[26] (17+) Tentang Trauma

447 76 32
                                    

   "aku bingung deh harus cerita dari mana hehe"

   "ceritain yang pengen kamu ceritain aja, mas akan dengerin kok."

   Setelah selesai makan bersama di luar, keduanya kini sudah kembali ke kafe. Beruntung mereka sampai tepat waktu karena saat baru saja memasuki kafe, cuaca di luar tiba-tiba menjadi hujan deras. Seperti sedang mendukung aqila yang akan membagikan cerita pilu di dalam kehidupannya.

   "waktu kecil, aku hidup di keluarga yang bisa dibilang.. keluarga bahagia. Aku punya papa, juga punya mama."

   "setiap pagi papa bakal bangunin aku untuk mandi dan siap-siap sekolah, sementara mama bakal nyiapin semua sarapan untuk kami bertiga. Semuanya menyenangkan. Ada tawa, canda, bahkan celotehan kecil aja bisa dijadiin pembicaraan seru."

   "tapi.."

   "semuanya tiba-tiba berubah, berubah gitu aja."

   "papa pergi kerja sebelum aku bangun, dan pulang setelah aku tidur. Gitu juga mama yang kadang ngomel-ngomel sendiri di dapur setiap lagi nyiapin sarapan. Tapi setiap mama ngeliat aku, dia bakal berubah drastis seolah sebelumnya dia gak lagi ngapa-ngapain."

   "Rumah jadi dingin, dan sepi. Sampe puncaknya ketika suatu malem mereka berdua bertengkar hebat. Waktu itu aku udah tidur di kamarku, tapi karena aku.."

   Aqila tiba-tiba menjeda pembicaraannya, tangannya bergetar seolah memori kenangan buruk itu kembali menamparnya hari ini. Zayn yang menyadari itu langsung menggenggam tangan kekasihnya erat, mencoba memberi ketenangan kepada aqila.

   "aqila? should we end up, now? Jangan dipaksain." Ucap zayn yang khawatir melihat aqila seperti ketakutan. Sementara aqila hanya menggeleng dan menggenggam jemari zayn erat.

   "aku denger pecahan kaca, suaranya bertubi-tubi. Aku kaget dan aku kebangun. Aku turun dari kasur dan ngehampirin suara pecahan itu. Dan, ketika aku liat yang lagi terjadi.. aku takut."

   "di sana, di dapur tempat biasa kami makan bersama, aku ngeliat papa dan mama saling lempar gelas ataupun piring sambil bertengkar hebat, mereka gak ngelempar ke satu sama lain, mereka cuma ngejadiin pecahan itu sebagai bentuk pelampiasan emosi mereka. Tapi hal itu yang ngebuat aku takut, dan aku nangis sambil duduk di tangga deket dapur."

   "aku takut mereka saling ngelukain, aku takut denger suara perdebatan mereka, tapi aku gak bisa ngapa-ngapain dan cuma nangis berharap semua itu segera berhenti. Aku terus berusaha nutup telinga dari suara pertengkaran mereka, tapi suara-suara itu semakin keras."

   "aku gak tau gimana akhir dari pertengkaran mereka, karena besoknya pas aku sadar, aku udah ada di rumah sakit. Dokter bilang aku ngalamin syok, tapi katanya aku gak perlu penanganan khusus dan akan balik normal setelah istirahat cukup."

   "sampe akhirnya, ketika mereka bertengkar hebat lagi untuk yang kedua kalinya, aku semakin ngerasa takut dan bahkan aku yang jadi lebih histeris dari mereka. Aku nangis dan aku gak bisa ngendaliin emosi aku sendiri."

   "aku takut, tapi aku gak bisa apa-apa."

   Aqila terus menceritakan setiap detail masa lalunya yang bisa ia katakan kepada zayn sore itu, ia berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengingat setiap penggal demi penggal dari masa lalu yang sangat kelam baginya.

   Setelah pertengkaran kedua yang dilakukan oleh kedua orang tua aqila, keduanya setuju untuk melakukan mediasi. Namun ternyata, mediasi itu hanya untuk mencari jalan terbaik untuk berpisah. Bagi anak seumuran aqila yang kala itu baru saja ingin beranjak dewasa, tentu perpisahan itu akan terasa sangat berat baginya.

ETERNAL DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang