8 | Marani Cilaka

3.9K 732 23
                                    

Marani Cilaka = Mendatangi Celaka



***



14 Maret 2020

Elang mendesah kasar, pusing ketika mengetahui Arsy membuat calon tunangannya yang bernama Genevieve, datang ke rumah megahnya. "Ma, kenapa gadis itu ada di sini?"

"Tentu untuk menemanimu datang ke acara sekolah, Elang. Ini adalah kali pertama kalian bertemu secara langsung, jadi jangan sia-siakan kesempatan emas. Tenang saja, ada Lumiere yang akan menjembatani percakapan kalian berdua," ucap Arsy dengan senyuman kemenangan. Ia menatap kuku jari tangannya yang mengkilap, baru saja dipoles oleh karyawan salon langganannya.

Menggeram kesal, Elang tak mampu berkata apa-apa. Bagaimana jika Ayu datang pada acara hari ini? Apa yang akan gadis itu katakan? Dengan berat hati, ia melangkahkan kaki ke arah ruang tamu. Ada dua remaja di sana, Genevieve yang tengah duduk manis di sofa dan Lumiere yang tengah mengamati lukisan megah di dinding. Lelaki itu tampak kikuk ketika menyadari kedatangan Elang. Mata Elang menangkap keberadaan Genevieve. Cantik memang, anggun pula. Meski ia masih sedarah dengan Lumiere yang berdarah Belanda, nyatanya gadis itu terlihat sangat Indonesia. Wajahnya seperti gadis-gadis lokal, yang membedakan hanyalah warna kulitnya yang lebih cerah dan hidungnya yang mancung, mirip Lumiere. Kakek mereka berdua adalah pengusaha asal Belanda yang pada masa penjajahan kolonial, menetap di Indonesia dan menikah dengan perempuan pribumi. Ayah Lumiere pun menikah dengan gadis asal Jawa, namun gen Belanda masih melekat erat di raga Lumiere. Sebaliknya, gen Indonesia tak lepas dari raga Genevieve meski ia lahir dan dibesarkan di Belanda. Meski begitu, Genevieve fasih berbicara bahasa Indonesia.

"Yo ma bro!" sapa Lumiere sembari merangkul pundak Elang. Ia melihat sang sepupu berdiri dan menghampiri sahabatnya. Gennie tersenyum manis, sedang Elang memasang raut wajah kaku.

"As you see, Lang, she is my cousin. Genevieve Koningin Andreas." Lumiere mengenalkan sepupunya kepada Elang.

"Nice to meet you, Genevieve. I'm really sure that you already know my name and what do people usually call me." Uh oh, mungkin Elang masih belum tahu bahwa calon tunangannya itu bisa berbahasa Indonesia.

"Aku bahagia bahwa akhirnya kita bisa bertemu, Elang. Dan ... kamu bisa memanggilku Gennie saja. Genevieve terlalu panjang," sambut Genevieve dengan senyum merekah. Elang terkesiap, pipinya memerah malu. Seperti dugaan, ia belum mengetahui bahwa Genevieve dapat berbahasa Indonesia. Lelaki itu tak mengira bahwa calon tunangannya juga memakai bahasa Indonesia untuk percakapan sehari-hari bersama keluarganya.

"Ini pertama kalinya bagiku untuk menginjakkan kaki di Indonesia selama bertahun-tahun. Aku sangat ingin mengetahui bagaimana kehidupan para remaja di sini. Mendatangi pentas seni adalah cara yang tepat, bukan? Kuharap kamu dan Lumiere mau menemaniku," lanjut Genevieve setelah tak kunjung mendapat balasan dari Elang.

"Tentu saja." Tentu saja aku takkan memaafkan diriku sendiri jika Ayu melihat kita bersama.

Elang sudah cukup merasa bersalah kepada Ayu. Lelaki itu beberapa kali dekat dengan para gadis dan berpacaran dengan salah satu dari mereka untuk melampiaskan kefrustasian atas tekanan dan keputusan sepihak yang Arsy buat. Mamanya memutuskan bahwa ia dan Genevieve akan segera bertunangan karena keduanya akan menempuh pendidikan di instasi yang sama, Monash University. Arsy tak main-main, buktinya ia berhasil membawa Genevieve ke Indonesia sesaat sebelum kelulusannya. Ia kira, berpacaran bisa mengobati luka di hatinya, nyatanya sama saja. Ia tak menemukan ketenangan, yang ada malah rasa bersalah kepada Ayu, serta orang-orang lain yang mungkin disakitinya. Mereka bertiga beranjak menuju sebuah mobil yang terpakir tepat di depan pintu utama rumah Elang. Lumiere membiarkan sepupunya duduk manis di jok sebelah pengemudi, sedang Elang menarik lengannya untuk tidak empat mata.

Lelara Ing AtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang