[23] Kerelaan dan Waktu

323 116 12
                                    

   "sa, duduk sini. Kenalin, ini dokter yang bakal bantu proses operasi yang bakal lo lakuin nanti."

   "halo dok."

   Setelah 2 bulan lamanya semenjak sasa menjalani konsultasi bersama bima, teman sekaligus salah satu dokter jantung terbaik di rumah sakit tempat di mana donor jantung sasa akan dilakukan. Hari ini, bima mengatakan bahwa ia akan mengajak sasa bertemu sekaligus berkonsultasi dengan dokter lain yang terbilang lebih senior dari bima.

   Sebelumnya, bima sudah pernah menjelaskan kepada sasa bahwa ada beberapa hal yang belum pernah ia lakukan selama menjadi dokter dan melaksanakan beberapa operasi. Yaitu, melakukan pendonoran jantung dari seseorang yang masih hidup.

   "sa, gue gak terlalu paham soal donor jantung yang diambil dari orang yang masih hidup. Gue bakal bantu cari tau siapa dokter senior gue yang lebih paham soal kasus ini ya?"

Sasa mengangguk paham menanggapi ucapan bima, "makasih, bim."

   "oh ya, bim." Lanjut sasa.

   "iya, sa?"

   Sasa tiba-tiba menggeleng, mengurungkan niatnya lalu berkata sesuatu yang membuat bima bingung, "engga bim, lupain aja hehe"

   Selama menjalani konsultasi bersama bima dan juga dokter seniornya, sasa hanya diam mendengarkan penjelasan dan juga resiko terbesar yang bukan hanya 'mungkin' terjadi, tetapi memang akan terjadi.

Yaitu, kematian.

   Dari awal semenjak sasa menyetujui untuk mendonorkan pusat organ terpenting dirinya dan diberikan kepada omnya, ia sadar bahwa keadaan tersebut sangat memungkinkan bagi dirinya untuk menghitung mundur umurnya sendiri.

   Tidak ada penyelasan yang sasa takutkan akan terjadi, karena ia murni ingin membalas budi kepada om yang sudah mengadopsinya setelah kepergian kedua orang tuanya. Hanya omnya lah yang sampai detik ini selalu memperlakukannya dengan baik, seperti anaknya sendiri.

   Namun, di sisi lain sasa tahu, ada hal lain yang tidak ingin ia lepaskan sekeras apapun ia berusaha. Sampai detik ini pun, ia masih berharap bisa melihat senyum dan tawa jeffrey yang dulu selalu menemani hari-harinya. Sasa tahu, kini keadaan sudah membawanya jauh pada hal-hal indah yang pernah ada di dalam kehidupannya.

   "nak sasa, sebenarnya tidak ada hal urgensi lain yang harus saya sampaikan, karena tentu hal terurgensi dari donor jantung yang dilakukan oleh pendonor yang masih hidup adalah siap untuk kehilangan nyawanya di meja operasi." Jelas dokter tersebut.

   "iya dok, saya sudah memikirkan itu. Saya siap dok."

   "Baik, tetapi saya ingin memberikan saran. Jika ada hal yang masih ingin kamu lakukan, apapun itu, silahkan lakukan selagi ada waktu. Setidaknya jangan sampai ketika hari operasi tiba, kamu harus mengalami penyesalan yang masih tersisa."

   "juga, jangan sampai ada penyesalan bagi orang-orang yang mungkin akan kamu tinggalkan." Lanjut dokter tersebut yang seketika membuat sasa menautkan kedua tangannya di balik meja, erat.

   Sasa sadar, karena sekali lagi ia kembali teringat pada satu-satunya lelaki yang sangat berharga bagi dirinya.Hal itu juga semakin membuat sasa sedih mengingat keadaan hubungannya dengan jeffrey yang menjadi terlalu rumit.

   "Sa.." panggil bima setelah keduanya berada di parkiran rumah sakit.

   "iya, bim?" tanya sasa.

   "ini berat sa, gue tau lo pasti sebenernya gak mau lakuin ini kan? Gue tau lo cuma takut dikira gak balas budi kan?"

   "bim.."

ETERNAL DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang