Nginceng = Mengintip
***
14 Februari 2020
"Ayuuuu ... sini!"
Suara pekikan itu terdengar jelas hingga ke dalam ruang kelas XII MIPA 3. Pemiliknya adalah Samira, salah satu teman dekat Ayu di SMA. Ayu yang tengah mengerjakan rangkuman Sejarah Indonesia mengenai era Orde Baru pun buru-buru bangkit dan menghampiri kawannya itu di balkon ruang kelas Ekonomi yang bersebelahan dengan labolatorium computer. Ayu sudah tahu dengan jelas, bahwa pekikan Samira itu ada hubungannya dengan keberadaan Elang. Ya, jadwal olahraga Elang adalah setiap hari Sabtu dan lapangan basket sekolah lelaki itu, dapat dilihat dengan jelas dari sekolah Ayu.
"Astaga, gantengnya ...." Ayu tak bisa berhenti berdecak kagum, menopang dagunya dengan sebelah tangan. Matanya tak berkedip, melihat Elang yang tengah melakukan spike dan berhasil membobol pertahanan tim lawan. Baginya, melihat Elang pada hari valentine adalah sebuah kegembiraan sendiri yang tidak bisa didefinisikan. Rasanya ia ingin tertawa ketika mengingat keinginannya untuk jadian dengan Elang pada hari valentine. Ia memang terlalu banyak berharap.
"Banget, Elang ganteng banget. Kalau dia bukan doimu, pasti sudah kugebet," Samira turut melakukan hal yang sama seperti Ayu, "Padahal dulu kamu yakin banget bisa move on dari Elang, eh sudah mau lulus SMA masih tetap bucin. Aku ... sejujurnya kasihan denganmu. Padahal sudah jelas tak ditanggapi, pesan pun selalu diabaikan."
"Kamu gebet sekarang pun, aku tidak masalah. Sepertinya dia baru putus dari pacarnya, tuh. Dan, perkara kamu kasihan padaku ... aku memang menyedihkan, kok," jelas Ayu. Ia mengingat percakapannya dengan Damar tempo hari. Sahabatnya itu menjelaskan bahwa Elang baru saja putus dari pacarnya. Namun, kebenaran kabar itu tak jelas karena Damar sendiri tidak tahu menahu tentang hubungan mereka berdua. Ayu sudah pupus harapan untuk menjadi pendamping—ah tidak, pacar Elang, sejak awal masuk SMA. Ia tahu, bagaimanapun Elang takkan meliriknya. Pun ia mencoba untuk mengubur perasaannya dalam-dalam. Setidaknya hal itu berhasil dalam kurun waktu seminggu karena selanjutnya, Ayu kembali menjadi bucin akut. Contohnya seperti saat ini, ia rela meninggalkan tugasnya yang belum rampung untuk melihat Elang. Damar? Jangan tanya, ia sudah tahu bahwa bagaimanapun sulit bagi Ayu untuk melepaskan lelaki yang sudah disukainya selama bertahun-tahun.
"Bercanda, Yu. Masa aku merebut gebetannya temenku?" ujar Samira sembari menepuk bahu Ayu, lalu mengamati pergerakan Elang yang semakin gesit saat memblokir serangan lawan.
"Aku tidak marah kalau kamu ngegebet Elang. Aku baru marah kalau kamu berhasil pacaran sama dia," lirih Ayu sembari menatap lekat-lekat rambut Elang yang tertiup angin ketika melakukan servis.
Samira sudah mendengar kalimat itu dari mulut Ayu berkali-kali. Ia memutuskan untuk bertanya kepada Ayu mengenai rencana lanjutan gadis itu untuk hubungannya dengan Elang, "Maret nanti sekolah Elang ngadain pensi akbar, kamu tidak mau pergi? Sudah dua tahun berturut-turut kamu menghindari datang ke semua acara internal dan eksternal sekolah sebelah. Untuk yang terakhir kali di masa SMA ... kamu beneran tidak mau datang?"
"Tahun ini, aku datang atas ajakan Damar. Sebelum aku bisa menolak, ternyata ia sudah memesankan tiket VIP. Lagipula, acaranya berlangsung tepat setelah ujian sekolah selesai. Acara itu kuanggap sebagai sarana hiburan sebelum berkutat untuk mempelajari materi ujian nasional."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelara Ing Ati
Historical Fiction[Cakrawala Mandala Series #2] Jika Sang Hyang Adi Buddha berbaik hati mengembalikan jiwanya ke tubuh Ayu, akankah gadis itu mampu menemukan dan menaklukkan kekasih hatinya? Namun, mungkin Sang Pencipta takkan memberikan jalan yang mudah. Sang Hyang...