1357
Rombongan Prabu Linggabuana telah tiba di pelabuhan dan mendirikan penginapan di Pasanggrahan Bubat. Mereka dengan senang hati menerima pinangan Hayam Wuruk karena sang prabu memiliki pemikiran yang sama dengan sang maharaja Majapahit. Ia berharap bisa mempererat hubungan kekeluargaan yang telah terbina sejak masa pemerintahan Raja Dharmasiksa ketika sang putra mahkota, Jayadharma menikah dengan Dyah Lembu Tal dari Singosari dan keturunannya, Nararya Sanggaramawijaya menjadi raja Majapahit pertama. Meski hubungan Sunda Galuh dan Majapahit sebagai kerajaan terusan Singosari sempat merenggang sebab pertikaian yang telah lalu, Prabu Linggabuana benar-benar berharap kali ini persaudaraan mereka takkan pernah luntur.
Dyah Pitaloka Citraresmi pun tak menolak. Kabar ketampanan maharaja muda dari Majapahit sudah terdengar hingga Keraton Pakuan. Terlebih menurut Patih Madhu, sang putri ayu dari Pasundan itu akan dijadikan seorang permaisuri di Majapahit. Sebab itu mereka sama sekali tak keberatan untuk datang ke Trowulan meski hal tersebut menyalahi adat. Seharusnya, pernikahan diadakan di kediaman mempelai putri. Dyah Pitaloka yang memiliki ilmu spiritual tinggi bahkan meminta putra mahkota dari kerajaan ghaib yang selama ini menjaganya untuk menceritakan perihal Hayam Wuruk, baik sikap maupun sifatnya. Mendengar penjabaran dari sosok putra mahkota itu, Dyah Pitaloka Citraresmi jatuh cinta kepada lelaki yang bahkan belum pernah ia jumpai. Meski Hayam Wuruk adalah sosok yang baik hati, sang putra mahkota memperingati Dyah Pitaloka untuk memikirkan kembali perihal pernikahan mereka. Terlanjur jatuh cinta, Dyah Pitaloka tak mengindahkan permintaan sang putra mahkota.
Hal itu dilakukan oleh sang putri karena ia beberapa kali bertukar surat dengan sang maharaja dan menemukan bahwa Hayam Wuruk adalah lelaki yang lembut dan sopan, amat sangat menghargai dan menjunjung tinggi martabat perempuan. Hal itu selaras dengan prinsip Dyah Pitaloka. Ia semakin jatuh cinta walau belum pernah melihat lelaki itu secara langsung.
Pendirian penginapan dadakan di Pasanggrahan Bubat pun para rombongan dari Sunda Galuh lakukan dengan harapan mempelai lelaki akan menjemput dan menyambut kedatangan mereka dengan meriah. Sebenarnya, benak sang putri dipenuhi oleh pertanyaan, mengapa Maharaja Hayam Wuruk melamarnya melalui seorang utusan dan sepucuk surat? Akan tetapi, Dyah Pitaloka mengenyahkan pemikiran itu dari benaknya. Ia ingin fokus menjadi permaisuri yang baik bagi Majapahit.
Dyah Pitaloka kira, hari ini Sri Rajasanagara sebagai calon suaminya sendiri yang akan menjemput mereka. Hatinya tiada henti merasa kecewa begitu mengetahui bahwa yang datang adalah Mahapatih Mada yang terkenal akan sumpah palapanya itu. Serta ia begitu terkejut ketika mendengar penuturan lelaki paruh baya itu.
"Dyah Pitaloka akan datang ke Keraton Trowulan sebagai seorang selir dari Maharaja Hayam Wuruk," ucap Mahapatih Mada, membuat semua orang dari tanah Pasundan yang mendengarnya terkejut.
Prabu Linggabuana maju dengan raut bertanya-tanya. "Maaf, mungkin ada sedikit kesalahpahaman, tetapi kami rela datang jauh-jauh dari Sunda Galuh kemari sebab Prabu Hayam Wuruk menjanjikan posisi permaisuri kepada putriku."
Alis Mahapatih Mada saling bertautan, sebab yang sudah direncanakan sedari dulu adalah Sudewi yang akan menduduki posisi permaisuri. Apakah ini adalah salah satu taktik Hayam Wuruk untuk menguasai Sunda Galuh? Ia sedikit meragu, pasalnya Hayam Wuruk bukanlah maharaja licik yang menggunakan segala cara untuk meraih tujuannya. Namun, Mahapatih Mada melihat sebuah peluang. Ia akan menggunakan momen ini untuk mengklaim Sunda Galuh sebagai daerah kekuasaan Majapahit, sebab dari dulu ia selalu berhasrat menaklukkan tanah Pasundan. Akan tetapi, hasratnya tidak pernah kesampaian, sebab ia merasa bahwa pihak keluarga Kerajaan Majapahit masih ingin menjaga hubungan kekerabatan dengan mereka dan enggan memperkeruh perseteruan yang sempat terjadi puluhan tahun silam.
"Maaf, tetapi sedari dulu yang akan menjadi permaisuri Majapahit adalah Gusti Sudewi yang sudah dijodohkan sejak kecil dengan Prabu Hayam Wuruk," ucap Mahapatih Mada sopan, berbalik dengan apa yang ia sampaikan berikutnya, "Keberadaan Dyah Pitaloka di sini tak ubahnya sebagai upeti, tanda takluknya Sunda Galuh di bawah kuasa Majapahit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelara Ing Ati
Historical Fiction[Cakrawala Mandala Series #2] Jika Sang Hyang Adi Buddha berbaik hati mengembalikan jiwanya ke tubuh Ayu, akankah gadis itu mampu menemukan dan menaklukkan kekasih hatinya? Namun, mungkin Sang Pencipta takkan memberikan jalan yang mudah. Sang Hyang...