Hari pertama uas kelas Aruna sudah ricuh dengan desas-desus soal yang akan keluar diujian. Sebenarnya rumor soal sudah ramai digrup chat kelas, namun Aruna tak mau menggubrisnya. Menurutnya tidak mungkin soal ujian level universitas bisa bocor seperti soal UN.
"Tapi masa soalnya dibocorin sama asdos?" Tebak Tiur.
Gabriel hanya angkat bahu, "tau deh. Aku cuma dapet dari temen kelas manajemen A."
Memang Gabriel yang membagikan gambar berisi soal pengantar manajemen yang diduga itu adalah soal ujian karena dipojok kertas terdapat tulisan 'UAS manajemen.'
"Nau jangan lupa sontekan ya, nanti aku kasih tanda hentakan sepatu. Kan NIM (Nomor Induk Mahasiswa) kita sebelahan." Kata Alex yang sudah duduk duluan dibangku samping Naura sebelum pengawas datang.
Naura memandang Alex dengan tatapan sinis, "belajar makanya. Biar gak jadi parasit."
Menohok.
Alex cemberut, tidak pantang menyerah ia menoleh ke belakang bangkunya dan berpapasan dengan Mareta.
"Mar, kasih sontekan ya nanti."
"Thank u, next." Lalu Mareta kembali sibuk dengan catatannya.
Yang terakhir, yang diharapkan Alex bisa bekerja sama, dia menoel bahu Aruna yang duduk di depannya.
"Na, nan-"
"Dibayar berapa gue kasih sontekan ke lo?" Tanya Aruna langsung memotong perkataan basa-basi Alex.
"Kalo belom bisa bayar pake duit sejuta cash, jangan pernah noel bahu gue." Lalu Aruna kembali duduk posisi semula.
"Kenapa sih para cewek ini, pada pelit semua?" Gerutu Alex.
"Yang jaga ujian, dosen killer cuy. Maklum yang cewek sensi." Gabriel yang sedang lewat mendengar gerutuan Alex, memberi tau alasannya.
Alex tetap bersikukuh, "ah enggak deh, kayaknya emang tiap hari mereka pelit ngasih sontekan deh."
Lalu pengawas ujian tiba. Semua sontak kebingungan, karena pengawas ujian bukan dosen melainkan..... Dion. Tak terkecuali Aruna yang justru menganga lebar melihat siapa yang datang sebagai pengawas ujian kelasnya.
"Selamat pagi semua." Sapa Dion tanpa senyum seperti biasanya.
Butuh sedetik, dua detik teman-teman kelasnya untuk kompak menyapa "Pagi!"
"Karena pak Junaedi tidak bisa hadir menjaga ujian, maka digantikan saya kali ini." Lalu Kak Dion sibuk membagikan kertas dan soal ujian.
"Tolong dapat mengerjakan dengan tenang dan tidak melakukan kecurangan selama ujian. Karena saya tidak akan segan untuk mengambil lembar jawaban kalian dan mencoretnya, bukti kalian melakukan kecurangan saat ujian yang akan saya laporkan ke dosen terkait, yaitu pak Junaedi." Dion memasang wajah tegas, tidak berkespresi.
"Silahkan mulai dikerjakan, waktunya 90 menit dimulai dari, sekarang." Dion memberi aba-aba layaknya chef Juna memberi aba-aba lomba masak master chef.
Suasana kelas mulai hening sekali, menelan bulat-bulat pertanyaan yang ada dikepala hampir seisi kelas termasuk Aruna, 'mengapa yang jaga ujian harus kak Dion? Meskipun pak Junaedi tidak dapat hadir, dari sekian mahasiswa, kenapa harus kak Dion? Apakah karena dia mahasiswa berprestasi? Atau anak kesayangan dosen satu fakultas?'
Baru lima belas menit berlalu, tetapi suara riuh rendah sudah terdengar, "ehm mohon dikerjakan tanpa suara." Suara bariton dingin menginstruksi satu kelas.
Lalu kelas kembali tenang. Namun, lima menit kemudian kelas kembali semakin ramai dari pada sebelumnya.
"Tolong kerjakan dengan tenang ya." Suara dingin Dion kembali menginstruksi satu kelas. Yang sayangnya hanya dipatuhi hanya sekitar dua menit, lalu kelas kembali ramai dengan suara bisik-bisik, decitan bangku, suara ketukan pulpen, suara jentikan jari yang tentu saja Dion tidak sebodoh itu untuk tidak tau arti maksud suara-suara itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kasih Kampus
Fiksi RemajaJadi anak kos, maba, adaptasi, homesick, jatuh cinta, sakit hati, individual, persaingan itu semua dirasakan Aruna saat resmi menjadi mahasiswa. "Mau pulang, kangen kasur kamar di rumah." - Aruna, maba gak tau apa-apa.