[40] Aqila: Akhir Sebuah Perpisahan

250 65 10
                                    

   Kalau bisa mengulang waktu, terkadang gue ingin meminta pada Tuhan untuk memberi gue pilihan dalam hidup. Pilihan di mana gue tidak harus melakukan sesuatu yang akan gue tangisi di kemudian hari. Seperti pilihan yang sudah gue ambil saat terakhir kali gue diminta memilih dalam menjalani hidup ini.

   Hari ini, sudah setahun semenjak hari di mana gue dengan keras hati memilih untuk meninggalkan mereka yang paling gue cintai dalam hidup. Hari di mana gue memaksa kaki untuk kuat melakukan perjalanan jauh, hari di mana gue terus menampar diri sendiri agar tidak ada lagi air mata yang terjatuh. Hari di mana gue meninggalkan mereka yang gue sayang tanpa pamit, tanpa kata-kata, tanpa apapun yang bisa membuat mereka tahu, bahwa gue akan pergi.

   Mungkin hari ini, mereka berpikir bahwa gue sudah benar-benar tiada. Ketika sebenarnya gue masih bersembunyi di belahan dunia lain, sedang menangis karena sakitnya menahan rasa rindu ini sendirian.

   "papa, aqila kangen.."

   "mas zayn, apa kamu hari ini juga nangis kayak aku? Atau kamu udah bisa kembali bangkit? Jangan sakit, mas zayn.."

Setiap kata lirih yang hanya bisa didengar oleh diri gue sendiri.

   Hari itu, gue terbang dengan pesawat menuju Amsterdam. Pergi ke tempat haidar menghabiskan masa remajanya dulu. Gue mengikuti apapun yang haidar katakan, termasuk tetap menetap di Amsterdam ketika haidar sudah kembali ke Indonesia sejak 6 bulan yang lalu.

   Enam bulan yang lalu haidar berkata, "aqila, mark kemarin bilang kalau dia masih berusaha ngeyakinin salma untuk ngelupain semua dendam dia, tapi mark masih butuh waktu karena salma masih bersikukuh nunggu apa lo bakal tiba-tiba muncul atau memang bener-bener udah meninggal sejak kecelakaan pesawat kemarin." Ucap haidar yang berusaha memberi tahu setiap hal yang ia ketahui dari mark.

   Memang benar, sejak kepergian gue ke sini, mark selalu berusaha memberi kabar tentang apapun yang terjadi di sana. Sekecil apapun itu. Termasuk, kabar mas zayn sesekali.

   Gue masih mengetahui kabar tentang mas zayn, namun hal itu tidak membuat gue senang. Untuk pertama kalinya, gue membenci setiap kabar yang gue dapatkan. Bukan, bukan karena gue tidak lagi membutuhkan itu, hanya saja, itu terlalu menyakitkan. Sangat menyakitkan menerima kenyataan yang harus gue terima dari seseorang yang paling gue cintai.

   Akan tetapi, gue harus kuat. Gue harus memastikan mas zayn juga kuat melewatinya. Selama mas zayn perlahan-lahan bisa bangkit, maka gue gak apa-apa. Yang penting, mas zayn bisa terus menjalani hidupnya. Meskipun akan sangat besar resiko yang akan gue dapatkan di mana mas zayn bisa aja menghapus gue dari hidupnya, selamanya.

   Lagipula, yang dirinya tau gue sudah meninggal bukan? Apa yang harus gue harapkan? Bukankah gue egois ketika gue gak ingin dia melangkah maju dari rasa sakitnya, ketika gue bahkan gak memberi satu sinyal pun tentang keberadaan gue ke mas zayn. Itu sebabnya, apapun yang akan terjadi, gue akan menerimanya.

Termasuk kehilangan mas zayn, misalnya.

   "aqila, nih air putihnya."

   "oh, thanks ben."

   Saat ini gue sedang berada di salah satu taman di kota Amsterdam, bersama beni. Seseorang yang juga kalian tahu.

   Benar, dia adalah beni mantan kekasih gue. Semenjak kepulangan haidar ke Indonesia untuk bertemu dengan mark sejak 6 bulan lalu, haidar menitipkan gue pada beni yang kebetulan sedang berada di Amsterdam. Beni mengetahuinya, beni mengetahui setiap kejadian tragis yang harus gue alami. Mungkin itu sebabnya beni ingin membantu gue.

   Beni juga sudah menceritakan tentang dirinya yang pernah ditemui salma perihal sesuatu yang sama persis seperti yang dulu pernah mark ceritakan pada gue. Tentang salma yang berusaha mempengaruhi beni untuk kembali dengan gue. Saat beni menceritakan itu pada gue, dia hanya tertawa. Bagaimana tidak, karena hubungan gue dengan beni di masa SMA tidak se-spesial itu untuk membuat kami mudah saling jatuh ke dalam pelukan satu sama lain.

ETERNAL DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang