04. jebakan

525 69 0
                                    

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiba-tiba rumahku ramai. Sahabatku pergi berkunjung. Aku masih mengenakan baju tidurku. Mereka sudah siap membawaku pergi dengan dandanan super modis yang berbeda dengan tampilanku pada pagi hari itu.

Rambutku basah habis keramas. Tubuhku masih pegal-pegal karena kemarin tak cukup untuk tidur. Dengan paksaan seperti biasanya aku akhirnya menuruti kemauan mereka untuk pergi bersama.

Dalam perjalanan, mereka ribut sendiri. Aku yang duduk di belakang kemudi hanya bisa mendengarkan sekilas karena fokusku tertuju pada jalanan. Persis setelah melewati banyak gedung bertingkat kami tiba di depan sebuah gedung bernuansa tua.

Di halaman parkirnya penuh kendaraan. Aku hanya bisa mengiyakan saja saat mereka menjelaskan suasana di sana.

Pandanganku terkesan. Aku masuk ke dalam dan disambut banyak perabotan tua yang antik. Harum kue kering juga kopi masuk ke dalam indera penciumanku.

"Azzahra ayo," salah satu dari temanku memanggil. Mereka lebih dulu pergi menapaki tangga satu demi satu dan kemudian aku mengikutinya dengan perlahan sambil sesekali berhenti untuk melihat beberapa pajangan yang sengaja ditata rapi di rak dinding.

Mulut juga kedua mataku sedikit terbuka lebar saat melihat koleksi-koleksi barang tua di sana.

Aku sungguh menyukainya, batinku.

Mereka semua sudah sampai di satu tempat. Teman-teman juga aku pergi mengambil duduk masing-masing di kursi yang sudah disediakan. Semuanya saling bersautan, memesan ini memesan itu dan sementara aku hanya menunggu giliran.

Mataku masih mengamati barang-barang antik lainnya yang masih terjangkau di pandangan. Aku menarik diri untuk berdiri. Kakiku melangkah pergi ke salah satu meja yang sengaja diletakkan di salah satu sudut ruangan.

Tanganku terulur, jari-jari lentik milikku bergerak meraba permukaan perabotan tua juga foto-foto yang dibingkai dengan rapi di atas meja sudut ruangan di sana.

Tiba-tiba saja aku seperti mengingat sesuatu. Suasana yang daritadi aku kagumi, ternyata pernah menjadi bagian dari impianku.

"Hai, Ra," suara seseorang yang membuat darahku mendesir. Kepalaku menoleh ke belakang dengan kaku. Ekspresi wajahku masih berusaha tampak datar untuk mencari sumber suara.

Dia, Haikal.

Ini kali kedua setelah pertemuannya di acara reuni seminggu yang lalu.

Aku dijebak.

///

next chapter:
pergerakan

D A L A M  P E L U KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang