28. perbincangan malam

130 13 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu gapapa?"

Aku terperanjat saat tubuhku tiba-tiba ditarik ke belakang oleh seseorang. Mata kami bertemu di bawah sinar rembulan yang kurasa sangat terlihat menyedihkan malam ini. Tak sulit untuk aku tahu siapa orang yang 'menyelamatkanku' barusan. Dia Haikal. Laki-laki yang seharusnya menjadi kekasihku satu tahun lalu sebelum aku akhirnya akan dipersunting Fareza beberapa hari lagi.

"Aku gapapa," jawabku sedikit ketus sambil tangannya perlahan lepas dari lenganku.

Begitu mengetahui keadaanku yang tak apa, dia menghela napasnya lega. Diulurkan lagi tangannya mencoba menggapaiku untuk pergi jauh-jauh dari laut yang sebelumnya kujadikan tempat pelarian.

"Ayo," katanya lembut. Tangannya masih menggantung di udara sampai akhirnya aku memutuskan untuk menyambutnya.

Dia menarikku ke sisi lain pantai. "Kamu tadi ngapain? Mau jadi putri duyung?" Senyumnya merekah begitu saja di wajahnya.

Aku mengernyitkan keningku keheranan dan bertanya, "Maksud kamu?"

"Ah... gak apa-apa," katanya kikuk, "Aku cuma bercanda tadi."

Begitu kami berdua sudah berdiri berdampingan di sisi pantai. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Tangan Haikal menggapaiku kembali seakan-akan menyuruhku untuk tinggal. Dia tak banyak bicara. Hanya saja entah dari mana aku mendapatkan bisikan setan ini, aku memutuskan untuk tak jadi pergi.

"Yuk temenin aku jalan-jalan," ajaknya tanpa dosa padaku yang sudah jadi calon istri orang.

Lagi-lagi aku mengerutkan keningku heran. "Kata siapa aku mau jalan-jalan?" Wajahku masam, aku kesal sekali dengan perangainya yang hampir tak bisa kudeskripsikan sekarang.

"Kamu beneran mau jadi ikan duyung ya?"

Aku berani bersumpah. Bercandanya kali ini benar-benar tidak lucu. Kugigit bibir bawahku menahan emosi dan melirik ke arahnya dengan tajam. "Mau kamu apa sih?"

Bukannya menjawab, Haikal malah seenaknya menarik tanganku. Kami berdua berjalan, atau lebih tepatnya Haikal menyeretku untuk ikut berjalan bersama di mulut pantai. "Udahlah, ayo," katanya.

"Ayo, ke mana?!" sungutku, masih dengan keadaan terseret oleh tenaga Haikal yang tak bisa kukalahkan.

Tanpa diminta, dia pun menoleh ke arahku sambil memamerkan senyumannya yang teduh seperti waktu kita menjadi kekasih dulu. "Ke mana aja."

"Ke mana aja asal sama kamu, Ra."

Mulutku setengah menutup. Aku betul tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi malam ini.

///

bagian selanjutnya dalam cerita:
menyatakan perasaan

D A L A M  P E L U KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang