun yang lalu.
Dulu, dua tahun yang lalu, saat Hyunjae belum ia temukan secara tak sengaja dalam keadaan setengah sekarat yang membuat pria itu tinggal dengannya, setelah ibunya meninggal, hidup Minhee benar-benar seperti gelandangan. Saat itu, ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Tidak ada orang yang memperhatikannya secara lebih. Wanita yang tinggal disebelah rumahnya yang tak lain adalah adik dari ayahnya itu, hanya memberinya makan jika ia telah bekerja keras membersihkan rumah dan sebagainya. Itu pun hanya makanan sisa yang sudah tak layak lagi. Hal itu membuat Minhee bertekad untuk mencari uang sendiri. Tidak peduli dengan sekolahnya, asal ia bisa makan, semua akan baik-baik saja. Maka ia mulai bekerja membantu warga desa yang mengenal baik ibunya, agar ia bisa mendapat makanan yang layak. Ia bekerja apa saja, seperti membantu memanen jeruk dan buah-buahan lainnya saat musim panen, membantu membersihkan rumah orang lain atau apa saja yang bisa ia kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
s o g r a •• jujae ft. hwangmini
FanficLee Hyunjae tidak tahu bagaimana nasib pernikahannya dan apa yang terjadi pada anaknya setelah ia melahirkan. Ia tak tahu apapun karena saat ia terbangun, dirinya telah berada di sebuah klinik di desa terpencil bersama Kang Minhee, anak yatim piatu...