Mung Manungsa = Hanya Manusia
***
10 Mei 2016
Pagi-pagi buta Arsy meninggalkan rumah. Semalaman, Elang tak bisa tidur karena memikirkan Ayu. Ia merasa ada yang salah dengan dirinya sendiri. Ia ingin marah, tetapi tak tahu harus melampiaskannya kepada siapa dan bagaimana caranya. Jadilah ia menenggelamkan dirinya sendiri di dalam bath up. Lama sekali ia berada di dalam kamar mandi hingga para pelayan mulai cemas karena Elang sama sekali tak menyahut walau pintu kamarnya sudah digedor-gedor. Pasalnya, seharusnya Elang sudah berangkat sekolah satu jam yang lalu. Sudah puas berendam di bath up, lelaki bangkit dan mengenakan pakaian. Bibirnya sudah memucat, matanya memerah. Kulit jemarinya mengerut, terlalu lama bersentuhan dengan air. Entah mengapa kali ini ia memilih pakaian berwarna hitam. Elang menatap pantulan dirinya di depan cermin. Rambutnya berantakan karena belum disisir, tubuhnya yang dibilang oleh orang atletis itu terlihat ringkih di matanya sendiri.
Kemudian ia mengingat kejadian kemarin malam, di mana ia berbohong demi melindungi Ayu. Elang merasa tak berdaya dan tak berguna sebagai seorang lelaki. Mengapa ia tak terlahir di keluarga yang tak mata duitan? Mengapa ia bukan Lumiere? Mengapa ia tak memiliki orangtua yang hangat dan pengertian seperti orangtua Ayu? Mengapa ia terlalu pengecut untuk memberontak? Mengapa ia terlalu pengecut untuk seseorang dengan nama gagah seperti Elang? Mengapa ia tak bisa terbang bebas seperti seekor elang?
Dahulu sekali, orangtua Elang hendak memasukkannya ke dalam sekolah menengah pertama privat yang mematok biaya tinggi. Namun Elang menolak, enggan bersekolah dengan orang-orang yang menganggap uang adalah segala-galanya seperti teman-temannya semasa SD di sekolah privat. Hadi mengabulkan permintaan putranya dengan syarat ia hanya diperbolehkan masuk ke sekolah publik pilihannya. Dan, di sekolah itulah ia bertemu dengan Ayu yang terlihat dari mata Elang bahwa gadis itu tak seperti gadis-gadis lain yang mencoba mendekatinya.
Ayu tak seperti gadis lain yang akan langsung melemparkan dirinya mendekati Elang. Gadis itu bahkan cenderung kikuk jika berhadapan dengan Elang secara langsung. Kali pertama ia melihat Ayu adalah ketika ia melihat gadis itu berlarian mengejar Damar, lalu beberapa siswi di sekitarnya mengatakan bahwa Ayu hanya berteman dengan Damar hanya karena uang. Awalnya ia tak tertarik. Namun setelah tak sengaja mencuri dengan percakapan Ayu dan Damar di kantin sekolah, ketidaktertarikan itu berubah seratus delapan puluh derajat.
"Kenapa sih orang-orang pada ngomong kalau aku cuma mengincar duitmu, Mar?"
"Karena mereka iri. Ah, sudahlah tidak perlu dibahas. Jadilah Ayu yang bodoh amat sama apa kata orang, daripada sakit hati."
"Padahal aku berteman sama kamu, 'kan, karena kamu seru. Toh uang gak bisa membuatku bahagia. Yang membuatku bahagia adalah bersatu dengan lelaki yang kusukai."
"Siapa? Si Elang?"
"Seratus buat kamu. Sini aku traktir es batu, Mar."
"Kenapa kamu suka sama Elang, sih, Yu? Kan ada banyak cowok lain. Dia itu terlalu dingin untuk perempuan seceriwis dirimu."
"Dibanding dingin, aku merasa kalau Elang itu sebenarnya kesepian. Dia anak tunggal dari keluarga kaya, tidak punya adik atau kakak untuk berkeluh kesah. Iya sih kamu juga anak tunggal, tetapi keluargamu hangat, sehingga kamu punya kepribadian yang hangat pula. Aku lihat ... Elang itu gak pernah benar-benar tertawa dengan lepas. Tidak tahu juga ya kenapa aku bisa segila ini. Apa jangan-jangan Elang kasih aku pelet?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelara Ing Ati
Historical Fiction[Cakrawala Mandala Series #2] Jika Sang Hyang Adi Buddha berbaik hati mengembalikan jiwanya ke tubuh Ayu, akankah gadis itu mampu menemukan dan menaklukkan kekasih hatinya? Namun, mungkin Sang Pencipta takkan memberikan jalan yang mudah. Sang Hyang...