—
"Dek, Mama denger kamu dilamar sama sahabat kamu itu, ya?" Ibu membuka pembicaraan malam itu.
Aku yang duduk di samping sudaraku—Faris—hampir tersedak mendengarnya.
"Siapa namanya, Dek? Mama lupa kemarin diceritain sama Kakak kamu."
Ruangan yang diisi empat orang manusia itu ribut. Pikiranku melayang-layang ke tempat lain. Wajahku yang nampaknya terasa terbebani membuat Ibuku berujar meminta maaf.
"Maaf ya, Sayang," katanya.
Aku menggeleng kecil, lalu tersenyum menanggapinya. "Gapapa Ma, Azzahra cuma kesedak aja kok, gak mati ini."
Faris memukul bahuku pelan. Dia menegurku setelah berkata yang tidak-tidak soal kematian. Memang salahku di mana? Lagi pula, memangnya aku mau mati?
"Kalian ini udah besar kok masih aja bertengkar sih," tegur sosok pria yang ku hormati selain Faris, saudaraku.
Aku berceloteh, "Kakak sama aku mah sering begini, Pa." Tanganku mengambil gelas untuk ku pakai. "Lagian bentar lagi juga gak bakalan bisa begini lagi kita berdua, jadi dipuas-puasin gitu niatnya."
Setelahnya Faris meledekku habis-habisan. Katanya, aku yang mau menikah. Bukankah terbalik? Memang siapa yang mau menikah? Fareza saja belum bertemu dengan kedua orang tuaku. Bahkan, kekasihku... ah... biar ku ralat, mantan kekasihku—tidak, aku tidak boleh membahasnya lagi.
"Sudah, sudah," ujarku, "ayo kita makan sekarang."
Beruntung setelah ujaranku barusan, mereka menurutinya
Setiap adegan di meja makan malam itu, ku jadikan momen yang berkesan. Bibirku membentuk senyuman lebar di wajah. Ku harap setelah ini, aku pun bisa membagikan cerita-cerita itu pada calon suamiku nanti.
Aku tertawa kecil. Dipikir-pikir, sepertinya, aku mulai merindukannya.
///
next chapter:
kembali pulang
KAMU SEDANG MEMBACA
D A L A M P E L U K
Short Story[✔️ ] Aku pernah dikecewakan. Melepasmu pergi. Membiarkan kesempatan memilikimu selamanya hilang. Sebab, kamu berhak memilih. Aku tidak bahagia dengan keputusan itu. Maka dari itu, aku berlari pergi. Lalu kemudian, kamu datang di saat seseorang jug...