2 | Mangu-mangu

5.6K 902 54
                                    

Mangu-mangu = Ragu-ragu



***



1 Februari 2016

Senin adalah hari yang paling dibenci oleh kebanyakan siswa. Tak terkecuali siswa-siswi sekolah Elang. Tergolong favorit, sekolah mereka benar-benar menjunjung tinggi kedisiplinan. Setiap paginya terdapat beberapa anggota OSIS dan guru yang berjaga di gerbang untuk mengecek kelengkapan atribut seragam. Para guru berjejer dan siswa-siswi yang memasuki gerbang sekolah akan otomatis menyalaminya. Setiap hari Senin dilakukan upacara bendera, kecuali terdapat hari-hari nasional pada hari lain. Pada hari Selasa hingga Kamis diadakan doa bersama setiap paginya di lapangan. Pada hari Jumat diadakan pagi membaca atau kerja bakti. Terbentuk pula pokja-pokja untuk memeriahkan Green School Festival. Elang sedikit berharap bisa satu pokja dengan Ayu, tetapi harapannya pupus begitu mengetahui bahwa ia masuk ke pokja kompos, sedang Ayu masuk ke pokja hemat energi.

Pada Senin ini, seperti biasa sekolah mereka melakukan upacara bendera. Para siswa sudah siap dengan topi biru putih dengan lambang garudanya. Pukul tujuh kurang lima belas menit, upacara itu dimulai. Damar sibuk menjahili Ayu ketika pemimpin upacara memerintahkan untuk menghormati pembina upacara. Tangan kanannya memang menunjukkan gestur hormat, tetapi tangan kirinya memainkan rambut Ayu hingga gadis itu risih.

"Heh ... jangan cari gara-gara kamu!" hardik Ayu dengan suara pelan, mendelik ke arah Damar yang malah cekikikan. Beberapa detik kemudian, pemimpin upacara memerintahkan untuk kembali ke posisi siap.

"Utututu ... Sayangku marah," godanya sambil menoel-noel pipi Ayu.

Ayu otomatis menoleh dan mengarahkan mulutnya menuju jari Damar, hendak menggigitnya. Namun, Damar terlebih dahulu menjauhkan jarinya. "If you willing to bite me, you can do it only in your dream."

"Hilih hilih ... masih medhok gitu suaramu," decih Ayu sembari membuang muka dan melirik-lirik ke arah Elang yang berada di banjar lain. Ia sedikit merasa kecewa karena Elang sama sekali tak melirik ke arahnya. Padahal diam-diam, sebenarnya Elang menatapnya sedari upacara dimulai. Ia tahu bahwa Ayu mencuri pandang ke arahnya sejak berpapasan di depan kelas. Namun, terlalu cepat seribu tahun untuk Elang menunjukkan perasaannya. Ia selalu memalingkan pandangan di waktu yang tepat, saat Ayu hendak menatapnya. Kadang Elang bersyukur karena memiliki refleks yang bagus.

Dari ekor matanya, Elang mengetahui bahwa Ayu tak lagi menatapnya. Ia kembali melirik ke arah Ayu dan mengamati interaksi antara dua sahabat itu dari kejauhan. Alasan lain dari keengganannya mengatakan yang sebenarnya kepada Ayu adalah keberadaan Damar. Entah mengapa ia ingin melihat Damar bahagia meski Elang sendiri ingin bersama dengan Ayu di lubuk hatinya yang terdalam.

Damar kembali menjahili Ayu, kali ini membuat sedikit kegaduhan dan mengundang perhatian salah satu guru killer yang ditakuti. "Kalian berdua saya perhatikan ramai sendiri dari tadi!"

"Maaf Pak, Damar terlebih dahulu yang mengganggu saya," ucap Ayu tak terima. Guru itu tak percaya atau lebih tepatnya tak mau mendengar omongan Ayu. Beliau kemudian menyeret Ayu dan Damar hingga keduanya berada di depan siswa-siswi lain yang mengikuti upacara dengan khidmat. Ayu hanya bisa menunduk malu, lain halnya dengan Damar yang malah tersenyum dan menyapa beberapa teman yang ia lihat dari depan. Tatapan keduanya kemudian bertemu, Damar langsung ketakutan ketika Ayu memberinya tatapan menyeramkan. Damar tahu artinya, biasanya Ayu akan melakukan hal itu ketika sudah terlalu marah sembari menekankan, "Je a en ce o ka. Jancok." Astaga, tolong jangan meniru Ayu yang babar dan kasar ketika marah.

Lelara Ing AtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang