3 | Ekskul dan Lapangan Voli

4.8K 855 69
                                    

8 Februari 2016

Damar mendesah malas. Seharusnya sore ini ia bisa segera pulang dan mengajak Ayu ke kedai es krim yang tak jauh dari sekolah mereka. Akan tetapi, tiba-tiba saja sahabatnya itu memutuskan untuk bergabung dengan ekskul paduan suara Tidak ada angin, tidak ada badai, Ayu mengutarakan keinginannya pada Damar pada saat jam pelajaran terakhir tadi.

"Dadah Damar, aku mau ke ruangan ekskul paduan suara dulu," ucap Ayu sumringah sembari melambaikan tangannya dan memberi gestur kiss-bye kepada sahabatnya.

Damar mencengkram kuat-kuat pergelangan tangan Ayu. "Kok tiba-tiba, sih, Beb? Bukannya dulu kamu bilang gak mau join dunia tarik suara karena udah bosan jadi sinden di rumah? Terus bagaimana nasib ekskul badminton? Mau kamu tinggalkan begitu saja?"

"Yah, aku udah bosan jadi pemungut kok bulu tangkis karena tidak juga jago dalam olahraga yang satu itu," jawab Ayu. "Lagipula ada satu alasan kuat untuk bergabung dengan ekskul paduan suara."

"Apa itu?" Dahi Damar berkerut. "Kamu mau aktif nyinden lagi di sanggar tari milik keluargamu?"

Ayu menggeleng kuat-kuat, lalu melepaskan cengkraman tangan Damar dan mulai berjalan keluar kelas. "Ada alasan yang lebih kuat daripada itu, Mar."

Damar membuntutinya dari belakang, merajuk karena Ayu tak kunjung menjawab alasannya bergabung dengan ekskul paduan suara. "Apa sih, jangan main rahasia-rahasiaan dong. Beritahu aku."

"Alasan utamanya adalah karena aku tidak mau kamu gangguin lagi waktu upacara bendera. Kalau menjadi anak padsu, aku bisa berjauhan darimu. Kamu pikir diseret ke depan waktu upacara itu tidak membuat trauma?" cebik Ayu yang sama sekali tak menyadari perubahan raut wajah Damar yang menjadi sendu. Ia sedikit kecewa karena Ayu sampai harus bergabung dengan ekskul baru demi menjauhinya saat upacara bendera.

"Sebegitu gak maunya kamu deket-deket sama aku waktu upacara bendera?"

"Oh tentu saja tidak. Aku memutuskan untuk jadi anak paduan suara karena tempatnya iyup (teduh) dan aku tidak harus dipanggang panas matahari lagi. Belum lagi," Ayu mendekatkan mulutnya ke telinga Damar, "jadwal latihan ekskul padsu sama seperti jadwal latihan ekskul voli. Aku bisa melihat Elang sambil latihan. Sekali dayung, dua hingga tiga pulau terlampaui."

Tertawa sembari mengacak-acak rambut sahabatnya, Damar tak jadi kecewa. "Apa pun demi Elang, Yu? Ya sudah, semangat ya ekskulnya. Aku akan menunggumu sampai selesai, terus kita beli es krim di kedai ujung jalan yang baru buka."

"Oke Bos, tetapi aku tidak mau belinya pakai uangmu. Sekali-kali biarkan aku yang traktir. Kesel banget setiap ada orang yang ngomong kalau aku sahabatan sama kamu demi uang," kata Ayu kesal. Tak menunggu jawaban Damar, ia segera pergi sembari melambaikan tangannya dan memasuki salah satu ruang kelas di pinggir lapangan voli yang digunakan sebagai base camp ekskul paduan suara.

Damar memutuskan untuk mengambil tasnya dan menunggu di bangku depan ruangan ekskul Ayu. Ia memainkan layar ponselnya, sesekali mencuri pandang ke arah Elang yang tengah melakukan pemanasan. Entah mengapa Damar selalu merasa sungkan dengan Elang, meski kesal setengah mati kepadanya. Seperti ada sesuatu di dalam Elang yang membuatnya menghormati lelaki itu. Ia merasa terheran-heran ketika beberapa orang teman mengatakan bahwa sekilas, wajah Damar dan Elang terlihat mirip. Pun postur tubuh mereka yang sama-sama tinggi dan atletis. Mereka adalah siswa yang sama-sama menyukai olahraga, bedanya Damar memilih untuk tidak bergabung dengan ekskul olahraga di sekolah. Ia sudah bergabung dengan klub panahan di luar area sekolah dan menjadikannya sebagai ekskul mandiri. Jadwal ekskul mandirinya adalah setiap Sabtu malam. Itulah mengapa ia selalu terlihat senggang pada hari biasa.

Mengingat betapa miripnya mereka berdua, Damar menjadi bertanya-tanya. Seandainya saat pertama kali bertemu dengan Ayu dirinya belum memiliki Irene, apakah Ayu akan jatuh cinta kepadanya alih-alih Elang? Bukan, bukannya Damar tak setia kepada calon tunangannya, hanya saja hatinya selalu ikut terluka ketika melihat usaha Ayu yang sama sekali tak dilihat oleh Elang. Perasaannya kepada Ayu bukanlah perasaan seorang lelaki kepada perempuan, melainkan seorang kakak kepada adik. Damar tersenyum masam ketika mengingat Ayu bergidik ngeri dan mengatakan bahwa ia akan mati muda jika memiliki seorang kakak seperti Damar.

Lelara Ing AtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang