9 | Urip Anyar

4.3K 680 17
                                    

Urip Anyar = Hidup Baru



***



1341

Mata Elang mengerjap, merasa pusing. Pemandangan yang pertama ia lihat adalah atap-atap sebuah ruangan. Lama ia merenung, mengira bahwa hidupnya sudah berakhir tak lama setelah kecelakaan itu terjadi. Benar juga, jika dipikir-pikir, Tuhan takkan mencabut nyawa dan mengabulkan segala keinginannya begitu saja. Ia sudah pasrah, menerima takdirnya sebagai anak dari pasangan Hadi dan Arsy. Lamunannya terbuyar begitu seorang lelaki memasuki ruangan tempatnya berbaring saat ini. Barulah ia menyadari bahwa tempat ini begitu berbeda dengan rumah sakit yang selama ini ia kenal. Jika bukan di rumah sakit, ini di mana? Pupilnya mengikuti pergerakan lelaki tersebut dan merasa aneh dengan pakaian yang digunakannya. Mirip busana ketika pementasan drama atau ketoprak mengenai kerajaan-kerajaan Jawa kuno.

Ketika lelaki itu semakin mendekat, Elang begitu terkejut. Bukannya itu ayah Ayu? Otaknya tengah mencoba menyusun puzzle. Mungkinkah ini hanya mimpi? Rasanya bukan karena ketika mencoba bergerak, kepalanya terasa pening. Ia memegang bagian kepalanya yang ditutupi oleh kain, ada luka yang cukup besar di sana.

"Kau sudah sadar, Adirangga?"

Elang kembali terkesiap. "Adirangga?"

"Ya ... kau terjatuh saat berburu rusa dan kepalamu terantuk batu. Setelah itu kau tak sadarkan diri selama beberapa hari. Kau benar-benar membuat Ibundamu khawatir di tengah-tengah kehamilannya. Dasar anak nakal!" Elang terdiam, mencoba mengetahui bagaimana bisa ia mengerti apa yang dibicarakan oleh lelaki yang mirip dengan ayah Ayu itu, padahal bahasa itu jauh berbeda dengan bahasa Indonesia.

"Adirangga ... kenapa melamun?" Sebuah suara lembut membuyarkan lamunan Elang. Ia kembali terkejut karena pemilik suara lembut itu adalah ibu Ayu yang tengah hamil tua! Perempuan itu memasuki ruangan tempat Elang terbaring dan menghampiri suaminya.

Perlahan, bibir Elang mulai terbuka. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Ayah dan ibu Ayu saling berpandangan, lalu mengembuskan napas. "Kau tidak ingat apa-apa?"

Elang memutuskan untuk menggeleng, rasanya tidak tepat untuk membahas perihal kecelakaan itu saat ini. "Seminggu yang lalu kau dan ayah pergi memburu rusa di hutan. Kudamu sepertinya sakit dan kelelahan, kau tidak memeriksa terlebih dahulu kondisinya. Kudamu pingsan dan kau terjatuh dengan posisi kepala menyentuh tanah terlebih dahulu. Bukan tanah, lebih tepatnya sebuah batu dengan ukuran yang cukup besar. Terjadi pendarahan dan kau tak sadarkan diri selama berhari-hari."

Dahi Elang mengernyit dan rasa nyut-nyutan kembali terasa, hingga mau tak mau lelaki itu meringis. "Lalu ... kalian siapa?"

Sepasang suami istri itu pun kembali bertukar pandang. Ibu Ayu yang tengah hamil besar, mengelus-elus perutnya dengan raut muka khawatir. "Sudah aku duga, Kangmas, bahwa putra kita hilang ingatan. Tabib juga mengatakan seperti itu, Kangmas."

Ayah Ayu turut menunjukkan raut muka penuh kekhawatiran. "Sepertinya memang begitu."

Kemudian, ia menatap Elang dalam-dalam. "Dengar, kau adalah Dyah Adirangga Kusuma Wilwaparna, kau adalah putraku yang tak lain merupakan salah satu temenggung di wilayah Kahuripan. Ayahandamu ini bernama Dyah Adi Wirakusuma Daharja, ibundamu ini bernama Dyah Widosari. Kita masih trah Rajasa dari garis adik Dyah Lembu Tal, masih bersepupu jauh dengan pendiri Majapahit. Kau adalah calon penerusku kelak."

Lelara Ing AtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang