Bolu rambatan lemah = suatu perkara yang saling terkait dengan begitu rumitnya, sehingga sulit diselesaikan karena masalahnya terus berkembang meluas.
***
31 Oktober 2020
Ayu masih termenung, memikirkan perkataan Sri yang menohok ulu hatinya. Apakah ia terlalu bersemangat dan menggebu-gebu ketika mencari perhatian Dipuy? Sejujurnya, setelah mengetahui reaksi Sri mengenai perasaan Ayu kepada Dipuy, reinkarnasi dari Gauri itu merasa bimbang dan ketakutan mulai menyelimuti hatinya yang telah berkali-kali terluka, serta kehilangan orang-orang yang dicintainya. Dirinya takut salah menilai sifat dan sikap Sri yang misterius. Gadis itu mulai memiliki pemikiran bahwa sesungguhnya Sri menyimpan rasa kepada Dipuy dan tak ingin lelaki tersebut memilih Ayu yang lebih gencar mendekati sang reinkarnasi Sri Rajasanagara. Ayu sungguh takut jika di kehidupan ini ia diharuskan berseteru dengan Sri untuk memperebutkan hati Dipuy dan membuat persahabatan yang sangat ingin dibinanya hingga kematian menjemput, melapuk menjadi debu yang raib dicuri angin.
Tanpa sadar, air mata gadis itu menetes. Tak kuasa menahan kesedihan akan perpecahan yang belum tentu akan terjadi. Ia tak mau bertengkar dan bermusuhan dengan Sri. Namun, jika dihadapkan dengan dua pilihan—persahabatan atau cinta, Ayu akan egois dan memilih opsi kedua.
"Lho, Mbak? Kamu menangis? Kenapa? Aku ada salah kata, ya?" Sri yang perasa langsung mengetahui ada sesuatu yang mengganjal di hati Ayu. Ia sempat memalingkan muka untuk menatap birunya ombak yang menggulung ketika tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak. Dan benar saja, ia mendapati sebulir air mata tengah jatuh melewati pipi sahabat barunya. Gadis itu kelabakan. Ia selalu jujur dan mengungkap apa pun yang ada di otaknya, sering kali hal tersebut malah melukai perasaan lawan bicaranya.
"Bukan." Ayu berusaha sekuat tenaga untuk membuat suaranya tetap normal, tak terdengar getir. Ia menyeka kristal cair yang membasahi wajahnya dengan harapan Sri tidak memperdulikannya. "Hanya kelilipan. Anginnya kencang sekali, kurasa ada debu yang masuk ke mataku."
"Perlu bantuan? Perlu kutiup?" tawar Sri.
Ayu menggeleng, lebih mengucek-ucek matanya sendiri hingga memerah agar tidak ketahuan tengah berbohong. Sedari awal mereka berkenalan, Ayu tahu bahwa Sri adalah orang yang tulus dan tidak pernah berniat memanfaatkan orang lain. Perbincangan mereka menyenangkan, kedekatan antara Gauri dan sosok yang ia kenal dengan baik di masa Majapahit itu terasa saat mereka berdua saling bertukar pikiran. Ia tahu benar bahwa Sri tidak pernah berniat buruk, meski ia menilai gadis itu amat misterius dan menyimpan banyak rahasia. Ayu marah kepada dirinya sendiri karena membiarkan prasangka buruk menyergapnya. Ia tak ingin seperti Gauri yang mencurigai Hayam Wuruk karena menyembunyikan fakta mengenai Nilamsari. Namun, agaknya sifat buruk itu sudah mendarah daging dan sulit diperbaiki. Ia hanya berharap, semoga saja apa yang ia takutkan tidak pernah terjadi.
"Sri, kamu sama Dipuy beneran cuma sahabat?" tanya Ayu setelah terdiam cukup lama. Ia memutuskan untuk menanyakan hal tersebut secara langsung kepada Sri. Belajar dari pengalaman, memang lebih baik bertanya daripada menyimpulkan sendiri.
Lawan bicaranya itu terlihat menautkan alis yang terlihat seperti bulan sabit. Kata orang-orang Jawa, itulah bentuk alis nanggal sepisan. "Hah? Kenapa Mbak Ayu bertanya seperti itu?"
"Habisnya kamu terlihat sangat dekat dengannya. Aku merasa tidak mungkin kalian hanya sahabat. Pasti ada perasaan lebih dari itu," cicit Ayu. Ia sudah bersiap merasakan sakit hati, berekspektasi Sri mengiakan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelara Ing Ati
Historical Fiction[Cakrawala Mandala Series #2] Jika Sang Hyang Adi Buddha berbaik hati mengembalikan jiwanya ke tubuh Ayu, akankah gadis itu mampu menemukan dan menaklukkan kekasih hatinya? Namun, mungkin Sang Pencipta takkan memberikan jalan yang mudah. Sang Hyang...