[02] Zayn: Halte dan Hujan

1.4K 187 18
                                    

Jakarta, Agustus 2019.

   Nama gue zayn, lengkapnya zayn lazuardi. Gue merupakan salah satu mahasiswa tingkat akhir yang sedang bergelut dengan tugas akhir. Sama seperti mahasiswa lainnya. Namun, gue gak memiliki rutinitas kehidupan yang sama seperti mereka. Semenjak SMA, gue sudah menyibukkan diri untuk belajar bagaimana caranya berbisnis dan membuka usaha bersama orang tua sahabat gue. Gue, sudah harus tinggal bersama mereka karena berbagai alasan.

   Mungkin hal itu juga yang membuat gue tidak memiliki atau bahkan tidak meluangkan waktu untuk sekedar bermain-main seperti kebanyakan mahasiswa lainnya. Sebenarnya, beberapa kali gue akan menyempatkan diri untuk sekedar berkumpul bersama teman-teman kuliah, terkadang juga gue akan menghabiskan waktu dengan beberapa teman perempuan, yang biasanya akan berakhir dengan tidak mengenakkan.

   Beberapa dari mereka mengajak gue keluar, gue pun mengiyakan. Pikir gue, kita memang hanya akan bermain-main. Tetapi, semua pertemanan itu selalu berakhir dengan tangis yang sangat gue sayangkan, dan bahkan tidak gue mengerti. Mereka selalu menganggap gue sedang mempermainkan mereka, ketika gue memang selalu berusaha bersikap ramah kepada siapapun.

   "lo kalo gak suka sama gue gak usah sok perhatian!", kata-kata yang sudah sangat sering gue dengar. Jujur, gue tidak pernah ingin membuat mereka merasa bahwa gue sedang mempermainkan perasaan mereka. Tapi, gue memang berusaha membuat mereka nyaman, nyaman dalam arti hubungan sesama teman. Mungkin karena gue tidak pernah memiliki pengalaman hubungan lawan jenis sebelumnya, jadi gue gak pernah tau kalau hal yang gue lakukan mungkin sudah kelewat batas bagi mereka.

   Terlepas dari semua hal itu, jika diingat-ingat kembali, masa–masa kuliah itu memang bisa dikatakan sebagai fase kehidupan yang paling menyenangkan. Ada beberapa orang yang memulai kehidupan baru di perantauan, ada juga yang memulai kisah barunya masing-masing, seperti dunia romansa yang sampai detik ini belum pernah sedetikpun menarik perhatian gue. Saat ini, gue sudah mulai mandiri untuk tinggal sendirian di salah satu apartemen yang berada di daerah Jakarta Selatan, gue juga sudah memiliki satu unit kafe yang gue bangun dari hasil jerih payah mengikuti bisnis papa sahabat gue.

   By the way, nama sahabat gue Jeffrey. Jeffrey aditya. Gue sudah tinggal bersama keluarganya semenjak gue baru menginjak bangku SMP, meskipun kita selalu bersama layaknya perangko, namun kehidupan kita berdua sangatlah berlawanan. Jika saat kuliah yang gue lakukan hanyakan kuliah – kerja – kuliah kerja, maka hal itu berbeda dengan jeffrey yang selalu menghabiskan waktunya untuk kuliah – ngedate – kuliah – ngedate.

   Alibinya sih, "gue harus temuin takdir gue dimulai dari sekarang, kalopun belum ketemu ya itung-itung pahala jagain jodoh orang."

   Setiap inget kalimat itu dari jeffrey, gue cuma bisa meresponnya dengan gelengan kepala. Ketika jeffrey selalu berhasil menggaet beberapa wanita, gue di sini masih terlalu malas untuk memulai hal tersebut. Mungkin gak sekarang, tapi nanti. Anehnya, meskipun jeffrey terlihat sangat santai, dia merupakan seseorang yang sering gue copy paste tugasnya, dia pun tidak pernah melarang, tapi setelah beberapa ceramah yang tidak diperlukan. Mungkin itu yang disebut, 'cowok sempurna' bagi kebanyakan perempuan.

   "duh, jadi geli sendiri gue", monolog gue saat tersadar dari lamunan gue tentang jeffrey.

   Ada satu hal lucu yang sekaligus membuat gue kesal, yaitu momen di mana gue dan jeffrey sedang berada di acara jurusan, di mana jeffrey dengan sengaja meminjam ponsel gue dan diam-diam menginstal tinder buat look around, barangkali ada yang cocok buat gue, pikirnya. Kayaknya jeffrey lupa kalau dia bukan Tuhan ataupun malaikat jodoh, melainkan cuma manusia kaya gue yang gak bisa asal cap-cip-cup terus nemu pasangan.

   Gue pun kembali tertawa saat mengingat semua momen aneh bin ajaib tersebut, sampai tiba-tiba lamunan gue kembali terdistraksi oleh suara rintik hujan yang saat ini mulai turun. Saat ini gue sedang berada di salah satu halte bus di dekat rumah jeffrey, berniat untuk pergi ke salah satu seminar yang sedang diadakan oleh fakultas sebelah. Padahal, ramalan cuaca bilang kalau hari ini bakal cerah.

Emang gak seharusnya sih gue percaya sama ramalan cuaca yang dianut sama jeffrey.

   Gue menatap jalanan sambil bergumam pelan, "kalau hujan gini mending jaga kafe ya, pasti banyak pelanggan yang dateng sama pasangannya."

   Beberapa saat kemudian, pandangan gue beralih pada satu sosok perempuan yang tiba-tiba ikut duduk di ujung bangku halte sambil mengomel sendirian. "ih padahal ini hari sabtu, ngapain sih pak galang pake ngide nyuruh dateng ke seminar kampus. Mana tadi sisa 2 episode one piece belum gue tonton, ck." Celoteh perempuan tersebut sambil mengusap rambutnya secara asal.

   "oh suka one piece." Bicara gue dalam hati saat sudah kembali mengarahkan pandangan ke depan.

   "ini segala pake hujan, padahal udah semingguan langitnya terang mulu deh, sengaja ngerjain gue kayaknya." Mendengar itu, gue pun kini tersadar bahwa apa yang dikatakan perempuan di ujung bangku itu benar. Hari ini merupakan hari pertama turunnya hujan setelah sekian lama.

   Mendengar dia berbicara tentang seminar, sepertinya dia bakal dateng ke seminar yang sama kayak yang bakal gue datengin. Gak bisa dipungkiri juga sih, akhir pekan gini yang biasanya bakal digunain sama kebanyakan orang buat bersantai, malah gue isi dengan dateng ke seminar. Gue maklum kenapa dia kesel. Tapi, kalau gue sih gak masalah, gue memang pengen dateng karena temanya tentang bisnis kerja. Lumayan buat nambah-nambah ide.

   Hari ini pun gue gak dateng sendirian, gue sengaja ngajak jeffrey biar dia gak ngehabisin waktunya buat ngegalau terus di rumah. Katanya, dia lagi putus cinta. Ini pertama kalinya dia keliatan galau dalam waktu yang cukup lama. Meskipun gue gak tau juga inti masalahnya di mana, jadi gue cuma mau coba hibur dia dengan ajak dia keluar.

   "lo gila apa gimana sih? Gue lagi putus cinta malah diajak ke seminar." Protes jeffrey yang saat ini sedang menelepon gue.

   "hahaha, kan biar gak galau lagi. Nanti sekalian gue traktir kopi item deh di kafe."

   "kenapa kopi item sih? Gak ada yang lebih berkelas apa?"

   "kan biar lebih mendalami kegalauan lo, biar nambah pait." Ujar gue sambil tertawa pelan.

   "setan lo."

   "lagian tukang jagain jodoh orang kok galau."

   "hadeh, terus ini lo di mana sekarang?"

   "di halte bus, lo buruan mandi, gue tunggu di sana aja."

   "cariin gue—"

   Gue langsung memutuskan sambungan telepon ketika bus yang gue tunggu tiba, ketika gue sebenarnya tidak tahu jeffrey akan mengatakan apa di akhir kalimatnya tadi. Di sisi lain, saat gue akan menaiki bus, perempuan yang tadi sedang duduk di ujung halte pun terlihat tengah berjalan menuju ke bus yang sama.

Kayaknya bener, dia bakal dateng ke seminar yang sama dengan gue.  

***

ETERNAL DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang