Setelah Dion menelpon, selang beberapa menit Tiyas menelpon.
"Assalamualaikum." Salam Aruna.
"Waalaikumsalam, Aruna aku ngambek ya sama kamu."
Ya ampun.
"Iyaaa maaf ya aku gak bales chatmu, gak angkat teleponmu. Aku lagi sakit. "
"Sakit apaaa? Tuh kan, kamu sih dikasih tau naik kereta eksekutif aja, malah ngeyel naik kereta ekonomi." Tiyas mengomel dengan suara melunak.
"Iyaa besok baliknya disuruh ibu naik pesawat."
"Nah gitu dong, oke entar kak Dion gebetanmu itu deh yang jemput."
"Sembarangan kalo ngomong."
"Oh udah jadi pacar ya?" Goda Tiyas.
"Kamu kok jadi ngegodain gini sih? Diajarin Ara nih pasti." Aruna sangsi pasti Ara yang melatih Tiyas agar bisa menggodanya.
"Hahahahahah iya kali ya. Ups ketawanya gak boleh kenceng-kenceng." Tiyas memelankan suaranya.
"Emang kamu dimana?"
"Lagi di rumah, takutnya bapak, ibu tau apalagi simbah tau aku ketawanya begini bisa dikasih wejangan tiga jam aku!"
Giliran Aruna yang tertawa puas, "HAHAHAHAHAHA."
"Heh malah ketawa." Tiyas memperingatkan yang tidak digubris Aruna.
"Yaudah Na cepet sembuh yaa. Aku udah dipanggil simbah."
"Ngapain? Diceramahi?"
"Enggak, diajarin kelas unggah ungguh wanita."
"Ha?" Tanya Aruna bingung.
Sedangkan Tiyas bingung menjelaskan, "ya gitulah udah yaa."
Tut ... Tut ... Tut ...
Telepon dimatikan sepihak.
"Ade-ade aja simbahnya Tiyas." Aruna geleng-geleng kepala. Ribet banget jadi anak keturunan darah biru.
Teleponnya berdering kembali, kali ini dari orang yang ingin sekali Aruna tempeleng kepalanya.
"Heh lo ganti apa nada dering hp gue???" Cerocos Aruna begitu menjawab panggilan.
"Assalamualaikum." Ara tidak mengindahkan omelan Aruna.
Aruna menghembuskan napas kasar, "Waalaikumsalam." Nadanya diubah seriang mungkin.
"Udah nyampek rumah ya Na?"
"Hp gue lo apain?"
"Ooh udah kayaknya. Nyampek rumah jam berapa?"
"Hp gue lo apain Raaa?" Aruna mengulang pertanyaan yang sama.
"Kamu lagi apa Na?"
"Ra."
Terdengar Ara menghembuskan napas berat, "yah ketauan. Iya itu aku ganti nada deringnya. Hehe." Ara akhirnya mengaku sembari cengengesan.
"Kok beda nadanya?"
Ara kebingungan dengan pertanyaan Aruna, "maksudnya?"
"Iyaa itu ringtone nya kok beda? Giliran Tiyas telpon sama waktu kak Dion telpon."
"KAK DION TELPON KAMU???"
Aruna lupa ada hal yang tidak boleh diketahui mulut embernya Ara, teman kelasnya dan kelompok Leon Walras, yaitu apapun yang berhubungan dengan Dion ke Aruna.
"Itu ... Salah sambung. Iya, kak Dion salah sambung." Ujar Aruna berbohong.
"Masaaaaaa?" Ara bertanya dengan nada menggoda.
"Dih kalo gak percaya tanya aja sono sama orangnya langsung."
"Oke aku tanya sama orangnya langsung."
"Lo kenal sama kak Dion?" Tanya Aruna agak kaget.
"Siapa yang ga kenal kak Dion si mawapres (mahasiswa berprestasi) tingkat univ, Arunaa. Kamu doang yang gak tau dapet tanda tangan berharga kak Dion jaman ospek."
Sialan, Ara tau gue dapet tanda tangan kak Dion gara-gara dia nanya waktu ospek gue dapet gak tanda tangan ketua panitia. Eh gue keceplosan, bilang dapet tapi ga ngerti kalo kak Dion ketuanya. Diketawain lah sama Ara. Rese emang.
"Tapi emang auranya gak meyakinkan kalo dia panitia ospek sih. Lo punya kontaknya kak Dion? Amazing banget kemampuan lo."
Ara diseberang telepon mengulum senyum menggoda, yang syukurnya tidak terlihat Aruna, "kak Dion kan ramah banget, dia aja sampek suka rela share nomor hpnya soalnya banyak yang nanya tentang urusan organisasi, matkul lah, bimbingan skripsi, sampek nekat nanyain dia udah ada pacar aja ada."
Harus diakui, kemampuan Ara mengorek informasi memang bagus. Gak bagusnya sekarang entah kenapa Aruna yang agak dongkol denger penjelasan Ara.
"yaudah lah gue gak perduli mau dia dichat ama siapa aja, ditanyain apa aja. Emang hak dia buat baik ke semua." Sahut Aruna ketus.
"cemburu ya?"
Aruna membelalak, "eh se-sembara-ngan kalo ngomong."
Ngomongnya juga mendadak rada gagap.
"Halah iya juga gak apa-apa. Tapi dia baiknya beda kok kalo ke kamu."
"Udahlah males gue bahas kak Dion. Awas ya kelar liburan, giliran hp lo yang gue ganti nada deringnya pake lagu tiktok bagaikan langit." Aruna memperingati Ara.
"Silahkan, atur ajaaa. Si Dimas gak bakal ngomel kalo nada dering panggilan dari dia, lo ganti."
Double sialan, Ara bukanlah lawan yang pas untuk balas dendam. Karena Aruna tau kalo Ara sudah punya pacar jadi chill banget kalo digodain Aruna.
"Na udah dulu ya gue mau jalan ama bang Didim."
"Bang Didim?" Tanya Aruna bingung.
"Panggilan sayang paling baru buat Dimas." Jawab Ara kalem.
Aruna berdecak, "serah lo."
================================
Mohon maaf lahir batin semuaaaaa. Semoga amalan baik kita diterima sama Allah. Dan dosa kita dihapuskan. Aamiin.Maaf ya kalo aku balesin komen ada kata-kata yang bikin sakit hati, atau padanan kata dicerita ada yang salah. I'm trying my best, buat enak dibaca kayak yaapa.
Part ini rada gak penting, tapi sayang banget kalo gak diupload hahaha.
Oh iyaa ada tambahan gengs. Aku ingin coba kayak author lain yang ceritanya harus dapat vomment sesuai target, baru dia update part baru.
Jadiii, author yang endel dan latah ini, juga kepengen. Nyoba doaaang mumpung lagi libur, ada waktu buat ngetik.
1k dibaca, 700 vote. Okay? Okay!
Kalo komen boleh banget, asal jangan ada kata "next" , "lanjut dong" atau kata-kata kasar.
Sumpah aku bawel banget wakakakak
06/06/2020 update 08/06/2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kasih Kampus
Fiksi RemajaJadi anak kos, maba, adaptasi, homesick, jatuh cinta, sakit hati, individual, persaingan itu semua dirasakan Aruna saat resmi menjadi mahasiswa. "Mau pulang, kangen kasur kamar di rumah." - Aruna, maba gak tau apa-apa.