07. sia-sia, katanya

355 54 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit sudah mulai gelap. Aku mengedarkan pandanganku sendiri melihat-lihat tempat yang baru saja aku dan Haikal singgahi. Dia mengulurkan tangannya, sementara aku menyambutnya dengan malu-malu.

"Kita di mana?" tanyaku pada Haikal yang sekarang berjalan berirama dengan langkahku.

Dia tersenyum lalu menjawab, "Gedung Opera,"

"Ayo, masuk."

Langkahku yang terhenti kemudian langsung kembali lagi tak kala Haikal menarikku dengan paksa. Aku mengikutinya dengan pasrah. Hatiku berdegub tidak karuan. Malam ini rasanya aku sedang di mabuk cinta.




Setelah pertunjukan selesai, kami berdua kembali masuk ke dalam mobil dan melakukan perjalanan untuk kesekian kalinya di hari ini. Radio menyala, memutar musik kesukaan kami berdua.

Sesekali Haikal melayangkan pertanyaannya dan aku juga menjawabnya dengan senang hati. Kami berdua menghabiskan waktu di dalam sana dengan percakapan-percakapan ringan sampai akhirnya mobil kembali terparkir di halaman salah satu tempat makan klasik tampak mewah.

Jemari kami berdua saling berkaitan satu sama lain tak mau lepas. Aku menyembunyikan ekspresi gugupku dengan sedikit membungkuk, sementara Haikal yang berada di sampingku mengangkat wajahnya dengan bangga.

Ntah ada apa rasanya seperti malam ini perasaanku berkata, usaha ku selama ini sia-sia.

///

next chapter:
pupus

D A L A M  P E L U KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang