Part 35- Interupsi mengejutkan

378 48 0
                                    

Jefri selesai makan duluan. Masih tersisa sekitar setengah porsi udon dimangkok Aruna. Terlihat Aruna yang mengunyah udon malas-malasan sambil memainkan sumpitnya, Jefri tau Aruna sudah kenyang tetapi masih berusaha menghabiskan makanannya. Kebiasaan yang tidak berubah.

Kata Aruna dulu, 'ayah bilang, makannya pelan-pelan aja yang penting habis.' Akibatnya Aruna sering ditinggal teman-temannya ke kelas duluan sehingga ia kadang ketinggalan masuk kelas kemudian ia dimarahi guru. Bisa saja Aruna tidak menghabiskan bekalnya, namun nanti akan mendapat omelan ibunya. Dan Aruna pikir ibunya akan sedih ketika ibunya bangun pagi lebih awal untuk memasak tapi tidak dihabiskan masakannya ternyata.

Disaat seperti itu, Jefri dengan sabar akan menunggu Aruna menghabiskan bekalnya di kantin. Atau Jefri akan menghabiskan makanan Aruna kalau dia benar-benar kekenyangan saat pesan makan di kafe/restoran. Padahal Aruna sudah melarang Jefri untuk menghabiskan makanan sisanya, 'kan jorok' begitu kata Aruna. Tapi Jefri bodo amat malah bilang 'mubazir Na.'

Seuprit kenangan yang muncul membuat Jefri yang bengong disadarkan oleh Aruna yang melambaikan sebelah tangannya di depan wajah Jefri.

"Yuk balik." Aruna sudah akan berdiri tapi Jefri mencegahnya.

"Itu belum abis udonnya." Tunjuk Jefri ke mangkok udon Aruna.

"Hehe iya aku ganti aja ya uangnya, kan aku tadi udah makan Jef."

"Yaudah aku abisin, kamu tungguin aku."

Aruna mencegah Jefri mengambil mangkoknya, "Jef jangan, jorok tau."

"Mubazir Na." Jawab Jefri. Aruna tidak menahan.

"Aku pulang dul-"

"Boleh gak aku minta kamu tungguin aku selesai makan udonnya?" Potong Jefri.

Aruna tidak langsung menolak, tidak juga langsung mengiyakan. Dia diam sebentar, melihat langsung ke arah Jefri yang sudah siap memegang sumpit dan sendok.

Aruna menghela napas "oke. Tapi agak cepet ya makannya. Keburu ditelpon ibu disuruh pulang."

Jefri tersenyum senang. Udon yang sudah agak dingin milik Aruna ini, terasa jauh lebih enak daripada menu yang dipesan Jefri.

Aruna duduk kikuk, menghindari melihat Jefri yang sedang makan, mata Aruna mencari kesibukan melihat interior restoran. Membolak-balik buku menu, memputar-putar wadah tusuk gigi.

"Na."

"Hmm?" Mata Aruna masih fokus ke wadah tusuk gigi.

"Maaf ya."

"Maaf kenapa?" Dahi Aruna mengkerut bingung, tapi matanya masih tetap fokus ke wadah tusuk gigi. Sepertinya memang wadah tusuk gigi lebih menarik daripada permintaan maaf cowok di depannya.

"Maaf tiba-tiba pergi tanpa pamitan."

Aruna mengangkat kepalanya, memandang ke arah Jefri yang sudah meletakkan sumpit dan sendoknya. Padahal udon dimangkok masih tersisa sedikit.

Banyak sekali pertanyaan yang ingin Aruna tanyakan. Seperti mengapa tiba-tiba pergi dan menghilang? Apa di Sydney susah sinyal? Atau apa ternyata Jefri tinggal di pedalaman Australia? Mengapa tiba-tiba muncul? Apa tujuan ngajak makan bareng? Dan kenapa mesti udon? Kenapa tidak nasi campur atau soto betawi? Aruna sudah berusaha menyibukkan diri tapi mengapa Jefri masih sering berseliweran dipikirannya? Dan kenapa Aruna jadi merindukan Jefri saat ia tidak ada, padahal Aruna sendiri yang bilang Jefri jangan mendekat ke arahnya? Dan sekarang kenapa bilang maaf?

Aruna menyingkirkan ego pikirannya, dia harus visioner. "Kan kamu gak salah, ngapain minta maaf. Toh kamu di Sydney sekolah, bukan jualan batu akik."

Kisah Kasih KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang